8 | Kenapa Harus Kamu?

9.8K 992 6
                                    

Vote dan komen gaes jangan lupaa 🤗

Happy Reading!

Ayah pernah berpesan, “Jadilah wanita yang tak mengumbar keahlian, cukup orang-orang itu sadar dengan kemampuan yang kita miliki

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ayah pernah berpesan, “Jadilah wanita yang tak mengumbar keahlian, cukup orang-orang itu sadar dengan kemampuan yang kita miliki. Tak perlu khawatir ketika teman berlomba-lomba untuk mendapatkan pamor kehidupan, tetapi tetaplah menjadi Arunika yang Ayah kenal. Arunika yang apa adanya, Arunika yang tetap diam ketika hidupnya terguncang. Kamu adalah anak Ayah, ketika kamu luka, Ayah pun juga. Jangan pernah terlihat muram di depan hal layak, tetaplah tersenyum manis dan tunjukkan keharmonisan itu. Percayalah, ketika kamu sedih, orang-orang hanya ingin tahu masalahmu.”

Arunika selalu memegang sebongkah kalimat itu. Ayah benar. Manusia memang diciptakan untuk selalu bersosial, tapi terkadang orang-orang hanya ingin tahu.

Jika orang tua yang berbicara kadang benar. Kehidupan ini sulit. Semua orang berlomba-lomba agar menjadi yang terbaik. Termasuk dirinya sendiri. Arunika harus mengimbangi akhirat dan dunia fana ini.

Namun, terkadang kepelikan cukup berarti, tatkala mengetahui calon suami masih mencintai wanita lain. Sejujurnya, Arunika tak bisa menampik perkataan dari Aga. Ucapannya sungguh menyayat dada. Seolah lelaki itu menikahinya karena terpaksa. Sudah-sudah. Dia tak mau memikirkan itu. Arunika punya Allah. Allah maha tahu skenario untuk setiap hamba-Nya.

“Assalamualaikum.”

Matanya mengerjap seraya menegapkan bahunya yang berada di senderan kursi. Bahkan decitan dari kursi tesebut membuatnya terhenyak. Lelaki yang berada di hadapannya membuat hatinya berdebar geram.

“Mas Aga?”

“Jawab salam dulu dong, kan wajib.”

Ya Allah. Lelaki ini membuat dadanya nyeri tak beraturan. Bahkan, senyum menawan itu tercetak jelas di wajah Aga. Jiwanya meronta-ronta. Aga melayangkan dunianya. Tak bisa dibohongi, tubuhnya kini grogi. Apalagi lelaki itu mensejajarkan kepalanya untuk tepat di hadapan matanya. Seraya menekuk lutut, Aga tersenyum simpul.

“Wa'alaikumussalam,” jawab Arunika gugup.

Dengan jarak sehasta, Arunika bisa melihat senyum manis nan lebar dari wajah Aga. Astaga! Gemuruh di dada seolah tak mau diajak kompromi. Dirinya hanya berharap, lelaki yang tepat di hadapannya itu tak mendengar.

“Kenapa di sini sendirian? Bentar lagi acara mulai, lho.”

Sebenarnya Arunika sedang merampungkan hati untuk menjadi moderator tanpa persiapan. Seharusnya Arunika sudah mencari tahu, siapa pemateri itu agar di depan khalayak nanti dia tak terlalu gugup.

“Pingin sendirian aja.” Mengusap tengkuknya lembut, Arunika memundurkan kursinya hingga menimbulkan suara decitan. Aga tak merubah posisi, lelaki itu malah tersenyum tanpa arti.

Untuk, Arunika ✔ [PROSES TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang