23 | Bukan Prioritas

11.6K 915 43
                                    

Bismillahirrahmanirrahim. Yuk, vote komen sebanyak-banyaknya supaya aku rajin update.

Sebelumnya, aku mohon maaf banget nih, banyak yang komen rada kesal sama sikap Arunika, hehehe. Jadi, emang gitu ya sikapnya, namanya juga masih 20 tahun, belum dewasa banget ngadepin masalah rumah tangga😂

Siapkan pasokan oksigen ya, gais membaca part ini.

Happy Reading.

Sudah diputuskan Arunika harus memikat hati Aga

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sudah diputuskan Arunika harus memikat hati Aga. Mencintai tak harus meminta dia melupakan masa lalunya. Itu kata penulis Boy Candra di novel Origami Hati. Setidaknya, Aga bisa membuka hati untuknya. Setidaknya, Aga mencintainya karena DIA. Tak ada yang tidak mungkin di dunia, jika seorang hamba berusaha. Arunika harus memulai dari nol terlebih dahulu. Bersusah-susah sementara dan bahagia dengan lelaki itu selamanya.

Ia harap seperti itu. Aga memberikan cinta dan membimbingnya untuk sama-sama ke surga. Merajut asa di dunia untuk berkumpul di akhirat sana.

Arunika menarik napasnya lama, lalu ia embuskan perlahan agar suara berat itu tak terdengar. Kali ini, Arunika takut untuk keluar dari kamar mandi. Dia rasa Aga sudah menunggu di kasur king size dengan mimik wajah penuh tanda tanya atau malah sudah pergi meninggalkannya di kamar ini sendiri.

Namun, perlakuan lelaki itu semalam cukup membuat jiwanya terbang. Air mata lagi-lagi tumpah, tapi balasan dari kesedihannya selama ini.

"Arunika, Mas khawatir dengan kamu. Jangan pernah pergi sebarang pun, kamu adalah permata yang sulit ditemukan. Mungkin Mas belum mencintaimu, tapi percayalah kali ini Mas sangat-sangat menderita kamu tak ada di sini."

Kala itu Arunika tak bisa berkata apa-apa. Pelukan hangat dari Aga sukses membuat hatinya mendebar bertalu-talu.

"Hilangkan pikiranmu untuk menyerah. Percuma saja, Mas akan tetap milik kamu. Aluna adalah masa lalu. Dia kemarin hanya berumpama. Namun, umpamaan dia sia-sia. Pekan depan Aluna akan menikah dengan Irsyad. Dan Mas akan berusaha melupakan dia. Butuh waktu dan dukungan kamu, Ika. Mas hanya perlu kamu untuk tetap berada di sisi."

Arunika menyeka keringat yang bertengger di pelipis. Tangannya berusaha membuka knop pintu dengan hati yang mendadak rancuh. Ketika pintu itu terbuka lebar dan netranya merangkum sosok laki-laki berkemeja dengan tangan yang berkacak pinggang. Arunika mengusap tengkuk yang tak gatal, deru napasnya semakin membara.

Lelaki itu Aga yang kini sedang meantapnya tanpa ekspresi.

"Mas Aga belum pergi?"

"Belum." Aga menggelengkan kepalanya. "Lagi nunggu kamu, lama banget di kamar mandi. Huft! Kamu gerogi?"

Arunika tergemap. Segera ia menggeleng dan membelalakkan mata. Ya Allah ... Hatinya tak bisa diajak kompromi di depan lelaki ini. Sejak semalam Aga sudah merubah sifatnya. Tak sedingin kemarin dan cukup melelehkan afeksi.

Tertawa geli, Aga mengedipkan sebelah matanya untuk menggoda. "Ya sudah, ayo nanti telat. Kamu beneran sehat, 'kan? Tapi wajah kamu pucat. Nanti Mas izinin aja ya sama GP kamu?"

"Aku nggak apa-apa, Mas. Hari ini sudah ada janji untuk learning society sama Aurora. Mana lagi Pak Gaffar minta bantuan sama prodi kami Mas buat bantu pelatihan. Disuruh cek NPK dan komposisi pupuk lainnya." Arunika mengerucutkan bibirnya ke depan. "Padahal pihak pabrik pasti sudah me-list semua urea dan NPK yang di kirim ke sekolah."

"Nanti Mas blacklist nama kamu supaya nggak ikut serta. Belum lagi kamu pasti ikut panas-panasan bareng siswa. Fokus aja sama kelas, ya?" Aga memberikan solusi seraya duduk kembali di kasur. Dia sibuk memasang dasi, tapi pandangannya masih menelaah wajah sayu Arunika.

Arunika menolak. Dia ikut bergabung duduk di samping Aga sambil melipat tangan di depan dada. "Mas, aku bukannya nggak mau minta bantuan kamu. Tapi, aku cuma ingin bersikap profesional aja. Semua teman-temanku panas-panasan, masa aku nggak." Pandangannya tak lepas dengan tangan Aga yang sibuk menarik ulur dasi. Berulang kali Arunika tertawa kecil ketika Aga tak sudah-sudah merapikan dasinya.

Arunika mendengar desahan pasrah dari Aga. Tanpa berpikir lama, Arunika mengambil alih untuk memasang dasi suaminya. Hanya beberapa detik, dasi yang senada dengan rambutnya sudah terpasang rapi.

"Terima kasih," ujar Aga sambil berdiri dan memasukkan kedua tangannya di saku celana kain. "Emm ... Kalau capek jangan terlalu di forsir, ya?" Aga melanjutkan pembicaraan yang sempat tertunda karna insiden pemasangan dasinya.

Arunika mengangguk. Memberanikan diri untuk meraih jemari Aga, Arunika mengelus lemah buku-buku tangan yang tampak memar di sana. Semalam Aga bercerita bahwa ia kalap membenturkan tangan di dinding.

"Mas Aga, terima kasih."

Dihapus sebagian kepentingan penerbitan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dihapus sebagian kepentingan penerbitan

Dihapus sebagian kepentingan penerbitan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Untuk, Arunika dalam proses penerbitan. Silahkan follow instagram @miftahuljannah6_ dan @penerbitlova !!!


Untuk, Arunika ✔ [PROSES TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang