Chapter 75.

5.5K 328 16
                                    

🔞 part ini mengandung unsur dewasa yang intens, dari awal sampai akhir. Bagi yang tak ingin membaca hal-hal seperti itu, silahkan melanjutkan ke part selanjutnya. Dan kalau kamu berniat membaca, diminta kebijakasanaanya dalam membaca. .


Aku tak bisa terfokus pada halaman novel Tess of the d'urbervilles, aku mencoba membacanya namun pikiranku terpecah pada petak-petak masalah yang belum terselesaikan. Sudah semenjak pagi pikiranku terpaut pada ancaman Marlone, tapi aku masih belum bisa mendapatkan jawaban. Terlebih lagi ini bukan hanya menyangkut diriku, tapi ibuku dan teman-temanku. Minho telah mengecek tempat Sona dan menyingkirkan beberapa kamera tersembunyi yang diletakan dirumahnya, Minho bilang beberapa minggu yang lalu Sona memanggil teknisi untuk memperbaiki televisi dirumahnya dan menurut dugaan Minho, saat itulah mereka memang kamera tersembunyi di rumah Sona. Sementara untuk ibuku, Minho sudah mencoba mengunjunginnya tapi ibuku menolak, sepertinya ibuku tahu kalau kedatangan Minho adalah atas perintah dariku untuk membujuknya. Yah, secara garis besar itu memang benar tapi aku lebih mengkhawatirkan keselamatannya. Tapi setidaknya ibuku baik-baik saja.

Saat aku melihat sepintas dari tempatku duduk, di sofa ruang utama. Senja telah menyelimuti penthouse ini dengan bayangan abu-abu gelap. Aku menutup novel milik Thomas hardy, meletakkannya di sampingku. Aku bersandar pada sofa, merasa lelah karena sepanjang hari aku sibuk memeriksa seluruh penthouse untuk mencari kamera tersembunyi lainnya tapi hasilnya nihil.

Aku tahu Jungkook telah pulang, bukan hanya dari suara ketukan langkah sepatu pentofel di lantai marmer, melainkan karena aku bisa mencium aroma musim panas dan lautan yang semakin mendekat dan itu adalah aroma tubuh dari Jungkook. Ketika aku menoleh, Jungkook sudah berdiri tak jauh dariku. Dengan senyuman khasnya yang seperti kelinci— kelinci bertubuh kekar dan nakal. Dia terlihat makin terlihat tampan dengan kemeja hitam yang diselipkan kedalam celananya, membuat lekuk pinggang kecilnya terlihat. Rambutnya masih sangat rapih, oh aku ingin sekali mengacak-acaknya. Kancing kerahnya terbuka dengan dasi perak yang menggantung dengan longgar.

Dasi pemberianku!

Dan dia membawa rangkaian bunga lili putih di gengamannya.

Aku segera melompat kepelukannya, melompat dalam arti harfiah. Melingkarkan kakiku di pinggangnya dan dia segera menahan tubuhku dengan menopang bokongku dengan tanganku. Dan bibirku segera mencari bibirnya, melumat habis bibirnya yang terasa manis dan segar. Lidahnya menggodaku, bermain dengan lihai di dalam mulutku. Bibirnya seolah-olah hanya dicetak di bibirku, dibuat untukku. Aku membenamkan tanganku dirambutnya dan mengancak-acaknya. Saat kehabisan udara, aku melepaskan ciumanku, dia mencium sudut mulutku, diikuti oleh hidungku lalu bibirku lagi.

"Aku merindukanmu," bisiknya.

"Aku juga," balasku.

Dia menurunkanku dan memberikanku rangkaian bunga itu, bunga yang sangat indah, kelopak putih dengan tangkai daun berwarna hijau memberikan kombinasi yang indah. Dan baunya sangat harum, terasa seperti musim semi. "Terima kasih," ucapku seraya menghirup aroma bunganya. Aku tak sebenarnya terlalu menyukai bunga lili, aku lebih suka mawar atau dahlia, tapi selama Jungkook yang memberikannya aku tak masalah.

Dia membawa tangannya untuk membelai rambutku, "apa noona sudah makan?"

Aku menggeleng, "aku menunggumu untuk makan bersama," aku menunjuk dasi yang menggantung dilehernya, "kau memakai dasi pemberianku."

"Tentu saja," dia melonggarkan dasinya, menariknya hingga simpulnya terlepas dan membebaskan dari lipatan kerahnya.

Mataku terpaku pada dasi perak itu, membayangkan apa yang bisa dia lakukan menggunakan dasi itu. Menggikat tanganku dan mulai bermain. Ya ampun, aku ingin bermain. Dewi Aphrodite yang beberapa hari ini sedang mendengkur tiba-tiba terbangun dan melompat, lapar akan permainan Jungkook.

Vengeance (S1) ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang