Prolog

2.8K 192 7
                                    

PROLOG

***

"Nikah sama saya yuk."

Mata gadis itu melotot kesal, ia menghentikan laju kedua kakinya yang semula melangkah yakin. "Perlu saya bilang berapa kali sama kamu supaya jangan pernah main-main dengan ucapan. Kita baru bertemu dua kali, itu pun secara nggak sengaja. Jadi rasanya sangat lancang saat kamu bicara seperti ini."

Bukannya merasa tersinggung atau apa, pemuda yang memakai kaos putih itu terkekeh ringan. "Saya nggak main-main, saya serius mau ngajak Mbak menikah."

"Kamu perlu dibawa ke rumah sakit sepertinya," pungkas gadis itu lagi dengan nada sarkas. Ia kembali melajukan langkahnya meninggalkan pemuda yang kini ikut mengekorinya.

"Mbak mau nganterin ke rumah sakit? Memang benar kayanya saya terkena sakit karena Mbak."

Ia mendecak entah keberapa kali. "Kenapa jadi saya?"

"Nggak tahu kenapa setelah saya ketemu sama Mbak, pikiran saya nggak bisa jernih. Inget terus sama Mbak."

"Dari cara kamu bicara ke perempuan, sepertinya memang kamu sering mengatakan kalimat gombal serupa dengan yang kamu ucapkan ke saya. Siapapun kamu, tapi nama kamu memang nggak penting, berhenti menganggu saya. Jangan muncul seenaknya, apalagi bicara omong kosong soal pernikahan," ingat sang gadis. Ia berusaha mengumpulkan puing sabar yang sudah tercecer sejak tadi. Menghadapi manusia macam pemuda ini memang perlu stok kesabaran ekstra kalau tak mau ia terserang darah tinggi dadakan.

Pemuda itu terus saja mengiringi langkah sang perempuan, berusaha menyamainya. Rupanya ia sama sekali tidak sakit hati dengan lontaran penolakan yang sudah terlempar padanya, seolah memang kalimat-kalimat pedas yang keluar untuknya bukan sesuatu yang serius. Yah, siapapun harus tahu bagaimana jatuh cinta agar tidak memberinya cap tidak tahu sakit hati.

"Mau ulang perkenalan kita? Waktu itu saya udah memperkenalkan diri ke Mbak loh. Cuma Mbaknya pergi gitu aja, maklum kalau lupa."

Rasanya gadis itu ingin sekali melayangkan tas selempang cokelat yang ia pakai agar sekali-kali pemuda di sampingnya merasakan pukulan, siapa tahu dengan begitu ia tidak akan menganggu lagi. Tapi ia buru-buru beristighfar dalam hati, jangan sampai syaitan menguasainya. Apalagi pria ini bukan seseorang yang halal baginya, menyentuh atau menatap bukanlah sesuatu yang bisa ia lakukan.

Dengan tarikan napas sekali, gadis tersebut berhenti lagi. Sekuat tenaga ia mengulas senyum tipis. "Saya rasa nggak ada dari kita yang harus memperkenalkan diri, nggak penting juga. Anggap saja pertemuan kita bukan apa-apa."

"Tapi saya nggak bisa."

"Nggak bisa?" beonya.

Pemuda tersebut mengangguk. "Karena saya udah terlanjur jatuh cinta sama Mbak."

Ia jadi merinding saat melihat senyum dibuat-buat dari lelaki ini. Kalau dia pikir dengan senyum itu hati gadis ini meleleh, ia salah besar. Justru ia makin merasa tidak nyaman. "Sekali lagi dengar ya, jangan mengumbar kalimat cinta seperti itu. Kalau ada yang dengar bisa salah paham. Kamu ini laki-laki, jangan menyulut api kalau nggak mau terbakar, begitu juga jangan mengobral kata cinta ke banyak perempuan kalau kamu nggak mau bertanggung jawab. Saya nggak mempan dengan ucapan kamu, tapi saya nggak bisa menjamin gadis lain akan menanggapi serupa."

"Baru kali ini saya ngajak nikah perempuan, Mbak Nanda."

"Kamu pikir saya akan percaya?"

"Saya nggak butuh Mbak percaya dengan kata-kata saya barusan, saya Cuma ingin Mbak percaya pada perasaan saya."

Ya Allah, cobaan apa lagi dia harus bertemu pemuda ini?

***

A.n:

Siap lanjut bagian 1?

GHATAN [Complete Dan Sudah Terbit✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang