Part 14. Sebuah Misi

87 2 2
                                    

Beberapa hari menunggu datangnya hari ini, akhirnya tiba juga saat yang paling dinantikan. Sebagaimana janjinya, setelah pulang sekolah Pak Rangga telah menyiapkan waktu untuk ketiga muridnya yang hendak belajar mengaji di kelas. Ia berusaha menyelesaikan tugas mengoreksi nilai siswa lebih cepat.

Pukul tiga sore, Helena dan Betty telah siap mengganti pakaian dengan busana muslimah yang telah mereka beli di mal beberapa waktu lalu. Mereka sengaja menyelipkan pakaian itu di dalam tas sekolah, agar tidak perlu mengambil ke kamar asrama.

Kedua gadis duduk di meja paling depan sambil sesekali melihat ke arah pintu kelas. Belum ada tanda-tanda guru yang dinanti akan tiba. Ruang kelas sudah benar-benar sepi. Para siswa sudah pulang sejak pukul dua siang. Beberapa kelas yang ada di lantai tiga pun sudah sepi. Hanya ada seorang petugas kebersihan yang membersihkan kelas sebelah.

"Aduh, lama banget, sih, Pak Rangga?" tanya Helena gelisah.

"Sabar, Helena. Kamu itu mau belajar mengaji, atau mau ketemu Pak Rangga? Hayooo ngakuu!" tanya Betty penuh selidik. Sebenarnya ia bisa membaca sikap Helena, tetapi sang sahabat tidak pernah mau mengakuinya.

"Kamu mah gitu terus, deh. Aku tuh serius mau ngaji, Bet. Oh, iya, aku udah cantik belum, sih?" Helena mengeluarkan cermin berukuran segiempat berwarna merah tua. Gadis itu mencoba merapikan posisi pashminanya agar tidak berantakan.

Namun, saat Helena menatap wajahnya pada cermin, tanpa sengaja cermin itu bergerak ke arah kanan. Spontan saja gadis itu menoleh ke arah cermin. Betapa sialnya, ia harus melihat bayangan seorang wanita berambut panjang yang tengah duduk tepat di belakangnya.

Helena segera menoleh cepat, memastikan apakah wujud itu benar adanya. Namun, tidak ada siapa-siapa.
Lagi, gadis itu menoleh ke arah cermin karena rasa penasaran yang begitu kuat. Begitu ia melihat, sosok wanita itu masih memandangnya dari arah cermin.

"A-Aaaa! Tidaaak!" Helena berteriak dan segera bangkit dari duduknya. Ia mencoba untuk berlari, tetapi sayang, ada yang menarik tangannya.

"Helen? Kamu kenapa?" tanya Betty yang Heran menyaksikan sikap Helena tiba-tiba berubah.

Wajah Helena pucat dan berkeringat. Gadis itu berdiri di sisi kursinya tanpa bisa beranjak. "Toloong! Ada yang menarik tanganku, Bet!"

"Mana?" tanya Betty yang semakin heran melihat Helena menarik tangannya sendiri.

Beberapa saat kemudian, tibalah Pak Rangga di ambang pintu, lalu segera mendekat ke arah Helena yang terus berteriak.

"Helana! Sadar!" Pak Rangga menepuk bahu Helena sambil membaca basmallah.

"Astagfirullah ... ada wanita yang selalu mengikuti saya, Pak!" ucap Helena sambil mengatur napas.

"Mana? Enggak ada. Kamu itu kebanyakan nonton film horor, ya?" canda Pak Rangga mencoba mencairkan suasana.

"Duduk dulu, Helen!" seru Betty sambil menarik lengan sahabatnya. Ia mengeluarkan sebuah botol minuman yang dibawa sejak tadi pagi.

Pak Rangga belum memulai mengaji karena masih menunggu kedatangan Andika. Sambil menunggu, lelaki itu menantikan suara azan yang berbunyi dari alarm gawainya. "Kita salat dahulu sebelum belajar. Ayo, kalian berwudu!"

Helena dan Betty keluar dari kelas menuju toilet yang ada di pojok koridor. Letak toilet itu berseberangan dengan ruang kelas Helena. Sepi, tidak ada siapa-siapa. Dengan perasaan yang masih ketakutan, gadis itu melangkah pelan-pelan di belakang Betty.

"Udah, dong, jangan takut terus. Kita 'kan mau salat, sayang." Betty berjalan di depan Helena. Gadis itu memohon izin untuk buang air kecil dulu.

Di dalam toilet lantai tiga yang sepi, kembali Helena diganggu oleh suara-suara aneh. Terdengar suara seseorang memanggilnya perlahan. Gadis pemilik hidung mancung itu mencoba menyalakan keran air pada wastafel sambil terus waspada dan melihat ke arah cermin di depannya. Ia berjaga-jaga karena takut bayangan tadi muncul lagi.

Wanita Penunggu SekolahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang