Hai, aku cuma mau kasih tahu kalau lima bab lagi cerita ini akan selesai🙈
Jangan lupa vote dan tandai typo, ya!😉
🔥 SELAMAT MEMBACA 🔥
Apakah salah satu indikasi dari jatuh cinta itu khawatir? Jika iya, apakah aku benar-benar jatuh cinta? Sebab aku benar-benar mengkhawatirkan keadaannya. Apa ini bukan hanya sekadar rasa khawatir seorang sahabat? Ada apa denganku? – Queena Brylee Juliana
Queen tidak pernah suka bau obat-obatan meski ini hanya di klinik. Ia tidak pernah benar-benar mau menginjakkan kaki ke tempat seperti ini lagi kalau saja Adrian tidak terluka parah. Bau aneh dan menyengatnya membuat Queen kembali mengingat rasa itu.
Rasa kehilangan.
Dan semoga saja kali ini rasa itu tidak kembali membayanginya. Perlahan tapi pasti, Queen melangkahkan kakinya ke meja informasi. Di sana ada seorang wanita yang berpakaian seperti suster sedang memegang gagang telepon.
"Permisi," sapa Queen dengan tersenyum.
Suster membalas senyuman itu. Queen menunggu suster menyelesaikan panggilannya.
"Apa Anda melihat laki-laki dengan cedera di kaki?" tanya Queen harap-harap cemas.
"Sekitar pukul berapa orang yang Anda cari itu dibawa ke sini?" Suster perlu konfirmasi waktu darinya karena kebetulan hari ini banyak pasien yang mengalami cedera.
Queen berpikir sejenak. "Sore ini. Sekitar satu jam yang lalu."
Suster itu tidak langsung menjawab. Ia membuka file di komputer, kemudian menjawab pertanyaan gadis di depannya, "Pasien cedera tibia sudah dipindahkan ke ruang inap Dyamond tujuh, kamar nomor 753."
Queen mengangguk mengerti. Ia mencatat ruangan itu di dalam kepalanya. Ia sangat berharap Adrian tidak mengalami cedera parah hingga harus dioperasi. Dengan tergesa, ia melangkahkan kaki ke ruangan yang sudah disebutkan oleh suster tadi.
Langkahnya terhenti ketika sudah berada di depan ruang yang dimaksud. Tangannya berat meski hanya untuk mendorong pintu itu. Queen mengintip sedikit bagian dalam ruangan itu dari kaca di pintu meskipun ia tahu kalau perbuatannya sedikit tidak sopan.
Samar-samar Queen mendengar perbincangan dari dalam ruangan itu. Ia makin ragu untuk masuk. Tubuhnya sedikit menegang ketika seseorang menegurnya, "Ngapain?!"
Queen, yang sudah tidak bisa berkutik, tersenyum kaku. Ia memberi jalan kepada orang itu yang langsung masuk ruangan Adrian, sedangkan dirinya masih belum berani untuk masuk. Ia menunggu semua orang di dalam ruangan keluar.
Sudah hampir setengah jam Queen berdiri di depan ruangan Adrian, bahkan beberapa tenaga kesehatan dan keluarga pasien lain memperhatikannya dengan tatapan aneh.
Ia mendengkus kecil. Tidak lama setelah itu, beberapa orang yang tadi menemani Adrian sudah keluar. Salah satu dari mereka menyampaikan pesan kepada Queen, "Masuk aja, udah ditungguin."
Blush!
Pipi Queen langsung merona, sontak ia menundukkan kepala dan masuk ke dalam ruangan Adrian. Ia melihat laki-laki itu sedang bersandar nyaman pada tempat tidurnya. Queen melihat beberapa buah tangan dari tamu sebelumnya, kemudian ia meringis. Ia tidak membawa buah tangan. Bagus sekali Queen.
"Kenapa?" tanya Adrian melihat Queen meringis.
Queen mendongak, mendekati ranjang Adrian, dan duduk di kursi. "Nggakpapa," jawab Queen.
Queen mengamati kaki Adrian, sepertinya cedera itu tidak terlalu parah. Namun, tetap saja pasti rasanya sakit. Queen meringis dalam hati melihat infus terpasang pada punggung tangannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
QUEEN ✔
Teen Fiction[COMPLETED] Queena Brylee Juliana harus berurusan dengan masa lalu. Gadis yang masih menginjak bangku SMA ini harus siap menerima konsekuensi dari perbuatannya-yang bahkan tidak ia lakukan. Belum lagi persahabatan yang dinodai dengan sebuah perasaan...