Part 9. Jangan Mendekat!

84 1 0
                                    

"Jadi ... siapa yang mendorongku barusan?" tanya Helena pada dirinya sendiri dengan suara yang sedikit gemetar.

"A'udzubillaahi minasy syaithoonirrojiim, bismillaahirrohmaanirrohiim!" ucap Helena untuk menghalau rasa takutnya.

Helena urung melanjutkan salatnya karena harus mengulang lagi dari rakaat pertama. Segera ia melepaskan mukena. Dengan suasana hati yang masih sedikit ketakutan, gadis itu menuju ranjang untuk beristirahat.

Pandangannya sengaja menghadap ke arah tembok di sisi kasur. Ia takut ada yang mengganggunya lagi. Berkali-kali gadis itu mencoba memejamkan mata, tetapi semua bayangan tentang hal-hal yang menyeramkan terus saja mengisi pikiran.

"Ada apa dengan diriku? Kenapa syaitan terus menggangguku? Ya Allaah, semoga Engkau selalu melindungi hamba," gumam Helena.

Seketika muncul ide untuk menyalakan musik sambil memasang headset di telinga, agar rasa takutnya hilang. Ia tiba-tiba teringat sebuah amplop yang diberikan oleh kakak kelasnya beberapa hari yang lalu.

Helena turun dan mencari amplop itu. Ia hendak membaca isinya selagi yang lain masih tertidur. Perlahan dibukanya amplop berwarna kuning. Tertulis di bagian depan amplop, nama seseorang yang baru diingat oleh Helena. Andika, begitulah nama pangggilannya.

Dear, Helena ...
Aku tahu bahwa bunga itu indah.
Tetapi bagiku, senyummu lebih indah.

Helena tergelak membaca isi surat dari Andika. Sambil memejamkan mata, gadis itu berusaha mengingat wajah pemuda yang telah memberinya surat. Rupanya ia benar-benar tidak mengingatnya.

Semakin berusaha mengingat, gadis itu justru membayangkan wajah Pak Rangga yang terus menghiasi pikiran. Suaranya, sorot mata dan senyum khas sang guru perlahan berhasil menyeret Helena ke dalam lamunan.

Dalam lubuk hati Helena tidak menyadari bahwa rasa itu sebaiknya tidak tumbuh karena hubungan mereka hanyalah sebatas guru dan murid.

Perlahan-lahan mata Helena tanpa sengaja terpejam sambil memegang surat pemberian Andika.

***
Pukul lima pagi alarm Helena berdering, dan berhasil membagunkan si pemiliknya. Segera ia bangun, lalu mempersiapkan diri untuk salat subuh. Gadis itu meletakkan amplop yang tadi dibuka di atas meja belajarnya.

Selesai melakukan salat subuh, Helena membuka sebuah juz amma yang dilengkapi dengan terjemah dan bacaan latin. Dengan terbata-bata, gadis itu mencoba menghafal dan memahami makna yang terkandung dalam surat terakhir dalam Al-Quran tersebut.

"Qul a-uuju, qul a-udzu. Ahhh, susah amat, sih!" rutuk Helena sambil menepuk dahinya. Gadis itu melanjutkan dengan membaca terjemahan dari surat An-Naas.

Katakanlah, “Aku berlindung kepada Tuhannya manusia. Raja manusia. Sembahan manusia. Dari kejahatan (bisikan) setan yang bersembunyi, yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia, dari (golongan) jin dan manusia.”

Sejenak ia terkagum membaca makna dari surat tersebut. Ternyata, begitu dalam Allah menyampaikan firmannya.

"Jadi ayat ini berisi permohonan perlindungan kepada Allah, salah satunya terhadap godaan jin dan setan? Wah ... keren!" ucap Helena sambil menjentikkan jari.

Ritual di suasana subuh kali ini membuat mata Helena kembali dihampiri rasa kantuk. Gadis cantik itu perlahan merebahkan diri di atas sajadah tanpa melepas mukena.

Beberapa saat setelah netranya terpejam, tubuh Helena terbawa dalam suasana yang gelap. Ia berada di sebuah ruangan kosong dan sepi. Kaki dan tangan gadis itu terikat oleh tali. Tampak Betty, Mega dan Shalin berdiri sambil menatapnya tajam.

Wanita Penunggu SekolahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang