Bab 4: Sekolah

3.1K 446 81
                                    


PERINGATAN: DI BAB INI MENGANDUNG TOM/REGULUS. Jadi kalau kalian gak suka sama ship ini, bisa dilongkap.

Jangan bilang kalau kalian gak suka dan kirim hate-comment karena aku udah ngasih peringatan, alias kalau mau julit bisa ditahan dan pakai otak julitnya. Jangan jadi kata pinterest's bigot yang komen gak-gak ke art orang lain cuma karena gak setuju saja shipnya, padahal bisa mereka bisa langsung di scroll up. Jadi buat pembacaku yang tersayang, jadilah orang pintar.

Anyway, di bab ini cerita tentang Regulus yang terbangun dan bukan lagi di gua tempat dia kelelep 8 tahun lalu, melainkan di kamar mewah yang gak dia gak pernah datangi. Sekalian gimana Harry masuk sekolah dan ketemu teman baru ... yang bakal jadi sahabat muggle-nya (mungkin).

Dan maaf banget atas keterlambatannya, yang harusnya diunggah hari Kamis, malah jadi Jumat. Tapi bener-bener gak ada waktu kemarin buat benerin bab ini yang bener-bener hancur dan harus kutulis ulang biar suit sama yang kemaren. Maaf sekali lagi atas ketidakkonsistenannya (I don't even understeand my own words kkkk)

Kalau kalian gak suka ship Tom/Regulus, akan kukasih peringatan dari mana dan sampai mana main dialog antara mereka berdua. Jadi kalian gak perlu susah-susah nyari. Jadi silakan baca dan jangan lupa kasih favorite-nya!

~oOo~

(A/n: dari sini ship Tom/Regulus berlaya)

Cahaya keemasan mentari yang perlahan menyongsong cakrawala barat tampak indah di hadapan dua kakak beradik yang tengah duduk bersampingan di kaki tangga halaman belakang kediaman keluarga Black: Grimmauld Place nomor dua belas.

Sang adik, Regulus, menatap kakaknya yang sedang mempraktikkan sihir tanpa tongkat dengan mata berbinar. Kagum sudah pasti terpampang di wajah manisnya. Maklum, dia tidak pernah melihat seorang pun yang sejago kakaknya dalam mempraktikkan sihir tanpa tongkat. Bahkan sepupunya, Bellatrix Black, tak sejago Sirius, kakaknya. Dia bangga bukan kepalang sekarang.

"Wow, Kak! Kau sangat hebat!" serunya kagum.

Sirius yang mendengar pujian dari adiknya terkekeh, sedikit malu tapi juga bangga kepada dirinya sendiri. "Kau akan semakin kagum denganku saat aku mendapat tongkatku nanti," timpalnya senang. Dia sudah tidak sabar pergi ke Diagon Alley besok untuk membeli peralatan sekolah setelah pagi tadi mendapat surat Hogwartsnya.

Namun tatapan kagum dan raut ceria di wajah Regulus sirna seketika kakaknya berkata demikian, seakan semua keceriaan yang baru saja hinggap di mukanya tidak pernah ada. Sirius yang sadar akan hal tersebut segera bertanya, "Ada apa, Dik?"

Mata yang sewarna dengan miliknya menatapnya lamat-lamat sebelum menjawab dengan suara sedikit bergetar. "Aku ... aku akan sendirian kalau kau pergi," cicitnya.

Batu kerikil dan kelopak bunga yang tadinya melayang dan menari di hadapan keduanya perlahan merendah sampai kembali menyentuh tanah halaman belakang Grimmauld Place sewaktu Sirius merentangkan tangannya untuk merangkul adiknya.

"Aku tidak akan meninggalkanmu. Kau harus tahu itu. Tiap liburan natal dan musim panas kita, 'kan, bisa ketemu lagi. Jadi jangan sedih. Aku dan kau akan bermain tanpa henti nanti—dan akan kuajarkan semua mantra yang kuketahui." Jemari Sirius yang lain terangkat untuk menyingkap tetesan air mata yang lolos dari pelupuk mata adiknya.

Regulus yang awalnya diam akhirnya mengangguk sebelum mengulas senyum cerah. "Janji kau tidak akan meninggalkanku?"

Sirius mengangguk, kelingkingnya meraih kelingking ramping adiknya. "Janji! Kau akan selalu menjadi adikku, Reg. Selalu."

Harry RiddleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang