HANYA SANDIWARA?
Masa lalu bukan lagi untuk dikenang. Bukan berarti hal yang dulu kamu cintai akan selalu begitu — bisa jadi hal itu adalah kenangan yang kamu harap tidak pernah terjadi padamu.
Kamu, Imamku
Happy reading!
***
Tepat dua minggu, semenjak kejadian Nanda menampar lelaki bernama Ghatan itu, mereka berdua tak pernah lagi bertemu. Entah keduanya sengaja untuk menghindar satu sama lain, atau memang takdir berkata kalau tiada yang perlu dibicarakan lagi, yang jelas dua minggu menjadi waktu membosankan bagi hidup Nanda. Jika biasanya gadis tersebut bersorak riang karena tidak ada yang mengacaukan harinya, berbeda dengan apa yang dirasakannya belakangan.
Hari-hari Nanda terasa kosong, sama seperti hatinya.
Dia menghela napas sambil menyandarkan kepala pada pembatas kaca di sampingnya. Ditatapnya telapak tangan kanannya sendiri. Tangan inilah yang menjadi saksi puncak kemarahannya hari itu, tangan ini juga yang sudah dengan lancang tersentak ke udara sampai mengenai salah satu pipi Ghatan.
"Aku menamparnya," ucapnya kemudian.
Suaranya teredam oleh bising hujan yang merangsek ke tanah. Hujan lagi. Kenapa hujan selalu datang ketika dirinya dilanda sebuah kegelisahan? Apa Allah mengirimkan hujan agar orang-orang tak sadar dengan suara gumamannya — yang terdengar seperti seseorang yang sedang patah hati.
Apa Nanda sedang patah hati? Mungkin.
"Allahumma soyyiban nafian," gumamnya seraya menyandarkan punggung ke sandaran kursi.
Kedai kopi. Meski ini bukanlah Kedai Santay, namun sedikit-banyak tempat ini membuat Nanda merasakan kehadiran Ghatan. Kedai, kopi, barista — semua itu membawa bayang-bayang Ghatan pada Nanda. Biasanya kalau dia bertandang ke kedai lelaki itu, ia pasti akan buru-buru menghampiri Nanda sambil melemparkan satu-dua candaan. Tidak lupa juga dengan cengirannya. Biasanya juga dia akan bilang, "Mbak Nanda Cantik sedang cari saya, ya?"
Ah, bisakah Nanda menghempas nama dan sosok lelaki itu dari kepalanya?
"Kenapa aku merasakan sesuatu sama seperti ketika aku jatuh cinta pada Mas Azhar? Kenapa juga aku selalu gelisah ketika Ghatan tidak tampak dalam pandanganku beberapa saat — sama seperti ketika aku gelisah karena seminggu tidak berkunjung ke rumah Ummah dan bertemu dengan Mas Azhar?"
Dia menerawang ke udara lepas, menerka-nerka perasannya sendiri yang tidak jelas. Semakin dia mencoba menghilangkan perasaan itu, semakin jelas pula sosok Ghatan tergambar dalam benaknya. "Apa semudah ini berpaling hati? Aku sudah mencoba bertahun-tahun mengagumi orang lain untuk menghilangkan nama Mas Azhar, namun baru tiga bulan aku mengenal Ghatan dan sekarang aku tidak lagi merasakan debaran aneh saat mendengar atau melihat Mas Azhar."
Sambil melemparkan pandangan ke sembarang arah, gadis itu menggigit pipi bagian dalamnya lagi. Jangan bilang dia jatuh cinta pada Ghatan. Dan, apakah ini akan jadi patah hati keduanya karena lelaki itu sudah berpacaran dengan Veronica?
Pacaran? Padahal semenjak dulu dia menginginkan seorang lelaki yang tidak begitu terkenal di kalangan perempuan, lelaki yang bisa menjaga pandangannya — bukan seseorang yang gemar menjalin kasih seperti Ghatan. Bahkan Nanda yakin, Veronica adalah gadis kesekian yang telah dipacari lelaki itu.
"Apa artinya ini? Kenapa jatuh cinta tidak bisa kukendalikan," lanjutnya.
Entahlah, kepalanya kian pening memikirkan ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
GHATAN [Complete Dan Sudah Terbit✓]
SpiritualeRomance-Spriritual #6 Spiritual (26 September 2021) #11 Nanda (7 Agustus 2020) #242 Spiritual (25 Jan 2021) #296 Spiritual (20 Maret 2021) #271 Spiritual (29 Maret 2021) Ghatan Putra Aditya. Pemuda dua puluh empat tahun yang masih terjebak dengan ku...