"Mmbb-..lepasin!"Teriak Echa mencoba melepaskan tangan Deriz yang membekap mulutnya.
"Isshh" Echa berhasil menghentakkan tangan Deriz jauh-jauh.
"Kita mau kemana, sih? Main tarik-tarik aja" Echa menghentikan langkahnya. Deriz pun ikut berhenti. Dan berbalik menatap Echa datar.
Echa menatapnya balik dengan raut kesal.
"Kenapa lo malah bawa gue kabur? Senior-senior kurang ajar itu harus diceramahin" ucap Echa. "Udah syukur gue tolongin haha, kalo nggak, lo bisa apa?" sambung Echa bernada meremehkan.
Bukannya menjawab. Deriz malah asik memaikan ponsel. Terlihat seperti sedang mengetik.
Echa yang merasa dikacangin, mengentakkan kaki kesal.
"Woyy lo pura-pura budeg, atau budeg beneran sih?!" ucap Echa hendak berbalik karena kesal bukan main.
Ketika baru saja dua langkah pergi, Deriz menahan pergelangan tangan Echa. Echa berbalik malas.
"Apa lagi, sih? Mau ngucapin makasih? BASI!" semprot Echa kesal.
Deriz memberikan ponselnya pada Echa. Echa menatap ponsel itu bingung.
"Maksudnya?"
Deriz mengela nafasnya. Lalu, meraih sebelah tangan Echa, dan memberikan ponselnya.
Isi ponselnya itu berisikan teks. Echa segera membacanya.
Kalo diladenin terus gabakal kelar-kelar masalahnya, yang ada kamu juga bisa kena. Senior itu ga main-main🐍. Kamu bisa dilaporin juga.
"Ya kita bisa laporin balik lah. Orang mereka yang salah" gerutu Echa. "Lo juga kenapa sih dibully diemmm aja, kasih perlawanan kek. Lo itu cuma harus ngomong. Itu doang!" ujar Echa geram sekaligus greget setiap melihat Deriz diam saja.
"Lo ini bukan anak kecil lagi, kalo kek gini terus lo kayak jadi cowok aneh tau gak, masa harus di bela-in cewek terus, sementara cowoknya diem aja. Payah!" sambung Echa panjang lebar.
Deriz mengambil ponsel dari tangan Echa, dan mulai mengetikkan sesuatu. Echa menunggunya malas, jengah, serta sinis dengan gaya melipat kedua tangan didada, sambil mengentakkan kaki berkali-kali. Ketika Deriz selesai, disodorkannya ponsel itu, yang langsung disambar kasar oleh Echa.
Heran gue téh, emang kamu siapanya gue ngatur-ngatur mulu. Kamu siapa sih sebenernya, kok setiap ada yang bully, kamu selalu datang nolongin?
Setelah membaca teks itu, Echa menghela nafas jengah melihat Deriz.
"Oohh, jadi maksud lo, lo ga seneng kalo ada yang nolongin? Lo ga suka kalo gue nolongin lo? Emang nolongin orang itu salah, ya?"
"Okeh kalo itu yang lo mau. Gue gabakal nolongin lo lagi. Lagian, lo siapa sih? Kok gue mau-maunya lagi nolongin lo. Kok bisa ya, semenjak gue liat lo dibully, gue tiba-tiba punya simpati segede gini buat peduli sama orang, padahal aslinya gue cuek tau nggak. Gue gak pernah tuh demi nolongin orang sampe lari-lari gini. Dasar gak berterima kasih!" lanjut Echa panjang lebar. Ia sudah kecewa jika kebaikannya selama ini ternyata tidak dihargai.
Echa mengembalikan ponsel Deriz, dan segera berbalik. Mata Echa sudah berkaca-kaca. Ia berlari tanpa pamit.
Deriz hanya diam dengan wajah datar. Ia bingung harus bagaimana. Ia tidak bermaksud menyindirnya seperti ini. Ia hanya ingin tahu alasan Echa sering menolongnya. Deriz menghela nafas berat. Lalu, ia segera mengejar Echa.
"Hm, gue téh salah apa emangnya? Kok dia marah? Ck, jadi ngerasa bersalah kan gue. Emang gue selalu salah dimata orang" batin Deriz.
Echa berlari ke arah kafe, untuk menyusul Naya dan Moza. Setelah sampai di depan kafe, Echa dihadang oleh seseorang. Ternyata orang yang di hadapannya itu adalah si cowok yang tidak tau berterima kasih tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Impossible Perfect
Ficção Adolescente"Di dunia ini, makhluk hidup tidak mungkin ada yang sempurna Riz, semuanya punya kekurangan." -Echa Tentu, ini bukan kisah tentang bad boy, bad girl, good boy, good girl yang tiba-tiba bertemu dan berujung dipersatukan. BUKAN. Melainkan, ini kisah t...