Asap hijau yang menguar dari tungku bakaran rambut dan darah, kini merasuk seluruhnya ke tubuh Sonya. Tubuhnya kini melayang. Lengannya merentang. Jari-jarinya mengeluarkan jalaran sinar campur asap meliuk-liuk ke lantai, untuk kemudian merambat dan merasuk ke setiap tubuh penghuni padepokan yang bersujud.
Waraswati membiarkan itu terjadi, meski sangat bertentangan dengan hatinya. Dia mestinya menggagalkan rencana Padepokan Halimun Soang mengubah jati diri setiap orang di sini menjadi siluman. Namun wangsit tadi malam begitu agung, dia tidak berani membantah.
Dia tahu, hanya dirinya di antara ratusan manusia di sini yang tidak akan berubah jadi siluman. Sinar campur asap yang mengular di lantai melewatinya begitu saja. Itu terlebih karena Waraswati tidak mengijinkan itu. Dia tidak berencana menjadi siluman. Dia mengintip dengan sedikit mengangkat kepala. Sonya tampak memasrahkan dirinya pada ritual ini. Itu tak mengapa, Sonya mesti mencari tahu dengan caranya sendiri. Waraswati tidak bisa ikut campur lebih banyak. Ekspresi keraguan dia dapati dari raut Sonya ketika dia menceritakan seputar Astacakra dan takdir yang akan menjemput.
Waraswati semakin jengah. Semakin dia biarkan waktu berlalu, mereka semua akan berubah jadi siluman paripurna. Tangannya mengepal. Ingin sekali membawa kabur Sonya dari situ. Belum sampai dia mengambil ancang-ancang, hentakan keras datang dari belakang.
Rambut Waraswati dijambak dan tubuhnya dilemparkan menjauh dari balai besar. Dia menabrak tembok pagar makam keramat. Rupanya Wisana yang menariknya. Dia heran, kenapa Wisana tidak ikut ritual ini? Sekelibat kemudian, dia tahu kenapa. Identitasnya terbongkar. Mata Wisana saat ini hitam total. Ada lingkaran kuning di bagian pupil. Itu adalah tatapan tembus raga.
Wisana menjulang menatapnya tajam. "Kau bukan Wati. Penyusup! Apa agendamu?"
"Tentu saja menghentikan kalian semua. Apa pun tujuan kalian." Jawab Waras, tidak lagi menutupi jati dirinya.
"Apa yang kau lakukan terhadap Wati temanku?"
"Aku hanya pinjam tubuhnya. Rohnya, hmmm, aku tidak tahu ke mana."
"Kurang ajar, ajal akan menjemputmu melalui tanganku!" Wisana menepuk tangan dan murid-murid padepokan yang memang disiagakan untuk menjatuhkan penyusup, bangkit berdiri di belakang Wisana.
Waras mencermati situasi. Dia tidak dalam porsi pendekar putih yang utuh. Pusakanya sudah dititipkan semua. Lagipula, tubuh ini tidak mungkin kuat bersinergi dengan esensi kekuatan pendekar putih dalam jiwanya. Tak ada jalan lain, dia harus melawan mereka semua. Lalu menghentikan ritual Sonya.
Wisana tidak langsung menghajar Waras. Anak buahnya dulu yang menyerang. Sekaligus untuk meringkus. Gelombang pertama lima belas. Waras dengan tubuh Wati yang terbatas, menghindari serbuan tapak seribu mereka. Membuat mereka saling menyerang kawannya. Gelombang kedua melakukan serangan dari segala arah, tendangan jarum maut perenggut jiwa. Waras mengentakkan kaki melesat ke udara lalu bertengger di dahan pohon beringin. Serbuan jurus itu meninggalkan ledakan di tanah, membekas sebuah kawah berasap. Gila saja kalau benar-benar tubuh Wati terkena serangan itu. Mereka sudah tidak peduli dengan Wati sendiri. Lebih baik raganya mati, sekalian dengan jiwa penyusup.
Jurus dari gelombang kedua menyusul lagi. Mereka menembakkan jurus totok jarak jauh sengatan petir. Membakar dan menghancurkan dahan tempat Waras bertengger. Sialnya, gerak tubuh Wati agak berat, sehingga dia terkena dampaknya. Waras jatuh berguling di tanah. Murid-murid gelombang kedua itu lalu lompat serentak hendak mengeroyok Waras dengan jurus tapak seribu.
Waras lakukan jurus tapak tangkis sejuta. Dia berhasil memukul mundur gelombang kedua. Namun mereka bergerak maju lagi. Waras memaksakan energi jiwanya ke tubuh Wati. Dia perlu untuk mengalahkan mereka satu per satu. Rupanya anggota gelombang kedua ini lebih hebat dari yang gelombang pertama.
Setelah merasa cukup, Waras bergerak secepat suara. Dia menotok setiap murid di gelombang kedua. Sialnya, di beberapa orang terakhir, gerakannya melambat sehingga Wisana sendiri yang memukul telak perutnya. Rasanya seperti rohnya ditarik paksa seperti mencubit kulit balon. Wisana mengerahkan pukulan empas sukma tadi.
Sukma Waras memang terasa hampir keluar dari tubuh. Namun akhirnya tubuhnya ikut terpental kemudian. Sukma dan raganya menyatu kembali. Waras tidak bisa langsung beraksi. Dia mesti memulihkan efek jurus tadi.
Wisana dan murid gelombang ketiga bergerak mendekat. Mereka mengerahkan tinju memutar bumi. Kepalan tangan mereka memutar seperti pengaduk semen. Wisana paling depan. Matanya menyala-nyala kuning dan menguarkan asap hitam. Tangannya memutar bagai angin puting beliung.
Waras masih belum bisa bergerak. Ini adalah titik penentuan. Apakah dia akan masih menuruti wangsit semalam atau tidak. Dia melirik ke arah Sonya yang masih menjalarkan cahaya asap hijau. Waras melihat murid-murid padepokan mulai menggeliat menunjukkan perubahan. Tidak!
Waras mengerahkan sukmanya untuk menggerakkan tubuh Wati. Dia mengempaskan energi dari telapak tangannya. Namun yang keluar hanya berupa angin puyuh kecil. Rombongan Wisana tetap bergerak tak terganggu.
Wisana menyerang dengan pukulan angin puting beliung, tepat saat Waras berhasil menggerakkan kakinya. Dia hanya mampu bergeser sedikit. Hasilnya, dia terkena separuh jurus itu. Waras berputar-putar di tempat, kepalanya tersaruk-saruk ke tanah bergantian dengan kaki. Itu hampir membuat tulang-tulangnya patah. Waras berdarah-darah. Dia hampir tak bisa menggerakkan tubuh Wati sama sekali.
Dia melihat, Sonya makin melayang tinggi. Asap cahaya hijau makin benderang. Tidak. Prosesnya menuju kesempurnaan. Ini adalah momen pertaruhan nyawa yang menjadi risiko Waras menerima misi ini. Dia mempertaruhkan jiwa dan raganya agar padepokan ini tidak mendapatkan apa yang direncanakan.
Entakan dari dasar jiwa mendorong tubuh Wati melesat cepat, meringkus Sonya, memutus prosesi penyempurnaan siluman. Asap cahaya hijau meletup hingga mengirim energi dorong yang membuat setiap orang berguling-guling beberapa meter.
Waras menceburkan diri bersama Sonya ke dalam kolam hitam.
Jika ini adalah akhir hidupnya, setidaknya dia berhasil membuat Sonya mengingat jati dirinya yang sebenarnya. Meski bukan dari keinginan dan cara Sonya sendiri.
Ini darurat.
KAMU SEDANG MEMBACA
ASTACAKRA #5 PANCA SONYA
FantasyWaras si Pendekar Putih, dijemput siluman dari masa depan untuk menyusup ke suatu padepokan. Tugasnya adalah untuk mengawasi seorang anak siluman berdarah campuran, Sonya Ruri, agar tidak salah menempuh jalan kehidupan di bawah asuhan antek Kalong I...