Dua Puluh

4K 553 203
                                    

Kafi dan Aisyah tengah mengecup kuncup kebahagiaan namun di sisi lain ada Minah yang membenci mereka.

Minah masih tak terima dengan perlakuan Kafi yang telah memukuli Umar kemarin. Ia akan mengadukan itu semua pada Laila, ibu mertuanya.

"Minah, kok sendiri?" tanya Laila begitu melihat Minah datang ke rumahnya. Ia memang memilih tinggal sendiri setelah suaminya meninggal dan Umar menikah dengan Minah.

"Mas Umar lagi sakit, Bu."

"Sakit apa?" tanya Laila panik karena Umar adalah anak kesayangannya.

"Kamu pasti tidak becus mengurus Umar, iya kan?!" tuduh Laila.

"Bukan aku yang tidak becus mengurus Umar. Tapi semua itu karena Aisyah."

"Loh kenapa karena Aisyah, kan kamu yang menjadi istrinya Umar."

"Karena Aisyah yang ganjen godain Mas Umar lalu Kafi cemburu dan menghajar Umar sampai babak belur di bawa warga ke puskesmas," jelas Minah yang mengarang cerita.

Minah sejak dulu memang tidak suka pada Aisyah, ia iri padanya. Karena itu ia tak percaya jika Umar yang mulai perkelahian itu. Jika pun Umar yang bersalah, Minah tetap akan menyalahkan Aisyah.

"Aisyah lagi, Aisyah lagi. Mau apa wanita itu? Mentang-mentang sekarang menikah dengan preman. Gaya sekali dia," ujar Laila kesal.

"Iya, sekarang Aisyah sombong. Mungkin karena dia merasa ada Kafi yang akan melindunginya." Minah berusaha memanas-manasi ibu mertuanya.

"Aku tidak terima, aku akan datang ke rumah Aisyah."

"Tapi jangan sekarang, Bu. Tunggu Kafi pergi. Kalau ada Kafi, kita yang akan kalah."

"Pokoknya nanti kita kesana agak siang. Biasanya Kafi di pos ronda siang hari."

Minah mengangguk setuju, ia tak sabar ingin melihat ibu mertuanya memarahi Aisyah.

Sifat iri itu ibarat penyakit kronis, Minah selalu saja tak suka apapun yang ada pada Aisyah, meskipun Aisyah tak melakukan apapun, rasa benci dan iri terus menggerogoti hati Minah.

***
Kafi dan Aisyah memasak mie instan bersama. Walaupun Aisyah sudah menolak dan meminta Kafi untuk menunggu di luar tapi Kafi tetep kekeuh pada pendiriannya. Ia tetap menunggu Aisyah dan membantu Aisyah. Meskipun hanya membantu membukakan bungkus mie instan saja.

"Ais makan bareng, Mas," ajak Kafi sambil membawa mie instan panas ke ruang tamu.

"Ais mau masak nasi, Mas makan saja."

"Gak bisa, ayo kamu ikut makan sama, Mas. Ini kan buat dua porsi dijadikan satu biar kita terlihat romantis, satu mangkok berdua."

"Udah buat, Mas aja."

Aisyah sungguh menyukai sifat Kafi yang seperti ini. Perhatian dan humoris. Aisyah tak pernah menyangka sebelumnya karena ia selalu beranggapan preman itu kejam dan kasar.

"Jangan tolak aku, nanti aku ngambek terus minta jatah lagi bagaimana?"

Aisyah tertawa kecil. "Itu sih, akal-akalan Mas saja."

Kafi sangat senang melihat Aisyah kini sudah terlihat santai dan banyak tersenyum. Dan kini ada peningkatan baru, Aisyah mau tertawa. Kafi berharap, semoga secepatnya hati Aisyah utuh hanya untuk dirinya tanpa ada lagi pria lain yang bersemayam di sana.

"Temani Mas makan. Tidak boleh menolak permintaan suami, loh. Tanya saja bapakmu kalau tidak percaya." Kafi meletakkan mangkoknya di meja, ia juga belum menyerah untuk membujuk Aisyah.

"Mas ini pintar sekali." Aisyah akhirnya mau mengikuti Kafi dan duduk bersama di ruang tamu.

"Ais, suapin Mas dong," pinta Kafi sambil membuka mulutnya.

Tingkah Kafi, lagi-lagi membuat Aisyah tertawa. Sungguh tak pantas jika sikapnya manja seperti ini di sebut preman.

"Ais, aku minta di suapin bukan di tertawa kan. Apa aku lucu?" Kafi pura-pura cemberut.

"Mas ini ada-ada saja. Aku dulu takut banget kalau lihat ada Mas di pos ronda pas pulang jamaah dari mushola," ucap Aisyah jujur.

"Terus sekarang masih takut tidak?" Kafi mendadak penasaran bagaimana tanggapan Aisyah tentang dirinya dulu.

"Sekarang tidak takut, karena ternyata tidak semenakutkan apa yang aku pikirkan dulu dan apa kata orang-orang dulu sebelum aku mengenal Mas."

"Memangnya kamu takut karena apa? Karena aku pernah menamparmu?"

Kafi sangat ingat, dulu ia pernah menampar Aisyah cukup keras hingga sudut bibirnya berdarah saat Furqon menggoda Aisyah dan tiba-tiba Aisyah histeris.

"Bukan, bukan karena itu. Tapi cerita warga sekitar yang menganggap Mas itu jahat dan kejam mempengaruhi pikiranku."

"Itu hal biasa, semua orang kan hanya percaya apa kata orang dan langsung mengeklaim orang lain buruk sesuai pikirannya padahal apapun yang terlihat buruk, belum tentu itu benar-benar buruk. Karena semua ada sebab dan akibatnya. Seperti aku ini, karena aku suka mencuri dan pernah masuk penjara kasus pembunuhan, akibatnya semua warga menilai aku buruk," jelas Kafi.

"Dan tentu saja, aku lakukan itu juga ada alasannya. Alasan itu menjadi sebab dan mengakibatkan buruknya tindakanku saat ini. Jadi balik lagi semua sebab dan akibat itu terus-menerus terhubung seperti mata rantai yang tak pernah terputus dari kehidupan manusia. Tinggal bagaimana cara kita memperbaikinya supaya menjadi hal yang baik," sambung Kafi.

Sebenarnya Kafi sadar atas semua yang ia lakukan. Tapi ia belum bisa menghentikan semua tindakan buruknya dengan mudah karena sudah menjadi kebiasaan.

"Kita belajar bersama-sama, Mas. Belajar untuk menjadi lebih baik." Aisyah memeluk Kafi. Ia harus berusaha keras untuk mengajarkan kebaikan pada suaminya karena pada dasarnya, semua orang itu baik. Dan Aisyah yakin jika Kafi adalah orang baik.

"Terima kasih, Ais." Kafi membalas pelukan Aisyah.



*****
Yang belum baca kisah sebelum Aisyah dan Kafi nikah ada di e-book dan KBM App.

Jangan lupa Subscribe di

Jangan lupa Subscribe di

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


AFTER MARRIED (Aisyah &Kafi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang