"Memulai egois seperti apa yang telah kalian perlihatkan secara tidak langsung"
⏸
Ruangan berukuran kecil dengan dua ventilasi yang berupa jendela kotak kusam yang entah kapan terkahir kali pernah dilap. Debu-debu serta sarang laba-laba setidaknya sudah menghiasi sebagian besar tempat yang bisa di debut kostan tersebut.
Kostan kumuh yang disewa oleh Aslan dan dua temannya yang lain—Gery dan Uka.
Aslan menyandarkan tubuhnya di dinding kostan yang di cat kuning pudar. Sebagian catnya telah terkelupas dan berjamur. Di tambah udara di dalamnya telah bercampur dengan asap tembakau yang sengaja dibakar.
Aslan menghisap dalam-dalam ujung batang rokoknya yang berfilter putih. Rasa cemas serta khawatirnya beberapa jam yang lalu, serta merta lenyap. Berganti dengan kepulan asap tebal yang keluar dari dalam mulutnya. Meluncur ke udara menghiasi atap platform yang sama buruknya dengan keadaan sekitar.
Aslan pernah sekali ingin bertanya. Berapa lama kostan ini ditinggalkan?
Tapi jawaban dari temannya memang tidak memuaskan. Meskipun begitu, harga sewanya bisalah menjadi pembayar semua pemandangan seburuk ini.
"Tumben lo dateng duluan."
Aslan menoleh dengan cepat. Pintu yang ia tak sadari telah terbuka sedari tadi. Sosok laki-laki dengan kucir kecil di dahinya telah berdiri di ambang pintu. Gery Maulana, laki-laki yang dua tahun lebih tua dari Aslan. Tapi wajahnya terlihat tiga tahun lebih muda darinya.
"Gue nggak mood tinggal di rumah." Aslan kembali sibuk memainkan batang rokoknya yang tinggal setengah tersebut.
Gery berjalan memasuki ruangan kostan yang terlihat cukup luas tanpa adanya barang-barang lain selayaknya di dalam rumah. Hanya karpet merah polos yang telah digelar secara sembarangan. Kostan yang dulu disewa dengan uang patungan bersama tersebut.
"Gue minta rokok lo."
Gery duduk tepat di samping adik kelasnya tersebut. Setelah melempar tas sekolahnya secara sembarangan. Bisa ditebak dari sini. Jika Gery adalah laki-laki pemalas. Bahkan seragam sekolahnya masih melekat di tubuhnya. Padahal jam sekolah telah berlalu cukup lama.
Satu tangannya beralih menyambar bungkus rokok yang berada di atas paha Aslan beserta pemantiknya.
"Lo kabur lagi?" Gery menempatkan ujung filter tembakau tersebut di bibirnya. Bersamaan dengan ujung lain yang ia bakar dengan pemantik yang menyala.
"Pertanyaan lo kayak orang bego!" dengus Aslan sambil melempar sisa batang rokonya yang masih menyala tersebut ke sudut ruangan.
Gery seketika terkekeh. Dia tahu karakter Aslan yang jika sudah seperti ini. Jutek, sensitif, dan kadang bisa melayangkan pukulan mautnya ke arah siapa pun tanpa bisa ia kontrol.
"Gimana kabar keluarga lo?" tanya Gery setelah beberapa menit sibuk dengan rokoknya. Hening telah menyelimuti keduanya.
Aslan mendengus. "Gue makin jijik tinggal di sana."
Gery tersenyum lebar, gigi berlapis behel itu tampak lebih rapi. "Udahlah, jangan dipikirin. Mereka kadang nggak nyadar udah bikin anaknya jadi korban."
KAMU SEDANG MEMBACA
[-] 00:00 (Thinking [Be] Like This) [END] ✔
Fiksi Remaja[ DARKTEENLIT (15+) ] 4th - #MOONWAVE_PROJECT ~Mereka hanya pembohong manis dalam topeng rupa-rupa emosi~ Dunia Aslan sudah tak seperti dulu lagi. Setelah ia tahu apa artinya omong kosong dan kenyataan palsu bahwa kedua orang tua, teman-temannya ter...