Part 12. Pendekatan

93 1 0
                                    

Malam yang masih terus diguyur hujan, ditambah minimnya penerangan membuat Helena sesekali terjatuh akibat jalan yang licin. Betty terus menggandeng lengan sahabatnya seolah tidak ingin berpisah.

"Kamu tidak apa-apa, Helen?" tanya Betty saat menolong Helena untuk bangun.

"Aduh, berat juga, ya, si Mega ini? Kapan sadarnya, sih, ini anak?" gerutu Andika.

"Sabar, Kak. Orang sabar disayang Allah," canda Betty.

Helena tanpa sengaja ikut tertawa kecil akibat mendengar percakapan Andika dan Betty. Gadis itu sambil sesekali mengarahkan cahaya lampu senter ke arah kiri dan kanan melewati koridor sekolah yang gelap.

Demi menghilangkan rasa takut, sesekali Andika terus mengajak ngobrol kedua gadis dengan candaan yang terkadang tidak lucu. Betty fokus memegang lilin karena khawatir mati jika tertiup angin.

Sampailah mereka pada pintu masuk di lantai satu asrama. Di sana ada seorang penjaga laki-laki yang bertugas menjaga gerbang di bawah tangga.

Segera Andika yang merasa lelah menggendong tubuh Mega, meletakkan gadis itu di kursi satpam. "Sampai sini, ya?" tanyanya pada Helena dan Betty.

"Thanks," jawab Helena tanpa menatap wajah Andika.

"Sama-sama, cantik." Pemuda itu terus menatap wajah Helena sambil tersenyum.

Betty menyerahkan lilinnya sambil mengucapkan terima kasih. Andika berlalu meninggalkan mereka. Tidak lama kemudian, listrik kembali menyala.

"Ada apa, ini?" tanya Pak Satpam.

Helena memberitahu bahwa Mega pingsan, lalu menjelaskan kejadian di dalam ruang perpustakaan.

Pak Satpam berusaha membangunkan Mega dengan memberi minyak angin dan teh hangat hingga gadis itu bangun. Tubuh Mega masih pucat dan dingin. Selang beberapa waktu, akhirnya Mega bisa sadar. Dengan bantuan Helena dan Betty, gadis itu berhasil naik ke kamar mereka di lantai tiga.

***

Keesokan hari, Helena sudah bersiap-siap berangkat menuju sekolah. Gadis itu memakai seragam berwarna putih dengan paduan rok warna merah bermotif kotak-kotak, senada dengan warna dasi yang dikenakan. Sebelum berangkat, ia menyempatkan diri bercermin sambil menyisir rambut dan membiarkannya tergerai.

Betty tampak sedang memasukkan buku ke dalam tas, lalu mengenakan rompi rajut berwarna merah. Gadis itu menoleh ke arah Mega yang masih terbaring dan menutup diri dengan selimut. Ia mendekati dan berusaha membangunkan kakak kelasnya.

Terdengar suara lirih Mega memanggil-manggil nama Shalin. Gadis itu meracau menyebut-nyebut nama sahabatnya. Saat diraba oleh Betty, suhu tubuhnya sangat panas.

"Ya Allah, badan Kak Mega panas banget, Helena!" ucap Betty dengan wajah cemas.

Helena segera mendekat dan memegang jemari Mega. "Iya, benar. Kita harus lapor Bu Laras!"

Betty mengambilkan segelas air hangat, lalu meminumkannya pada Mega sedikit demi sedikit. Bibir gadis itu tampak begitu pucat dan kering.

Helena pergi ke luar dan memberitahu Bu Laras bahwa Mega jatuh sakit akibat kejadian semalam. Wanita itu segera menghubungi dokter yang bertugas di asrama sekolah.

"Semalam kami diganggu arwah Kak Shalin di perpustakaan, Bu," jelas Helena saat dokter memeriksa keadaan Mega.

"Arwah?" tanya dokter perempuan berambut sebahu yang memeriksa Mega.

"Kalian ini selalu saja cerita yang aneh-aneh. Itu hanya alasan saja katena kalian melarikan diri saat saya beri hukuman semalam. Betul, 'kan?" tuduh Bu Laras.

Wanita Penunggu SekolahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang