Maaf banget kalau lama update, aku lagi gak bisa bener-bener nulis akhir-akhir ini karena waktu yang sempit, plus inspirasi mulai berkurang dan minatku sama au ini sebenarnya mulau pudar--bahkan ke drarry karena udah kelamaan dan ship minor zaman marauders mulai mencuri perhatianku :)
Jadi dengan berat hati aku revisi chapter ini agar dua atau tiga chapter sesudah ini bisa end. Maaf banget kalau memang kalian gak puas sama ceritaku. Kalau aku ada waktu, aku bakal secepatnya revisi biar lebih barealbe. Makasih.Itu aja, sih, selamat membaca!
Itu aja, sih, selamat membaca!
***
Tirai sewarna malam membentang menutup tiap-tiap jendela, menahan semua jenis cahaya dari luar ruangan. Membuatnya benar-benar gelap kalau bukan karena api yang menyala di perapian, satu-satunya sumber cahaya di sana. Cahayanya mengiluminati beberapa meter dari sumbernya.
Di depan perapian itu berdiri meja panjang hitam yang dikelilingi oleh dua puluh orang berjubah dan bertopeng yang sedari awal sudah saling berbincang.
Sang pemimpin, sosok yang duduk di ujung meja dengan kursi bagai singgasana, membelakangi perapian, menyenderkan, mengabsen pengikutnya satu per satu selagi dia berbicara dengan suara beratnya yang setengah berbisik.
Di tengah meja tergeletak mayat seorang pria, yang dari perawakannya bisa dipastikan, bukan lagi manusia seutuhnya. Badannya yang kekar hampir menutupi dari sisi ke sisi meja yang lain; tangannya yang besar dan berkuku tajam bagai cakar tampak terkepal, membeku; sedang wajahnya—wajahnya lebih terlihat seperti serigala daripada orang. Dia adalah Greyback, pemimpin kawanan manusia serigala seantero Inggris.
"Jadi, Tuanku ... ." Seorang di antara jejeran sosok berjubah yang mengelilingi sisi meja angkat bicara setelah sang pemimpin berhenti bergumam. "Kapan kita akan menyerang?" tanyanya hati-hati.
Matanya yang mengintip dari lubang topeng porselennya menatap pengikutnya intens di tengah hening sebelum berpindah ke mayat manusia serigala yang ada di depannya, sebelum menjawab, "Kita akan menyerang di saat yang tepat, tentu saja. Kalian tinggal menerima aba-abaku."
Sosok tersebut kemudian mengayunkan tongkatnya untuk mengganti mayat yang ada di atas meja makan dengan hidangan yang menggugah selera.
"Sekarang," katanya seraya meraih segelas anggur, "mari kita bersantai sejenak dan membiarkan mereka berpikir bahwa semua baik-baik saja."
***
Berbeda dengan musim panas sebelumnya, alih-alih menghabiskan pekan terakhirnya berbelanja di Diagon Alley atau mengunjungi semua pusat perbelanjaan bersama dengan Michael atau berkunjung ke Malfoy Manor, kali ini Harry dan yang lainnya—papanya, Regulus, dan Michael—pergi menonton Piala Dunia Quidditch di Dartmoor, sisi selatan Inggris.
Hari ini adalah hari yang benar-benar dia nantikan sepanjang musim panas. Sejak papanya memperlihatkan beberapa lembar tiket Box Kementerian, Harry sungguh tidak bisa mencabut semua andai soal Piala Dunia Quidditch dari benaknya. Jadi tidak heran kalau antusiasme tidak henti-hentinya mengalir dari jantungnya ke seluruh bagian tubuhnya semenjak mereka tiba di kawasan pertandingan.
Dia, Michael, dan Tuan Riddle serta Regulus tiba di sana tepat pukul sebelas siang dengan kereta limo terbang. Mereka kemudian menghabiskan waktu menunggu mereka sebagian besar di tenda sebelum dia dan Michael memutuskan berkeliling untuk beberapa jam.
Di saat itulah mereka bertemu dengan keluarga Weasley dan memutuskan untuk berkunjung ke tenda mereka yang ternyata hanya berjarak lima tenda dari tenda Harry dan yang lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
Harry Riddle
FanfictionSang Kegelapan menatap matanya dalam diam. Di antara celah mulut terapal setengah mantra pembunuh, tapi tongkatnya menolak untuk mengantar jampinya. Tangannya merendah seiring iris darahnya bersenggama dengan ratna hijau yang gemerlap di tengah-teng...