Part 7. Kunjungan Mendadak

107 2 9
                                    

Sebagai hukuman atas kesalahan, Helena dan Mega diperintahkan untuk membersihkan piring bekas makan malam penghuni asrama. Beberapa tumpukan piring telah dicuci dan dibersihkan oleh petugas kebersihan. Sisanya, bagian Helena dan Mega.

Dapur tempat mencuci piring itu berada di bagian belakang aula asrama. Pada bagian jendela kayu berwarna hijau tua yang terbuka, Helena dapat melihat ke arah pohon-pohon besar yang berdiri tegak.

"Hiy ... syeremmm!" Helena bergidik ngeri saat menengok ke arah luar jendela.

"Dasar, penakut!"

"Ah, semua ini gara-gara Kak Mega! Aku belum pernah nyuci piring kayak gini, Ka!" keluh Helena sambil menggosok bagian piring kotor dengan busa spon.

"Yaelah, lu piker gue pernah?" ucap Mega sambil membilas piring yang telah dicuci dengan sabun.

"Apa sih, salahku?"

"Halah, pura-pura enggak tau. Tadi, Andika nyamperin elu, kan?" tuduh Mega.

"Nyamperin? Andika yang mana?"

"Andika, cowok kelas tiga."

"Engga tau, ah. Aku enggak inget."

"Cowok yang tadi ngasih elu surat. Inget?"

"Oh, itu? Kakak kenal? Aku juga baru ketemu sekali."

"Lu jangan deket-deket dia lagi! Dia itu gebetan gue sejak gue kelas dua. Paham?

"Hah? Hahaha ... Kakak cemburu, rupanya. Amit-amit, deh." Helena bergidik.

"Jadi, Lu beneran enggak kenal?"

"Sumpah, deh! Aku tuh baru pertama ketemu. Kalau begitu, Kakak yang salah paham. Kakak harus minta maaf sama aku."

"Ogah."

"Aku janji, enggak akan dekat-dekat cowok itu, Kak." Helena tersenyum manis mencoba mencairkan suasana.

Percakapan mereka sedikit terusik saat terdengar suara daun jendela yang mendadak tertutup angin. Helena dan Mega sedikit terkejut saat menyadari hal itu, lalu saling bertatapan.

Tidak lama kemudian, terdengar suara jendela itu diketuk dengan sangat kencang. Bulu kuduk Helena terasa meremang, sehingga gadis itu ragu untuk membuka jendela.

Lagi, jendela diketuk beberapa kali. Kini Mega beralih ke belakang punggung Helena. "Kita kabur, yuk!"

"Kakak mau hukuman kita ditambah sama Bu Laras?"

"Ya enggak lah! Tapi ... itu siapa sih, ngetok-ngetok? Lu buka, deh!"

Perlahan-lahan Helena memberanikan diri saat mencoba untuk membuka jendela yang diketuk-ketuk. Jantungnya berdegup kencang seolah-olah hendak meledak.

Kreeek ...
Suara jendela kayu perlahan dibuka oleh Helena. Namun, di sana tidak ada siapa-siapa. Hal itu justru membuat Mega semakin takut dan memegang lengan Helena dengan kuat.

"Tuh, kan. Apa gue bilang? Ini pasti dedemit lagi, nih. Ayo, ah, kita kabur!" ucap Mega sambil menarik lengan Helena.

Namun, Helena bersikeras untuk tetap berada di tempat. Ia khawatir akan mendapatkan hukuman yang lebih dahsyat lagi bila meninggalkan hukuman Bu Laras.

Dengan rasa ketakutan yang semakin menyergap, ia lanjut mencuci piring sisa yang belum tercuci. "Dasar, penakut! Ngatain gue penakut. Sendirinya malah kabur. Amsyong, deh," rutuk Helena sambil berusaha mengilangkan rasa takutnya.

Gadis itu menyanyikan lagu dari daerah Aceh yang menjadi backsound tari Saman. Saat ia menyanyi, terdengar suara seseorang dari belakang juga ikut menyanyi.

Wanita Penunggu SekolahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang