Part 6. Sahabat Sejati

111 3 2
                                    

Betty mulai gelisah, menyadari sahabatnya belum kembali ke asrama. Hari sudah semakin gelap. Azan Isya telah berkumandang. Beberapa penghuni asrama bersiap turun untuk menikmati makan malam, termasuk Mega dan Shalin.

"Helena kok belum pulang, ya? Kak Mega tadi latihan bareng, kan?" tanya  Betty sambil berdiri di hadapan Mega.

"Iya, tadi sih ada. Pas pulang kita enggak ketemu, tuh," jawab Mega sambil memilin-milin ujung rambut.

Betty segera duduk di tepi ranjang sambil berpikir. Perlahan jemarinya meraih gawai di atas meja berbahan kayu jati. Ia mencoba menekan tombol telepon saat menemukan nomor kontak Helena.

Berkali-kali Betty mencoba menghubungi nomor Helena, tetapi hanya terdengar suara operator.

“Eh, tu bocah lagi ngapain, ya?” tanya Shalin bisik-bisik saat berdiri di ambang pintu.

“Paling lagi teriak-teriak ketakutan. Atau mungkin lagi nangis. Kalau biasanya sih, ngadu sama emaknya! Hahaha,” ucap Mega. “Ups, keceplosan!” tambahnya sambil melirik ke arah Betty.

“Apa maksudnya?” tanya Betty dengan mata yang membulat.

“Duh … duh! Sahabat lu, yang horang kaya itu, lagi gue kurung di ruang tari! Hahaha,” Mega tergelak.

“Jadi, Helena terkunci? Keterlaluan kalian! Mana kuncinya?”

“Udah gue buang tuh, di tong sampah! Hahaha,” ledek Mega.

“Tega sekali, kalian! Apa sih, salah Helena?” Betty segera beranjak dari duduk. Ia berlari tanpa memedulikan kedua orang seniornya, lalu menuruni anak tangga. Gadis itu memberanikan diri untuk menuju ruang tari yang sepi. Ia tidak memperhatikan orang-orang di sekelilingnya. Pandangannya fokus pada bayangan tentang sahabatnya.

Bruk!
Betty terjatuh di depan sebuah meja yang berada di depan aula, tempat penjaga catering duduk.

“Betty, kamu tidak apa-apa?” tanya Pak Rangga yang kebetulan hendak masuk ruangan.

“Ti-tidak, Pak!”

“Sudah makan?”

“Belum, Pak. Sa-saya mau ke ruang tari,” ucap Betty merasa gugup saat berhadapan dengan Pak Rangga.

“Oh, ya? Untuk apa? Ini sudah malam.”

“Helena ... terkunci di sana, Pak!”

“Astaghfirullah. Ayo kita bantu!” Pak Rangga segera berlari di depan Betty.
Mereka berlari terengah-engah, hingga sampai di depan ruang tari yang gelap.

“Mana kuncinya?” tanya Pak Rangga.

“Kak Mega bilang, mereka membuangnya ke tong sampah, Pak.”

“Benar-benar keterlaluan!”
Pak Rangga mengetuk pintu. Lelaki itu memanggil-manggil Helena setengah berteriak. “Helena … kamu baik-baik saja di dalam?”

Helena yang terdengar sedang menangis segera menjawab, “Tolong saya, Pak!”

Betty membalikkan tong sampah yang berisi beberapa plastik sisa minuman. Ia rela mengotori tangan demi bisa menemukan kunci. Pak Rangga yang merasa kasihan, ikut membantunya mencari kunci.

“Nah, ini dia, Pak!” Betty memberikan sebuah kunci ke tangan Pak Rangga. Kali ini gadis itu tanpa sengaja menyentuh telapak tangan sang guru, meskipun telah sangat berhati-hati.

Sesaat netra mereka saling bertatapan. Namun, seperti biasa, Betty menghindar dengan mengalihkan pandangan. Pak Rangga yang merasa canggung segera membuka pintu, dan mendapati Helena yang sangat ketakutan.

Wanita Penunggu SekolahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang