Bagas menatap ke arah langit-langit kamar sesaat sebelum pandangan matanya tiba-tiba menjadi gelap. Lelaki tampan berhidung mancung, yang sekilas mirip dengan aktor Indra L Bruggman itu sudah tidak sadarkan diri, disusul teriakan dari Adelia.
Beberapa detik kemudian, Helena yang tadi telah mendorong tubuh papahnya mendadak ikut jatuh pingsan. Ustaz Fadlan membacakan doa sekali lagi sambil mengusap kepala gadis itu, sebelum akhirnya dia benar-benar sadar dan kembali menjadi dirinya sendiri.
Pak Dirman berinisiatif hendak membawa tuannya menuju rumah sakit didampingi oleh Adelia, beserta Helena yang masih shock mendengar penjelasan mamahnya.
"Bu Adelia, coba Ibu ingat-ingat nama yang tadi disebutkan oleh Bapak, sebelum beliau jatuh tidak sadarkan diri," pesan Ustaz Fadlan sebelum mobil yang dikendarai Pak Dirman melaju.
"Baik, Ustaz. Terima kasih banyak," ucap Adelia sambil menangkupkan kedua telapak tangan, lalu memencet tombol penutup kaca jendelanya sambil menundukkan kepala.
Ustaz Fadlan pun diantar oleh Bi Darmi menaiki taksi yang ada di belakang mobil yang dikendarai Pak Dirman. Pria yang rajin berzikir itu mengingat-ingat kembali apa yang diceritakan oleh Helena beberapa saat setelah gadis itu sadar dari kesurupannya. Kepalanya menggeleng-geleng sambil terus melafalkan zikir.
Setengah jam kemudian, Adelia telah sampai di rumah sakit. Pihak dokter di ruang UGD segera menangani luka di bagian luar kepala Bagas, mencoba mengecek respon pasien dengan alat pendeteksi koma. Mereka pun memeriksa keadaan dalamnya dengan melakukan rontgen dan CT-Scan.
"Pasien mengalami benturan yang cukup fatal, Bu. Saat ini keadaannya masih koma. Perbanyak berdoa saja menanti keajaiban dari Tuhan," ucap seorang dokter lelaki berambut ikal sambil memberikan amplop hasil pemeriksaan kepada Adelia.
Wanita itu terperenyak di kursi yang ada di sebelah bed pasien UGD, sambil menutup kedua mulutnya. Begitu pun dengan Helena yang masih berdiri terpaku merasa tidak percaya terhadap apa yang baru saja dia dengar. Dokter pun pamit untuk memeriksa pasien lain.
"Papah ... kenapa jadi begini, Mah?" tanya Helena yang perlahan meneteskan air mata di sudut matanya. Gadis itu mencoba mendekati mamahnya hendak memeluk. Namun, Adelia menolaknya.
Wanita itu segera mendorong tubuh Helena dengan kasar. "Ini semua gara-gara kamu, Helen!"
"Ta-tapi ... Helen enggak ingat apa-apa, Mah! Percaya sama Helen. Demi Allah, Helen enggak ada niatan mencelakai Papah. Helen sayang Papah!" teriak Helena mencoba meyakinkan mamahnya dengan suara yang bergetar akibat isak tangis.
Kejadian yang ia alami benar-benar membuatnya pusing tidak sanggup berpikir lagi. Baru saja dirinya dihukum gara-gara mencelakai Betty sang sahabat, kini giliran dirinya dihakimi karena mencelakai Papah yang paling dicinta.
"Cukup, Helen! Tinggalin Mamah di sini sendiri. Mamah enggak mau lihat wajah kamu dulu." Adelia memalingkan wajah.
Helena bersujud di bawah telapak kaki mamahnya memohon ampun, tetapi Adelia sama sekali tidak menoleh. Wanita itu sibuk dengan pikirannya sendiri. Ia sudah terlalu bersabar mendengarkan laporan dari Bu Laras tentang kelakuan putri semata wayangnya selama di sekolah.
Awalnya ia tidak percaya bahwa putrinya mampu mencelakai orang lain. Namun, kali ini ia dan orang-orang yang menjadi saksi, dapat melihat dengan mata-kepala mereka sendiri, saat Helena sedang berusaha mencekik papahnya, meskipun itu dilakukan di luar kendalinya sendiri.
Helena bangkit, lalu berlari ke luar ruangan. Gadis itu mengedarkan pandangan mencari tempat yang sepi untuk menyendiri. Ia pun berbelok ke taman yang ada di samping rumah sakit. Langkahnya menuju sebuah pohon besar, yang ada kursi di bawahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wanita Penunggu Sekolah
HororHelena memilih pindah ke asrama sekolah karena ingin mendapatkan teman dan suasana baru. Namun, di sekolah tersebut ia justru mendapatkan banyak teror dari makhluk tak kasatmata. Bahkan, seorang sahabat terbaik kerap kali berusaha membunuhnya. Hingg...