Delapan

4.2K 556 212
                                    

Setelah mengantarkan karung berisi paketan tersebut, Kafi kembali ke lapak Bu Parmi untuk menagih janjinya. "Mana, Bu?!" pinta Kafi tak sabar.

"Istrimu sesekali bawa ke pasar, biar kami tau," ucap Parmi sembari memasukkan jilbab ungu itu ke kantong keresek.

"Ya gak bakal, aku bawa istriku ke pasar nanti dia...." Kafi menghentikan ucapannya. "Sudah, sini jilbabnya." Kafi langsung mengambilnya. Ia ingin segera pulang. Ia penasaran dengan reaksi Aisyah nanti saat menerima jilbab pemberiannya.

Sebelum pulang, Kafi menghampiri Furqon terlebih dahulu untuk membagi hasil pendataan mereka hari ini walaupun belum seluruh pedagang ia palak.

"Fur, hitung dulu uangnya. Aku mau pulang."

"Lah, ini belum semuanya."

"Sudah, sisanya buat kamu saja. Aku mau pulang."

"Tumben sekali. Apa itu yang kamu bawa?"

"Mau tau aja kamu. Cepat mana bagianku!"

"Belum di hitung." Furqon duduk di sebuah bangku warung makan. "Kamu dapat berapa?"

Kafi memberikan hasil uang palakkannya kemudian Furqon mulai menghitung dan membagi hasilnya.

"Kaf?"

Kafi menoleh ke arah sang pemanggil. "Owh Bumer, ada apa?"

"Apa itu Bumer?" tanya Siti bingung.

"Gak gaul Ibu, Bumer itu singkatan Ibu mertua," jawab Kafi.

"Sedang apa kalian?"

"Habis malak," jawab Furqon santai.

"Astaghfirullah, kamu kasih makan anakku uang haram?" Siti geleng-geleng kepala.

"Aku tidak memberikan uang curian pada Ais," kilah Kafi.

"Nanti Ibu tunggu di rumah!" Siti segera pergi, ia ingin melaporkan kelakuan Kafi pada suaminya.

"Nah loh, bakal dapat ceramah panjang kamu." Furqon terkekeh.

"Kalau ceramah ya tinggal dengerin saja. Masuk telinga kiri keluar telinga kanan. Sudahlah, aku mau pulang." Kafi seolah tak peduli. Ia ingin segera pulang.

***
Sesampainya di rumah Kafi mencari keberadaan Aisyah. "Ais, Ais...!" panggilnya.

"Assalamualaikum," ucap Aisyah keluar dari kamar.

"Iya itu, Assalamualaikum."

"Waalaikum salam. Saat masuk rumah wajib salam Mas."

"Namanya juga lupa. Ayo sini duduk!" Kafi mengajak Aisyah duduk di kursi.

"Ada apa, Mas?"

"Ini buat kamu." Kafi memberikan kantong keresek berisi jilbab untuk Aisyah.

"Apa ini, Mas?"

"Buka aja." Kafi tak sabar menunggu respon Aisyah.

"Terima kasih." Aisyah segera membuka kantong keresek itu. "Alhamdulillah, bagus Mas." Aisyah tersebut senang.

"Coba pakai!"

"Iya, Mas." Aisyah memakai jilbab itu.

"Kamu memang cantik, aku sangat beruntung dapatkan kamu," ucap Kafi sembari memandangi wajah Aisyah.

"Semua wanita itu cantik, Mas." Aisyah tersipu malu.

"Betul, wanita memang semuanya cantik tapi tidak hanya wajah kamu yang cantik, hati kamu juga cantik." Kafi meraih tangan Aisyah dan menggenggamnya. "Aku ingin tau sesuatu."

"Apa?"

"Kenapa kamu mau menikah denganku? Aku yakin kamu tau seperti apa aku ini."

"Ais hanya mengikuti Bapak. Jika Bapak berpikir Mas layak untuk Ais, berarti Mas terbaik untuk Ais."

"Kamu tidak takut denganku?"

"Jujur Ais takut tapi setelah mengenal Mas, ternyata Mas baik."

"Ais, Mas pengen." Kafi memberanikan diri untuk mengusap wajah Aisyah.

"Ais sudah masak kok, Mas."

"Bukan pengin makan. Tapi pengin...ehem...itu lah Ais."

Wajah Aisyah langsung merah padam. Ia juga salah tingkah.

"Ayolah, Ais. Jarang aku meminta baik-baik pada para wanita yang aku tiduri."

"Jadi Mas sudah sering?" Aisyah menatap Kafi.

Kafi nyengir salah tingkah karena keceplosan.

"Jadi Mas sering lakukan itu? Dengan siapa saja, Mas?"

"Itu dulu, sekarang tidak. Lagi pula mereka yang nawarin diri"

"Apa Mas bisa berani jamin kalau sekarang tidak lagi?"

"Iya, Mas sudah tidak lakukan lagi lumayan lama. Namanya juga pria, Ais. Susah untuk menahan diri apalagi di tawarin. Jadi daripada aku melakukan dengan wanita lain, bukankah lebih baik denganmu?"

"Ais tidak mau, jika Mas masih berzina dengan wanita lain."

"Demi Allah, Ais. Mas sudah tidak lakukan lagi. Apalagi sejak Mas tertarik sama Ais."

"Tertarik sama Ais? Sejak kapan?"

Kafi menggaruk kepalanya yang tak gatal. Ia tak biasa mengobrol seperti ini apalagi mengobrol tentang perasaan.


 Ia tak biasa mengobrol seperti ini apalagi mengobrol tentang perasaan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Naima yang terpaksa menjadi seorang penghibur demi bertahan hidup. Lalu bertemu dengan Arsen pengusaha kaya namun belum memiliki keturunan lalu ia memaksa Naima untuk hamil anaknya. Naima menolak tapi Arsen tetap menginginkan Naima. Akhirnya mereka menikah tanpa sepengetahuan istri pertama Arsen. Mereka tak sadar jika perbuatannya menimbulkan masalah di kemudian hari.

AFTER MARRIED (Aisyah &Kafi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang