Jakarta

1.1K 179 70
                                    

Pasir

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pasir.

Mulutnya penuh pasir.

Chimon terbangun dengan tubuh yang putus asa menginginkan segelas air.

Ia butuh beberapa detik untuk menyadari bahwa ia berada di sebuah kasur yang terasa asing. Jendela di sekelilingnya tertutup rapat oleh tirai, membuatnya tidak bisa menebak pukul berapa sekarang. Ketika hendak mengambil air, tubuhnya dicegah oleh berat di kepala.

Mencari ponselnya, ia mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan. Perlahan-lahan, ia ingat bahwa ia sedang berada di sebuah villa di pinggir pantai bersama teman-temannya. Di sebelah kasur, ia menemukan ponselnya dalam keadaan mati. Ia juga menemukan sebotol air mineral, sebungkus biskuit, dan satu strip obat sakit kepala.

Pantai. Beach club. Sangria. Pluem. Makan malam. Pluem.

Ingatannya datang sepotong-sepotong seperti kesadarannya. Chimon bangun pelan-pelan. Bagian kanan lehernya pegal luar biasa, entah karena apa. Lengan dan bahu kirinya meraung ketika ia berusaha meraih botol air di nakas

Sesap-sesap pertama air yang membasahi mulutnya terasa seperti surga dunia. Chimon menenggak habis setengah botol dengan cepat, kemudian memandangi botol tersebut terpesona, yakin bahwa air ini bersumber dari mata air khayangan. Denyut konstan di kepalanya mengingatkan bahwa kemarin ia minum cukup banyak. Ia pun mengambil obat sakit kepala yang terletak di atas nakas.

Ketika ia sedang mencari tanggal kedaluwarsa di bungkus obat, pintu kamar terbuka dengan lembut. Siapa pun di balik pintu, menggeser pintu tersebut sangat hati-hati, hingga tak ada suara yang muncul. Chimon refleks menutup matanya, menghalangi sinar terang yang masuk ke kamar dengan tiba-tiba.

"Mon? Udah bangun, ya?" bisik Pluem sambil menutup pintu di belakangnya.

Chimon ingin menjawab, tapi tenggorokannya terasa seperti besi kering yang berkarat, sehingga ia hanya mengangguk.

Pluem menghampiri Chimon dan berlutut di lantai samping kasur, "Gimana? Pusing, nggak?"

"Dikit," bisik Chimon tanpa suara.

Pluem mengusap rambut Chimon pelan, "Makan obatnya, ya. Tapi kamu sarapan dulu. Saya bawa makanan."

"Ini jam berapa?" tanya Chimon serak. Ia butuh air lagi.

"Sepuluh," Pluem langsung tanggap mengoper botol air mineral pada Chimon.

Selesai minum, Chimon melanjutkan, "Yang lain mana?"

"Udah ke pantai. Tadi mereka mau bangunin kamu, tapi saya bilang kamu baru tidur subuh," ia mengambil botol dari tangan Chimon dan menutupnya, "Kamu mau ke pantai juga?"

Bau air laut, terik matahari, dan pasir yang kasar segera memenuhi pikiran Chimon. Ia jauh lebih memilih berada di bawah selimut di kamar yang dingin ini daripada harus panas-panasan. Setidaknya untuk sekarang.

Afternoon Crush, Overnight Rush (or The Pluemon Fake Dating AU)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang