Helena terkejut melihat isi kamar Bu Laras yang penuh sesajen. Maksud hati ingin bertanya, tetapi kondisi Betty yang mendadak pingsan membuatnya mengurungkan niat.
"Betty! Betty!" Helena menepuk-nepuk pipi Betty. Meskipun Gadis itu masih diliputi rasa ketakutan akibat peristiwa tadi, tetapi kekhawatiran terhadap kondisi Betty mengalahkan segalanya.
"Ada apa ini? Sedang apa kalian di depan kamar saya?" tanya Bu Laras marah.
"Maaf, Bu Laras. Tolong saya! Betty hampir saja membunuh saya! Tapi saya tidak mengerti kenapa tiba-tiba ia pingsan!" jelas Helena dengan napas yang masih tersengal-sengal.
"Bunuh? Apa maksudmu? Kamu itu mengganggu saja! Sudah saya bilang, jangan pernah datang ke kamar saya di malam hari! Apa kamu tidak mengerti?" Bu Laras segera menutup pintu dan menguncinya dari luar. Segera ia membantu Helena memapah Betty ke kamar.
Begitu tiba di kamar dan sadar, Betty benar-benar tidak mengingat apa-apa.
"Apa? Benarkah begitu? Aduh, kepalaku pusing banget. Badanku terasa lemas." Betty merasa terkejut saat mendengar pengakuan Helena. Ia segera meminum segelas air putih yang disuguhkan Bu Laras.
"Itu benar, Betty. Bu Laras, saya bicara jujur, Bu! Andai ada saksi yang melihat, pasti tidak akan ada yang mengira saya berbohong," jelas Helena.
"Kamu yakin bukan hal sebaliknya yang terjadi? Kalau begitu, kenapa justru Betty yang terjatuh, bukan kamu?" Bu Laras bertanya balik.
"Apa maksud Ibu?" Mata Helena membulat.
"Sebentar, tapi ... saat tertidur, aku merasa tubuhku ini menjadi sangat ringan. Sekilas dalam bayanganku, seperti mendengar seseorang berbisik di telinga. Entahlah ... aku benar-benar tidak ingat apa-apa Helena."
"Mana mungkin kau ingat. Kau kesurupan, Betty! Bu Laras, saya akan menelepon Papah. Asrama ini mengerikan, Bu. Saya mau pulang!"
"Jangan begitu, Helena. Baiklah, baiklah ... Ibu percaya padamu. Sekarang apa maumu?"
"Aku benar-benar minta maaf padamu, Helena. Kumohon, jika itu terjadi, benar-benar hal yang diluar kendaliku. Please." Betty memegang jemari Helena.
Helena mendengkus kesal.
"Ya, tidak apa-apa, Bet. Istirahatlah!"Sementara itu, sepanjang malam mata Helena terus terjaga, karena ia khawatir Betty akan kesurupan lagi. Dalam hatinya bertanya-tanya mengapa arwah yang merasuki tubuh Betty berusaha membunuhnya.
"Helen mau pulang, Pah! Enggak ada yang percaya sama Helen. Lebih baik Helen pindah sekolah!" ucap Helena saat menelepon Papahnya.
"Ya Allaah ... kasihan sekali anak Papah. Tenang, Papah percaya, Sayang. Tapi, Papah belum bisa pulang ke Indonesia, jadi kamu bertahan sampai Papah pulang, ya?"
Helena bergeming sesaat seraya berpikir."Baik, Pah."
***
Keesokan harinya, atas permintaan papah Helena, Betty dipindahkan oleh Bu Laras ke kamar 202 di lantai dua.
Sebenarnya, Helena merasa bimbang. Sisi baiknya melihat Betty sebagai seorang sahabat yang selalu setia menemani. Di lain sisi, ia belum bisa melupakan trauma yang dialami akibat kejadian malam itu. Akhirnya, gadis itu pun hanya bisa pasrah terhadap perintah sang Papah.
Sejak kejadian malam itu, Helena benar-benar menjauhi Betty. Meskipun ia berpikir bahwa mungkin saja sang sahabat bertindak seperti itu bukan atas kehendaknya. Tetap saja, ada rasa khawatir kejadian itu akan terulang.
Semua penghuni asrama dan sekolah sudah mendengar berita itu dari mulut Bu Laras saat hendak mempersiapkan kepindahan Betty ke kamar lain.
Betty tampak mengemasi barang-barangnya menuju kamar di lantai dua. Sebelum pindah, ia berpamitan pada sahabatnya sambil menangis terisak. "Sekali lagi maafkan aku, Helena."
Helena hanya mengangguk pelan. Perlahan bulir-bulir air mata menetes mengingat semua kebersamaan dengan Betty. Namun, ia percaya ini pasti yang terbaik.
***
Pelajaran Matematika berlangsung di jam terakhir sebelum makan siang. Helena sedang konsentrasi memperhatikan penjelasan dari Bu Disty. Namun, tiba-tiba suara di dalam kelas mendadak sepi. Ia menoleh ke kanan dan kiri. Kelas mendadak gelap dan kosong.Ya Tuhan, apakah aku bermimpi?
Helena kembali melihat ke arah depan kelas. Hanya Bu Disty yang sedang berdiri menatap ke arahnya. Guru cantik itu terdiam dan semakin mendekat. Perlahan-lahan wanita itu melangkah ke arahnya.Tiba-tiba wajah Bu Disty yang cantik berubah menjadi putih pucat. Rambutnya tergerai panjang sampai ke lantai. Baju yang dikenakan berubah menjadi warna putih panjang terkena bercak darah.
"Helenaaa ...." Suara Bu Disty yang berubah menjadi sesosok makhluk menyeramkan mendekati telinganya.
Anehnya, kaki dan tangan Helena mendadak terpaku di tempat duduk. Bulu kuduknya seketika meremang. Lidah gadis itu terasa kelu dan tercekat untuk berkata. Kaki gemetar dengan beberapa butir peluh yang menetes. Beberapa saat ia terjerat dalam suasana ketakutan yang hanya dirasakan sendiri.
"Aaa ... pergiii! Pergiii!" Helena berhasil berteriak sekencang-kencangnya saat wajah menyeramkan itu berada tepat di hadapan wajahnya tanpa jarak.
"Helena! Sadar, Helena! Sadar!" Bu Disty mengguncang-guncangkan bahu Helena.
Suasana kelas kembali ramai. Bu Disty yang ada di hadapan Helena kini berubah lagi menjadi guru yang sebenarnya.
Helena menoleh lalu melihat suasana di sekelilingnya. Teman-teman sekelas berkumpul mendekati dengan tatapan aneh. Kemudian ia menengok ke arah Betty yang duduk di kursi pojok belakang.
Sahabatnya itu hanya menatap Helena dengan tatapan iba. Kali ini, gadis yang biasa pemberani benar-benar berada di level ketakutan.
“Sa-saya … enggak apa-apa, Bu. Tadi … tiba-tiba wajah Ibu seperti hantu.”
“Hantu?” Bu Disty menatap Helena dengan penuh tanda tanya.
***
Kejadian itu sampai ke telinga kepala sekolah dan staf guru. Mereka semua merasa aneh. Memang, di sekolah dan asrama ini sudah tidak asing lagi terdengar kisah-kisah mistis dan ghaib. Namun, semua kisah yang beredar hanyalah cerita belaka. Selama ini, tidak ada gangguan makhluk dialami oleh penghuni sekolah, melebihi apa yang dialami Helena.
Setelah satu minggu berlalu, mendadak Helena teringat kejadian di depan kamar Bu Laras. "Bu Laras? Sebenarnya apa yang dilakukan Bu Laras?" gumamnya sambil menyalakan laptop di kamarnya.
"Ehhh, Helena. Lu tuh cari sensasi ya di sekolah ini? Lu pengen terkenal? Hah?" tanya Mega yang baru saja memasuki kamar.
"Sensasi? Sensasi apa, Kak?"
"Itu, cerita hantu lah, pembunuhan lah. Halaaah!"
"Jadi, Kak Mega enggak percaya sama aku?"
"Ya, bisa aja kan? Lu ngarang, supaya terkenal. Kasihan temen lu si Betty. Dia dijauhi orang!"
"Cukup Kak! Jaga bicara Kakak atau ...." Helena bangkit dari kursi belajarnya.
"Atau apa? Atau lu mau ngadu ke Bokap lu yang katanya dulu seorang ...."
"Mega! Cukup, Mega!" Kali ini Shalin mencoba menengahi pertengkaran saat merasakan sesuatu yang aneh.
Di pukul satu malam itu, tiba-tiba udara menjadi sangat dingin. Dari jendela kamar terdengar suara wanita menangis dan tertawa."Ihihihiii … hihiii ... Haahaahaa ...." Suara dari sosok hantu wanita berambut panjang melayang di balik jendela kamar.
Mega dan Shalin ikut merasa ketakutan akibat penampakan yang dilihat. “Han … hantuuu!” teriak mereka.
***
BersambungHallo teman-teman. Terima kasih sudah berkenan membaca. Semoga suka ya.
Jangan lupa vote and comment.
❤️❤️❤️
KAMU SEDANG MEMBACA
Wanita Penunggu Sekolah
HorrorHelena memilih pindah ke asrama sekolah karena ingin mendapatkan teman dan suasana baru. Namun, di sekolah tersebut ia justru mendapatkan banyak teror dari makhluk tak kasatmata. Bahkan, seorang sahabat terbaik kerap kali berusaha membunuhnya. Hingg...