Dua Puluh Tiga

4.2K 576 300
                                    

Belum sampai di puskesmas, Minah sudah pingsan terlebih dahulu karena pendarahan yang dialaminya cukup hebat.

Hal itu membuat ibu-ibu yang hendak mengantarkan Minah makin panik.

"Aduh bagaimana ini? Kita bawa pakai apa?" ujar salah seorang ibu-ibu berbaju hitam.

Bukannya mencari solusi dan cepat-cepat membawa Minah ke puskesmas. Mereka malah saling debat mengutamakan pendapat, bagaimana cara membawa Minah ke puskesmas.

"Astaghfirullah, itu kenapa Minah?" Siti yang hendak ke pasar mendadak berhenti.

"Ceritanya panjang. Ini gimana coba?" balas salah seorang ibu-ibu menggunakan daster batik.

"Pak, Pak Tarjo!" seru Siti memanggil Tarjo.

"Ada ap .... " ucapan Tarjo terhenti saat melihat Minah sudah terkulai lemas dengan darah berceceran di sekitarnya.

"Cepat Pak Tarjo, bantuin." Siti meminta tolong pada Tarjo.

"Aku tidak kuat dong, kalau bawa Minah sendiri," ujar Tarjo.

"Sebentar, aku panggil Mang Dadang dan Pak Tejo." Salah seorang ibu-ibu pergi untuk meminta pertolongan.

"Eh..eh...ini Minah kenapa?" Ibu-ibu yang memakai daster batik tadi mendadak panik saat melihat Minah kejang-kejang.

Semua mendadak panik tapi bingung apa yang harus mereka lakukan.

***
"Kenapa lari-lari, Bu? Awas ada yang jatuh," goda Furqon saat melihat ada ibu-ibu yang tengah berlari panik.

"Fur, ayo ikut cepat ikut!" Ibu-ibu itu meminta Furqon supaya ikut dengannya. Daripada ia harus menemui Dadang dan Tarjo di warung Bu Sari yang letaknya masih jauh.

"Ikut kemana? Suamimu di rumah tidak?"

"Hus, kenapa malah tanya suamiku?"

"Lah benar kan? Aku tidak mau, saat nanti tengah main bola, belum sempat gol, suamimu sudah datang."

"Halah, kamu ini ngomong ngawur apa? Ayo cepat ikut, Minah pingsan!" Ibu-ibu itu langsung menarik Furqon untuk ikut.

"Biarin aja dia pingsan, lagipula sudah tahu hamil, masih saja banyak tingkah," ujar Furqon namun tetap mengikuti ibu-ibu itu.

"Itu mungkin bawaan bayi, Fur. Dia ngidamnya begitu."

"Mana ada ngidam menghina orang," timpal Furqon cepat.

"Kan kali aja," balas ibu itu seolah tanpa dosa.

"Ngawur itu namanya."

"Sudahlah, ayo cepat. Kasian dia." Ibu-ibu itu mempercepat langkahnya supaya cepat sampai.

Tapi saat sampai di sana, kondisi Minah sudah sangat memprihatikan. Wajahnya sudah pucat seolah tidak dialiri darah. Badannya juga sudah dingin.

"Inalillahi wainailaihi rojiun," ucap Furqon.

"Eh dia masih hidup!" Siti menjitak kepala Furqon.

"Lah, itu masih hidup? Kenapa gak mati aja sih," ujar Furqon asal.

"Cepat bantu, tidak usah banyak bicara. Menolong orang itu dapat pahala," balas Siti.

"Asal Ibu tahu, ini orang. Sudah nampar Ais dan buat malu Ais di depan banyak orang tadi. Dia juga sekongkol dengan mertuanya yang sekarang entah ada di mana."

"Apa benar?" tanya Siti pada ibu-ibu yang ada di sana.

Semuanya mengangguk serempak sebagai jawaban.

"Jadi sudah, biarkan saja di mati," sambung Furqon.

"Jangan gitulah, Fur. Kasihan," ujar Tarjo tak tega.

"Aku tidak mau." Furqon tetap menolak. Ia tak mau menolong Minah.

"Fur, bagaimana kalau Ibumu yang berada di posisi ini? Sedih bukan?" Tarjo masih berusaha meyakinkan Furqon.

Belum sempat Furqon menimpali. Seorang ibu berbaju merah menjerit. Otomatis semua melihat ke arah ibu itu.

"Inalillahi wainailaihi rojiun," ucap ibu-ibu berbaju merah tadi.

"Lah jadi sekarang mati beneran?" Furqon mendekat untuk memastikan. Ia mengecek denyut nadi Minah yang ternyata memang sudah tidak ada.

"Inalillahi wainailaihi rojiun," lanjut Furqon.

"Kamu lama sih." Ibu-ibu berdaster batik menyalahkan Furqon.

"Kenapa aku, kalian yang sejak tadi di sini ngapain?" Furqon tak terima.

Akhirnya semua saling tuduh dan saling menyalahkan satu sama lain. Semua juga merasa paling benar. Tak ada yang mau disalahkan meskipun semuanya jelas-jelas salah karena tidak cepat-cepat membawa Minah ke Puskesmas.

Setelah aksi saling tuduh dan merasa paling benar. Kali ini satu persatu memilih kabur karena takut disalahkan atas kematian Minah.

"Aku juga tidak ikutan." Furqon juga tak mau disalahkan. Ia pun memilih untuk pergi.

Tinggallah Siti dan Tarjo yang kebingungan. Antara ingin membantu dan takut.

"Pak Tarjo, tunggu disini sebentar. Aku panggil suamiku saja bagaimana?" usul Siti.

"Jangan begitu dong, Bu. Masa aku sendirian sama mayat." Tarjo bergidik ngeri.

"Lalu bagaimana?" Siti mondar-mandir kebingungan.

"Itu Minah, kenapa?" tanya Dadang yang hendak melanjutkan berkeliling setelah dari tempat Sari, sepi.

"Dang, panggil perangkat desa. Cepat!" seru Tarjo.

"Iya, iya." Dadang meninggalkan gerobak sayurannya dan segera berlari menuju balai desa untuk mengabarkan tentang Minah.

******

Baca n bantu dukungannya ya guys...
Buat cerita "Ipar" yang di ikut sertakan event cinta SP. Semoga bisa selesai tepat waktu.

 Semoga bisa selesai tepat waktu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.





AFTER MARRIED (Aisyah &Kafi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang