WAJAH TAMPAN GHATAN!
Kita, dungu yang dicerdaskan oleh ilmu. Kita, gagap yang dilancarkan oleh bahasa. Dan kita juga, seorang hamba yang diberkahi oleh Pencipta.
Assalamu'alaikum, Islam
Inginku hanya satu: kamu yakin dengan segala rasa dan ucapanku.
Ghatan Putra Aditya
***
Sudah masuk November, rasa-rasanya musim penghujan mulai menemukan singgasananya. Lihatlah, sekarang kapas-kapas hitam menggantung di antara hamparan langit yang semula penuh warna biru. Sorot mentari yang pagi tadi mengintip seolah hilang dimakan awan, menyisakan angin siang yang biasanya menyentak luar biasa berganti menjadi rambatan hawa dingin. Dia, Ghatan, menyentuh rahang kirinya lantas meringis.
"Makanya nggak usah sok-sokan ikut aksi, kaya nggak punya kerjaan," seloroh Veronica yang sedari tadi memerhatikan lelaki tersebut dari samping. Sebelumnya ia sudah menawarkan bantuan untuk mengobatinya namun Ghatan menolak dengan alasan tidak sakit, padahal lihat saja sekarang, bahkan kedua sudut matanya berair.
Ghatan mencebikkan bibir. "Kaya gini nih kalau ketemu sama orang apatis, nggak pernah ikut organisasi. Rasa empatinya udah hilang."
Dalam satu sentakan gadis itu memukul kepala Ghatan dengan botol minum yang ia bawa. Mereka berdua kini tengah berada di salah satu lorong fakultas ekonomi bisnis, terduduk di kursi panjang. Meskipun Veronica sudah lulus dan bekerja, ia kerap pulang-pergi kampus untuk sekadar ke perpustakaan mencari jurnal atau bahan referensi untuk bukunya. Ya, sejak dulu ia adalah mahasiswi rajin, berkali-kali memenangkan penghargaan karya ilmiah, dan deretan prestasi lain. Dan dalam kesempatan ini, ia coba untuk menulis buku non-fiksi seperti impiannya dulu.
Jadi, saat tadi ia hendak ke perpustakaan usai kerja, netranya tak sengaja menangkap sosok Ghatan yang duduk-duduk tak jelas di parkiran. Tertunduk lesu dengan almamater yang sudah disampir di bahu. Tanpa pikir panjang ia mendekat, dan betapa terkejutnya ia saat menemukan wajah Ghatan sudah babak belur.
"Bukan nggak punya empati, Bapak Ghatan yang Terhormat. Tapi gue berpikir logis. Kalau lo adalah mahasiswa semester empat atau lima, gue maklum karena itu adalah masa-masanya seorang mahasiswa itu punya jiwa menggebu-gebu, beda cerita sama mahasiswa semester tua banget kaya lo. Harusnya lakuin aksi dulu buat skripsi lo, bukannya demo-demoan nggak jelas." Veronica mengembuskan bibir. "Dan yang lo dapat wajah tampan kaya gini, bukan dari demonya 'kan, tapi habis berantem?"
Jujur saja, sebenarnya perkataan Veronica itu benar. Wajah lebam dan bercak darah yang ia dapat bukan dari demo, tapi karena ia sempat adu mulut dan berujung adu tangan dengan seorang mahasiswa fakultas sebelah karena saling senggol sampai-sampai keduanya terjengkang ke saluran pembuangan samping rektorat. Ghatan marah tentu saja, dan mahasiswa tadi pun sama. Alhasil demo kian ramai dengan perkelahian itu.
"Lo punya nyawa sembilan sampai hobi berantem? Kalau mati masih punya cadangan?"
"Cowok nggak gentle kalo nggak tengkar," jawab Ghatan seraya tersenyum aneh.
Gadis di sampingnya hanya bisa memutar bola mata malas.
Aksi demo yang dilakukan mahasiswa hari ini - tak terkecuali Ghatan - merupakan imbas dari keterlambatan pihak universitas terkait cairnya dana beasiswa untuk mahasiswa kurang mampu dan berprestasi. Keluhan-keluhan di media sosial yang ditujukan pada universitas nyatanya hanya jadi angin lalu, tak ada klarifikasi atau kejelasan perihal kapan beasiswa itu akan cair. Jadi, para mahasiswa yang tergabung dalam organisasi kemahasiswaan setuju untuk mengajak elemen mahasiswa menyuarakan pendapat di depan rektorat sejak pagi sampai sore begini.
![](https://img.wattpad.com/cover/235651048-288-k629312.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
GHATAN [Complete Dan Sudah Terbit✓]
SpiritualRomance-Spriritual #6 Spiritual (26 September 2021) #11 Nanda (7 Agustus 2020) #242 Spiritual (25 Jan 2021) #296 Spiritual (20 Maret 2021) #271 Spiritual (29 Maret 2021) Ghatan Putra Aditya. Pemuda dua puluh empat tahun yang masih terjebak dengan ku...