Chapter-6

4.7K 288 32
                                    

Location : Rooftop, 2.48 pm

Semilir angin berhembus pelan, menerpa rambut hitam kecoklatan milik Adara. Rambutnya yang panjang meliuk-liuk mengikuti arah mata angin. Gadis itu berdiri tegak dengan berkacak pinggang. Matanya menatap tajam ke depan.

Atas permintaan Bara dia terpaksa harus pulang telat hari ini. Padahal dirinya sudah memiliki rencana setelah pulang sekolah akan ke Bandung, menjenguk eyangnya.

Semua murid SMA Dirgantara sudah setengah jam yang lalu berbondong-bondong keluar gerbang sekolah. Dan sepi pun menghampiri keadaan mereka saat ini. Niatnya ingin pulang dan mengabaikan perintah Bara untuk menemuinya di atap saat pulang sekolah. Tapi lagi-lagi niat buruk itu digagalkan oleh Bara. Sebenarnya Bara itu manusia atau cenayang? Bahkan dia bisa dengan cepat mengetahui niat buruk Adara.

Adara menatap tajam sosok lelaki jangkung yang ada di hadapannya. Kepalanya sedikit mendongak karena dirinya lebih pendek daripada Bara. Adara melihat Bara yang tengah mengeluarkan sesuatu dari tasnya.

Sebuah kertas telah melayang bebas di depan Adara. "Gue mau nagih!" kata Bara. Dia menunjukkan selembar kertas bermaterai kepada Adara.

"Lo beralih profesi dari ketos jadi rentenir?" Adara menggelengkan kepalanya tak percaya. "Ckck... Mengenaskan!" cibirnya.

Bara tidak berekspresi apapun. Sedangkan Adara sudah terkekeh.

"Jangan pura-pura lupa Adara Sasikirana!"

Bara memajukan langkahnya. Dia semakin mendekatkan kertas itu di depan wajah Adara. Dengan cepat Adara menepis tangan Bara yang membawa sebuah kertas yang Adara yakini sebuah kontrak perjanjiannya dengan Bara.

"Lo jangan menghindar Adara!"

"Emangnya apa yang harus gue hindari? Nggak ada!" ketusnya menghindari rasa kegugupan dalam dirinya.

Adara khawatir jika Bara meminta hal yang sulit untuk dilakukan olehnya. Salahkan dirinya sendiri karena telah berkata sesombong itu kepada Bara. Adara tidak tau jika Bara mampu mengalahkannya. Akh! Adara lupa jika di dunia ini tidak ada yang tidak mungkin. Termasuk Bara yang mengalahkannya sekalipun.

"Bagus!" Bara memundurkan langkahnya. Adara bisa bernafas sedikit lega.

Bara membacakan secarik kalimat yang tertulis di kertas itu. "Kalau lo bisa ngalahin gue, meskipun itu nggak akan terjadi, gue berjanji akan nuruti satu permintaan lo. Apapun itu!" persis apa yang dikatakan Adara saat di kantin waktu itu. Tidak kurang tidak lebih.

"Bertempat di kantin SMA Dirgantara, waktu istirahat, pukul 10.17 pagi." Bahkan Bara mengingat waktu kejadian itu dengan teliti.

Adara memejamkan matanya. Merutuki dirinya sendiri yang dengan bodohnya mengatakan itu semua. Tidak! Bara tidak bisa mempermainkannya semudah itu.

"Dan ternyata lo kalah!" desis Bara. "Lo harus penuhi janji lo!" titahnya tak terbantahkan.

Tapi Adara bukan tipe-tipe gadis penurut. Aturan sekolah yang dengan jelas tertulis di setiap kelas saja sering dia langgar. Apalagi janji yang hanya manis di bibir.

"Gue nggak mau!" kata Adara penuh penekanan. "Lagian waktu itu gue nggak kalah. Gue juga nggak mungkin kalah sama curut kayak lo!" sombong Adara.

Entah Bara memiliki emosi atau tidak. Yang jelas Bara tidak marah dikatakan 'curut' oleh Adara. Dia sedari tadi hanya menampilkan wajah dinginnya yang ingin sekali Adara pukul pakai tas punggungnya.

"Faktanya lo kalah! Lo nggak bisa mengelak!" tegas Bara.

Adara menelan salivanya susah payah. Benar juga yang dikatakan Bara. Tapi sebisa mungkin Adara menentang keras akan hal itu. Kekalahan adalah hal memalukan baginya. Dan Adara tidak akan mengakui hal itu. Haram hukumnya.

MAID IN 30 DAYSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang