Hai semua ketemu lagi dengan penulis abal-abal ini di cerita gak jelasnya wkwk. Gak tau sih, aku gak niat-niat banget soalnya, cuma buat mengisi waktu luang di masa-masa pandemi dan aku bener-bener ngehabisin waktu di rumah.
Btw, di bab ini cuma memuat bagaimana hari-hari pertama Harry di sekolah barunya dan bagaimana dia sadar kalau papanya (Lord Voldemort) gak bisa dikelabuhi dengan mudah. Di sini juga dia bakal dihukum dan ngaku kalau dia penyihir ke teman dekat pertamanya yang seorang muggle.
~oOo~
Manis adalah kata pertama yang melintasi pikiran Harry kalau ada yang bertanya seperti apa Michael baginya. Sejak hari pertama mereka berkenalan, Michael selalu memperlakukan Harry dengan sangat baik. Mulai dari menjelaskan kepada Harry tentang semua hal yang tidak ia mengerti tentang muggle (yang tentunya tidak akan diakuinya pada Michael); sampai memberinya tiga kue cokelat tiap kali jam makan siang. Maklum, papanya sangat membatasinya dalam mengonsumsi makanan manis seperti kue dan cokelat (kecuali buah atau sejenisnya, itu lain cerita).
"Kakakku punya toko kue di tengah kota, dan karena kau adalah anak manis jadi aku berikan kue cokelat. Kata kakakku kalau kita menyukai seseorang maka kue cokelat adalah hadiah terbaik," jelas Michael saat Harry akhirnya bertanya kenapa dia terus memberinya kue dan tidak kepada yang lainnya.
"Kau menyukaiku?" tanya Harry berbinar, dia tidak pernah membayangkan kalau ada orang lain selain papanya dan Reggie yang menyukainya.
"Tentu saja!" jawab anak berpostur tinggi itu sembari mengangguk cepat. "Siapa yang tak menyukaimu? Kau manis, pintar, dan baik! Aku suka berteman denganmu, Harry. Teman selamanya?" Jari kelingkingnya disodorkan untuk Harry.
Harry, yang mengerti maksud kelingi Michael, tampak diam sejenak untuk berpikir. Tentunya dia masih mengingat jelas tentang janjinya kepada papanya beberapa bulan lalu (dan juga kemarin, karena pria itu kembali mengingatkannya) ... tapi dia tidak bisa menolak Michael. Anak itu terlalu manis untuk ditolak. Dan akhirnya keputusan Harry membulat.
Papa tidak akan tahu, pikir Harry sebelum meraih kelingking Michael dengan kelingkingnya sendiri. Senyum cerah terpatri di wajahnya.
"Teman!" Dan mulai hari itu, Harry dan Michael menjadi teman. Hari kelima Harry bersekolah di sana.
Ngomong-ngomong soal sekolah. Harry sangat suka akan sekolah barunya. Di sana dia bertemu dengan banyak anak yang sebaya dengannya (termasuk Michael) dan mereka semua punya kepribadian dan ciri khas masing-masing, membuat Harry dengan mudah mengingat nama mereka semua. Tidak seperti ular-ular di manor yang tampaknya sama saja bagi Harry kecil, kecuali Nagini (ular piton sepanjang lima belas kaki yang selalu mengekori papanya) dan Regulus dalam wujud kobra sepanjang dua belas kakinya.
Di sekolah juga Harry sangat mudah berbaur walaupun pada awalnya ada beberapa kesulitan yang ia temukan karena dia tidak mengerti apa yang dibicarakan oleh anak-anak lainnya. Mulai dari permainan yang biasa mereka mainkan sampai dengan hal-hal aneh yang selalu terikat dengan suatu hal yang bernama "televisi" dan "film". Namun, setelah beberapa hari mendapat pembelajaran dari Michael dan juga beberapa murid lainnya, Harry akhirnya cukup mengerti tentang apa yang mereka bicarakan—tak semua, tapi cukup untuk membuatnya tak terlihat tua.
Selain tentang pemahaman yang berbeda, Harry juga menemukan ternyata busana yang dia dan anak-anak lainnya pakai ternyata berbeda. Di saat yang lainnya (termasuk Michael) memakai kaos, celana pendek, dan sepatu kets; Harry malah mengenakan kemeja dan celana bahan yang dipasangkan dengan sepatu hitam mengilap. Tentu saja Harry pernah meminta papanya untuk mentransfigurasikan pakaiannya, tapi pria itu menolak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Harry Riddle
FanfictionSang Kegelapan menatap matanya dalam diam. Di antara celah mulut terapal setengah mantra pembunuh, tapi tongkatnya menolak untuk mengantar jampinya. Tangannya merendah seiring iris darahnya bersenggama dengan ratna hijau yang gemerlap di tengah-teng...