Chapter 21.

6.4K 688 16
                                    

Aku pernah membaca sebuah kutipan dari seorang poetry asal Irlandia, Oscar Wilde. Dia bilang, “Segala sesuatu didunia adalah tentang seks kecuali seks. Seks adalah kekuatan.”

Dan aku setuju dengannya, ketika seks membuatku melakukan hal diluar nalarku. Menyerahkan diri pada sang iblis berwajah malaikat yang murni, Jeon Jungkook. Ya—dialah yang telah membuatku mencicipi seteguk dosa yang disuguhkan olehnya, menambah diriku yang sudah penuh dengan dosa ini dengan dosa lainnya. Salahnya yang telah membuatku mencicipi dirinya, dan salahnya karena aku merasa kelaparan akan nikmat yang ia berikan padaku. Aku ingin menyicipi dirinya lagi.

Aku seharusnya menangis.

Aku seharusnya bergemetar, meringkuk di sudut kasur. Memohon pergi darinya setelah apa yang ia lakukan padaku. Dia memperkosaku— atau setidaknya itu yang ia lakukan sebelum akhirnya aku memberinya kendali penuh atas diriku yang membuat kedua pangkal pahaku terbuka lebar untuknya, memohon padanya agar ia menghancurkanku dengan segala kenikmatan yang ia berikan hingga aku tunduh padanya. Dengan kelicikan dan manipulasinya dia berhasil membawaku secara paksa dan mengikat tanganku, membuatku tak terpedaya. Namun nyatanya renjana akan dirinya begitu kuat kurasakan.

Aku tak mudah ditundukkan dan tak mudah diperdaya, aku suka memegang kendali atas diriku atau orang lain. Menyakiti orang lain dan melihat mereka menderita karena diriku. Aku selalu berada di puncak rantai makanan dengan bermodalkan pesona dan iblis dalam diriku. Hingga akhirnya, iblis dalam diriku menyerah pada seorang Jeon Jungkook yang membuatku berada di rantai makanan paling bawah dengan dia yang berada di atasku. Di atas tubuhku.

Aku memang takut terhadap dirinya, bukan karena apa yang telah ia lakukan tetapi pada apa yang ia bisikan dikupingku. Tiga kata yang membuat iblis di kepalaku bertekuk lutut dan gemetar di depannya, sebuah pengakuan cintanya lah yang membuatku takut. Sudah tak terhitung rasanya mendengar pengakuan cinta dari para lelaki yang menjadi korbanku, namun ucapan mereka tentang cinta hanya bagai angin lalu untukku. Namun ketika Jungkook yang mengutarakannya padaku, duniaku seketika runtuh luluh lantah hingga aku melupakan keberadaanku di semesta ini, melupakan siapa diriku sebenarnya, melupakan tujuanku.

Kebodohan yang kulakukan semakin bertambah semenjak aku bertemu dengannya dan aku—tak akan menambahkan kebodohanku dengan terjatuh ke dalam buaian kata cintanya yang terasa begitu nyata dan tulus. Tidak, aku tak sebodoh itu. Aku harus menggunakan iblis yang tersisa di tubuhku untuk melawan iblis seperti Jeon Jungkook.

Sensual, deep and dominant. Kombinasi yang mematikan yang dikuasai oleh Jungkook yang sekarang sedang kupandangi punggunya dari balik meja dapur yang sedang ku duduki.

Dengan satu tanganku menopang daguku dan dengan jemariku yang ku ketuk-ketukan dengan malas di atas meja, aku memandanginya yang bertelanjang dada, hanya menggunakan celananya. Karena kemeja yang ia pakai sebelumnya ia berikan padaku. Punggungnya yang lebar, berisi dan berotot terlihat dengan jelas dengan beberapa goresan merah kecil, goresan yang ditimbulkan karena ulah kuku milikku yang terus mencakarnya selama pergelutan tadi. Kepalanya tertunduk, tangannya sibuk, mengaduk-aduk—entah apa yang dibuatnya di atas kompor hingga ia begitu serius. Aku bisa mencium aroma masakan yang ia buat, tapi tak bisa menebak apa yang ia buat dan aku tak perduli karena makanan sesungguhnya adalah dirinya yang sedang bertelanjang dada.

“Kau begitu tenang,” Jungkook membalikan badannya, dia memegang sebuah wajan di tangannya, yang isinya adalah spaghetti. Dia membuat spaghetti carbonara.

Dia melihatku dan menunjuk piring yang berada di depanku dengan dagunya, yang kemudian kusodorkan mendekati wajan yang ia pegang. Dia menuangkan sebagian spaghettinya ke dalam piringku.

Dia melirikku, “Apa yang sedang kau pikirkan?”

“Banyak,” jawabku singkat dengan pandangan dingin.

Vengeance (S1) ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang