13 - Diabaikan, Lagi

528 108 31
                                    

DIABAIKAN, LAGI

Jika yang kau temui hanyalah luka dan duka, maka tiada bisa lagi disebut pengorbanan, melainkan penyiksaan. Sebab pengorbanan lahir dari hati yang lapang, bukan dari perasaan yang masih bersemayam

Kamu, Imamku

Happy reading, maaf belum sempat edit. Mungkin banyak typo hehe. Ingatka. Kalau ada typo ya. Love

***

Ghatan terkejut begitu menemukan sosok Veronica langsung merangsek ke dalam dekapannya ketika dia mendekat ke arah brangkar rawat inap. Sesekali terdengar gadis itu menarik napas lalu mengembuskannya kasar, dan Ghatan yakin kalau kini gadis ini menangis sebab bahunya bergetar sesekali.

"Ver...," panggil Ghatan dengan nada yang menggantung. Berharap sahabatnya ini menemukan titik di mana ia mampu bercerita akan apa yang dialaminya. "Nangis aja kalau itu membuat lo lega. Jangan ditahan."

Dan benar saja, selepas ia mengatakan itu, bahu Veronica makin bergetar dan Ghatan merasa kaos pendek yang ia kenakan basah di bagian bahu -- tanda kalau memang gadis tersebut menangis. Kalau ditanya apakah Ghatan terkejut dengan kondisi Veronica kini, maka ia akan langsung menjawab 'iya' karena setahunya sahabatnya ini baik-baik saja belakangan. Tiada yang terlihat bermasalah dengan kehidupannya. Namun, apakah itu hanya prasangka Ghatan? Apakah dia tidak memperhatikan Veronica belakangan?

"Tadi Sabiyan telepon gue, bilang kalau lo masuk rumah sakit. Gue kaget, Ver." Lelaki itu mengusap puncak kepala Veronica sesekali.

"Orang tua gue akan cerai, Tan," ujar Veronica di tengah isakannya. Suaranya serak, sesekali terbata sebab terhalang bahu Ghatan.

Lelaki itu tampak membulatkan ukuran bola mata terkejut, namun walau begitu ia masih memilih menyimpan suara membiarkan Veronica melanjutkan kalimatnya.

"Gue nggak tahu kalau semuanya akan jadi seperti ini. Saat gue pikir orang tua gue baik-baik saja, bahkan ketika Papa jarang pulang dengan alasan kerja, ternyata nggak demikian, Ghatan. Dia bermain api dengan wanita lain, dan setiap hari dihabiskannya untuk judi, mabuk, serta memberikan apa yang dia punya pada wanita itu." Dia berhenti sejenak, lalu melanjutkan, "Dan saat gue pikir Mama selalu menghabiskan uang dari Papa karena setiap Minggu ketika Papa pulang, yang dibahas keduanya hanya soal materi, ternyata justru sebaliknya: selama ini Papa yang selalu meminta Mama untuk mencukupi segala kepuasannya. Gue melihat berkali-kali Mama frustrasi, bahkan gue yang jadi pelampiasannya. Gue pikir semua itu terjadi karena Mama punya masalah dengan emosinya. Tapi, Ghatan, semua wanita akan segila Mama saat satu-satunya pria yang jadi pelengkap hidupnya justru bertingkah seperti itu."

"Tarik napas dulu, berhenti sejenak kalau lo masih kesulitan cerita, Ver. Gue nggak memaksa lo bilang sekarang," ujar Ghatan seraya mengelus punggung gadis ini.

Beberapa jenak kemudian, Veronica mengurai dekapannya lantas menatap Ghatan dengan pandangan kosong. Barulah dua detik lelaki itu sadar kalau ada banyak luka lebam di wajah Veronica, bahkan salah satu sikunya diperban entah kenapa. Sebetulnya, apa yang terjadi di sini?

Veronica menunduk, membiarkan beberapa tetes air mata jatuh. "Dan lo tahu apa yang barusan terjadi, Ghatan? Hari ini Papa pulang, dan dia membawa wanita itu -- yang ternyata adalah sahabat Mama. Terdengar gila 'kan?"

Ruangan sepetak itu hening, yang terdengar hanyalah napas Veronica yang kasar.

"Gue tanya kenapa Papa bawa dia ke rumah, dan jawaban dia karena sebentar lagi mereka akan menikah. Dua bulan lagi. Dia mengatakan semua itu di depan gue dan Mama -- istrinya sendiri." Sekali lagi gadis itu mengelap air mata yang jatuh. "Gue hancur mendengarnya, tapi gue yakin Mama lebih hancur, Ghatan. Nggak ada satu pun wanita di dunia ini yang ingin merasakan penghianatan."

GHATAN [Complete Dan Sudah Terbit✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang