Waraswati yang menemukan Sonya di depan pintu makam. Sonya terduduk dalam hening.
"Sonya, kamu tidak apa-apa?" Waraswati berjongkok di hadapannya.
Sonya tampak mengamati telapak tangannya lama. "Kamu bisa lihat ini?"
Waraswati mengernyit. "Aku tidak melihat apa-apa."
"Berarti betul, hanya aku yang bisa melihatnya."
"Sonya, apakah kamu tadi membuka pintu makam itu lagi?"
Sonya berusaha mengingat. "Entahlah, aku baru sadar aku tahu ada di sini. Tiba-tiba aku menemukan benda itu lagi."
Jika yang diberitahukan Abah Depe benar, benda itu kemungkinan besar adalah pusaka Astacakra. "Kamu tidur berjalan?"
Sonya mengedikkan bahu. "Sepertinya harus ada yang menemaniku setiap malam. Takut tiba-tiba aku pergi ke mana-mana. Aku tahu, ketika aku bercahaya membuka makam ini, penghuni padepokan pada kesakitan semua. Salahku, tidak bisa mengendalikan takdir ini."
Waraswati menyentuh pundak Sonya. "Sudah jangan dipikirkan berat-berat. Bukan salahmu kalau belum bisa mengendalikannya. Itu semua butuh proses. Terutama, kalau jati dirimu yang sebenarnya sudah terkuak. Kuduga, itu terjadi lantaran kamu sedang mengalami krisis kesejatian. Ingatanmu kebanyakan palsu. Jadinya, pusaka itu bereaksi tidak normal."
"Berapa lama lagi kita harus berpura-pura?"
"Sampai kamu bisa mengetahui khasiat benda di tanganmu. Kalau boleh tahu, seperti apakah bentuknya?"
Sonya menjelaskan benda itu.
"Oh, itu namanya Jenglot."
"Jenglot?"
"Ya makhluk gaib yang beredar di dunia manusia. Dipercayai bahwa siapa pun yang memiliki jenglot akan sakti seumur hidup. Tapi belakangan ini, sosok jenglot dianggap rekaan, karena jenglot yang asli tidak pernah ditemukan. Yang sering muncul di selingkungan manusia adalah jenglot buatan tangan. Patung kecil yang dibuat penuh misteri. Seolah-olah menyeramkan dan bertuah."
"Apakah ini jenglot yang asli?"
"Sonya, apakah kata Astacakra berarti bagimu?"
Sonya mengernyit. Tapi di dalam dasar jiwanya, terasa seperti sentakan pelan. Entah apa itu. "Aku baru mendengarnya. Apa itu Astacakra?"
"Takdirmu yang sebenarnya."
Waraswati tidak sempat menjelaskan panjang lebar tentang Astacakra, sebab Wisana telah datang menjemput. Dia menyuruh Waraswati segera memandikan Sonya dengan air khusus. Para tabib telah mencampur aneka ragam bunga-bunga gaib ke dalam rendaman air.
"Ceritakan padaku tentang Astacakra." Kata Sonya ketika mencelupkan badannya ke dalam air.
"Nanti, menunggu waktu yang tepat. Ingat, jangan terlalu mencurigakan."
Sonya mengangguk.
Di hadapan Ki Jugo dan Nyi Ratapi Sonya mengaku masih belum menemukan pusaka gaib dari makam Eyang Dayadigda. Waraswati pun masih belum bisa melihat benda itu, jadi dia beranggapan Ki Jugo dan Nyi Ratapi juga belum bisa melihatnya.
"Kamu tadi ditemukan terbangun di depan pintu makam, apakah itu betul, Sonya?" tanya Nyi Ratapi, sembari mengunyah sirih. Mulutnya kemerahan.
"Betul Nyi."
"Apakah kamu mendapatkan mimpi tertentu?"
"Sepertinya begitu."
"Bisa jelaskan mimpimu?"
"Aku melayang di luar angkasa, ruang hampa. Lalu ada sosok ular melingkar, awalnya sangat besar, sebesar galaksi. Kemudian menyusut menjadi sangat kecil hingga melingkar menjadi mahkota. Terpasang di kepalaku."
Ki Jugo dan Nyi Ratapi saling pandang. Waraswati berusaha menebak apa maksud dari pandangan yang cukup mencemaskan itu.
"Kamu yakin, ketika di makam tadi pagi kamu tidak mendapatkan apa-apa? Bahkan membuka pintu makam pun?"
"Aku tidak ingat sudah membuka pintu itu lagi."
"Baiklah, kamu pergilah bersama Wati untuk pelajaranmu hari ini."
Waraswati membimbing Sonya berdiri lalu menuju bilik pelajaran.
Sekarang waktu yang aman untuk menceritakan tentang Astacakra melalui tukar pikiran.
Mereka duduk bersila berhadapan.
Benak mereka tersambung.
"Apa itu Astacakra?" Sonya penasaran.
"Astacakra adalah sebuah kesatuan kekuatan yang berasal dari kosmik. Luar angkasa. Energi bintang-bintang. Diciptakan dan dipersiapkan oleh entitas agung bernamakan Baureksa Luhur, melalui perantara mereka yang disebut Prewangan Cakra Satria. Pada dahulu, di realita sebelumnya, Astacakra hanya satu orang. Eksis dalam satu siklus. Berurutan dari angka Eka sampai Asta. Namun realitanya berubah ketika ada yang memainkan realita menggunakan mustika realita. Setiap Cakra Satria, sebutannya terdahulu, selalu dihadapkan pada kondisi ekstrim yang menyangkut keselamatan alam semesta. Cakra Satria ke delapan, di realita yang sebelumnya, berusaha menyelamatkan realita yang dipermainkan dengan cara membuat jajaran Cakra Satria tidak perlu menunggu siklus satu orang selesai. Melainkan dapat delapan-delapannya eksis bersamaan.
"Di realita yang baru ini, yang sekarang kita jalani, akan turun sebuah kekuatan dari kosmik. Delapan Astacakra harus bersatu untuk mengalahkannya. Kamu, Sonya, adalah Astacakra kelima."
"Kekuatan kosmik?" jadi itulah kenapa mimpi-mimpinya selalu berkaitan dengan luar angkasa.
"Ya, seperti dalam mimpimu."
"Kekuatan yang akan turun itu, apakah jahat?"
"Itu masih misteri. Namun itu yang ditunggu-tunggu oleh orang-orang padepokan ini. Dahulu, yang menjadi musuh utama para Cakra Satria adalah Duruwiksa. Kekuatan jahat dari langit. Namun dia sudah dipukul mundur oleh Astacakra pertama dan kedua. Kini sisi kosmik lain ingin mengirim lagi kekuatan barunya."
"Dan aku, yang dimaksud juru selamat, adalah untuk mempermudah dia datang?" Sonya mulai mengerti.
"Ya, benar. Apakah kamu akan membiarkan itu terjadi?"
Sonya meragu.
Tengah malam, Ki Jugo dan Nyi Ratapi beserta guru-guru siluman yang berangsur membaik kondisi tubuhnya, berkumpul di kolam hitam. Mereka menantikan sang junjungan. Kalong Ireng.
Melalui perapalan laku mantra dan puji-pujian, Kalong Ireng memunculkan dirinya dari dasar kolam hitam. Lalu mengepakkan sayapnya yang sepanjang tujuh meter, terbang ke atas dan bertengger terbalik di dahan pohon. Matanya kuning menyala dengan pupil pipih tajam berwarnakan api.
Suaranya begitu menggentarkan jiwa-jiwa penghadap. Mereka seketika berlutut.
"Junjungan kami Kalong Ireng." Seru mereka.
Kalong Ireng berbicara melalui getaran pada udara. Merambat dan langsung meresap ke sel-sel otak para penghadap.
"Kekuatan kosmik akan segera muncul. Kemunculannya harus kalian sambut dengan baik. Segala rencana harus berjalan dengan baik. Tidak ada kata gagal. Kalian harus pastikan penghuni padepokan sudah bisa berubah jadi siluman secara tuntas. Aku mencium bau seorang penyusup di antara kalian. Dia yang akan mengacaukan segala rencana. Jangan bodoh! Temukan dia dan bunuh seketika."
Ki Jugo bertukar pandang dengan Nyi Ratapi. Bingung, siapakah yang dimaksud. Apa benar ada pengkhianat di antara mereka.
"Dia menyusup dengan akal bulus Aji Aruman. Ya, aku bisa menciumnya. Tubuh astralnya pernah berkeliaran di sini. Bodoh kalian semua! Kenapa tidak mempelajari astral!"
"Ampun junjungan. Laku astral sangat sulit kami laksanakan." Ki Jugo mohon ampun.
"Maka kau tak layak disebut sebagai pendekar mumpuni. Semua pendekar mesti bisa meraga sukma. Ah sudahlah, itu tidak penting. Kalian akan mendapatkan perhitungannya suatu saat nanti. Sekarang, kekuatan kosmik yang belum kuketahui namanya ini akan datang. Dan siluman berdarah campuran itu adalah kunci utama pintu langitnya."
KAMU SEDANG MEMBACA
ASTACAKRA #5 PANCA SONYA
FantasyWaras si Pendekar Putih, dijemput siluman dari masa depan untuk menyusup ke suatu padepokan. Tugasnya adalah untuk mengawasi seorang anak siluman berdarah campuran, Sonya Ruri, agar tidak salah menempuh jalan kehidupan di bawah asuhan antek Kalong I...