Sebuah mobil sedan hitam tiba di depan pintu gerbang sekolah. Pa Prapto yang merupakan supir milik keluarga Helena turun memencet bel. Suasana gelap malam disambut gemericik air hujan membuat mereka enggan turun.
Pintu gerbang tinggi berwarna coklat yang terbuat dari kayu pun dibuka oleh seorang penjaga laki-laki bertubuh besar. Mobil terus melaju memasuki area parkir. Tepat sekitar 30 meter dari area parkir, berdiri sebuah bangunan besar yang terdiri dari tiga lantai. Bangunan itu tampak begitu kokoh, dengan perpaduan warna tembok bercat krem, dipadu warna kusen jendela berwarna coklat tua. Kelihatan sangat antik.
Helena beserta Mamah dan Papah turun dari mobil menggunakan payung. Perjalanan dari Jakarta menuju Bandung sangat melelahkan. Ditambah macetnya jalan yang membuat kedatangan mereka terlambat beberapa jam dari seharusnya.
Sekilas Helena memandang ke arah lantai tiga. Ada satu kelas yang lampunya menyala.
"Mah, lihat ke atas. Ada seorang wanita melambai. Apa Mamah lihat?"
"Dimana? Ah, kamu ngarang aja. Ini kan sudah malam. Sekolah sudah tutup. Ayo kita temui penjaga asrama yang akan kamu tempati."
Wusshh …
Tiba-tiba angin berhembus kencang. Helena kembali melihat ke arah kelas yang menyala tadi. Gelap. Ah, mungkin aku lelah.
***
Helena memasuki sebuah kamar dibimbing oleh Bu Laras, penjaga asrama putri. Kamar tersebut berada di lantai tiga. Tiap kamar berisi empat tempat tidur atas dan bawah. Dinding catnya berwarna kuning dan dipadu warna hijau pada bagian pintunya. Dari bagian jendela, Helena bisa menatap ke arah danau di belakang sekolah.
Gadis itu melihat-lihat ke arah luar. Namun, tiba-tiba sesosok bayangan putih melintas dari tepi jendela. Ia itu segera menutup gorden bermotif bunga serapat-rapatnya. "Astaga! Huftt!" rutuknya.
"Ada apa Helena?" tanya Bu Laras.
"Ah, enggak Bu. Sepertinya saya lelah."
"Baiklah, Bapak dan Ibu malam ini menginap di mana?" tanya Bu Laras kepada Mamah dan Papah Helena.
"Kebetulan saya sudah booking hotel, Bu. Kalo gitu saya pamit. Saya titip anak saya, Bu," ucap Mamah.
"Tidak perlu khawatir, Bu. Oh ya, malam ini Helena masih tidur sendiri di kamar ini, karena siswa lainnya baru datang esok hari. Kebetulan teman sekamar Helena adalah kakak kelas."
"Iya, Bu, tidak apa-apa. Saya percayakan pada Bu Laras, pokoknya," jawab Papah sambil mengeluarkan bungkus rokoknya.
Mereka pun meninggalkan gadis itu sendirian di kamar.
Helena memejamkan mata, ia sungguh lelah sehingga merasa berhalusinasi parah. Baru lima menit terpejam, tiba-tiba terdengar suara pintu kamar diketuk. Gadis bermata indah perlahan membuka mata dan menajamkan pendengaran. Tidak ada apa-apa, kemudian ia memejamkan mata lagi.
Tok … Tok … Tok …
"Ya Tuhan, apa lagi sih, ini?" Perlahan Helena melangkah turun dari ranjang. Dibukanya pintu kamar yang mengarah ke koridor asrama. Kosong. Ia mulai bergidik dan segera menuju ranjang. Dia pun menutupi tubuh dan wajah dengan selimut tebal.
***
"Pagi!" Helena tersenyum menyapa kedua penghuni kamarnya yang baru datang.
"Oh, anak baru, ya?" ucap salah seorang senior dengan senyum sinis."Kenalin, nama gue Mega. Di sini, gue yang paling berkuasa. Cam kan itu baik-baik!"
"Oh ya? Kita di sini semua sama, Kak," sahut Helena sambil mengenakan seragam barunya. "Orang tuaku bayar uang yang sama dengan orang tua Kakak. Oke?" tambahnya sambil menguncir rambut panjang yang berwarna kecoklatan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wanita Penunggu Sekolah
HorrorHelena memilih pindah ke asrama sekolah karena ingin mendapatkan teman dan suasana baru. Namun, di sekolah tersebut ia justru mendapatkan banyak teror dari makhluk tak kasatmata. Bahkan, seorang sahabat terbaik kerap kali berusaha membunuhnya. Hingg...