Dua Puluh Satu

3.8K 619 242
                                    

Setelah makan mie instan bersama, Kafi izin ke pos ronda. Rasanya sangat hampa baginya jika satu hari tidak datang ke tempat itu.

"Pulangnya jangan malam-malam, Mas."

"Iya, aku tidak akan pulang malam." Kafi mencium kening Aisyah seakan mau pergi bekerja, padahal ia mau pergi nongkrong dan berjudi di pos ronda.

Setelah Kafi pergi, Aisyah mulai membereskan rumah dan menyapu halaman. Tapi tak selang beberapa lama, Aisyah mendapatkan hal yang mengejutkan.

Plakk...

Minah menampar Aisyah.

"Ada apa ini?" tanya Aisyah sembari memegangi pipinya.

"Jangan pura-pura tidak tahu, kamu ini memang pembawa sial ya! Kamu tidak bosan-bosannya mengganggu anakku. Sekarang apa yang kamu incar? Kita sudah jatuh miskin, jangan usik kehidupan kami lagi," cerca Laila.

"Apa yang Ibu bicarakan?" Aisyah benar-benar tak mengerti.

"Kamu perempuan gatal, tidak tahu diri, tidak tahu malu. Tidak pantas kamu mengenakkan jilbab." Minah menarik  jilbab yang Aisyah kenakan.

Tapi Aisyah memeganginya kuat-kuat untuk mempertahankan jilbabnya.

Laila tidak hanya tinggal diam. Ia membantu Minah untuk melepaskan jilbab Aisyah.

Aisyah yang hanya seorang diri tak mampu melawan Minah dan Laila.

Mata Aisyah mulai berkaca-kaca, sebagai seorang muslimah, rambut adalah aurat dan ia merasa seperti ditelanjangi saat jilbabnya berhasil di lepas hingga memperlihatkan rambut hitam panjangnya.

"Kamu tidak pantas memakai ini, semua itu hanya kedok untuk menutupi kebusukkan mu." Minah melempar jilbab milik Aisyah.

"Aku peringatkan kamu, jauhi anakku!" Laila menunjuk-nunjuk Aisyah tepat di wajahnya.

"Eh, eh ada apa ini?!" Sari pemilik warung yang berada dekat dengan rumah Kafi datang karena penasaran mendengar keributan.

Beberapa ibu-ibu yang tengah berbelanja juga ikut melihat apa yang tengah terjadi.

"Ibu-ibu semua! Hati-hati dengan wanita ini. Jaga suami kalian baik-baik. Dia ini wanita jahat," ucap Minah berusaha memprovokasi para ibu-ibu supaya membenci Aisyah.

"Jangan asal bicara kamu," timpal Sari. Ia tak percaya begitu saja dengan ucapan Minah. Lagipula selama menjadi tetangganya, Aisyah tak pernah berbuat ulah. Bahkan Aisyah hanya keluar rumah untuk berbelanja saja dan langsung pulang lagi, tidak ikut ngerumpi seperti ibu-ibu yang lain.

"Aku tidak asal bicara. Coba pikir saja, kalau dia wanita baik-baik, tidak mungkin mau menikah dengan Kafi," balas Minah.

"Iya dan dia itu gatal, sudah sama-sama menikah. Dia masih ngejar-ngejar Umar, anakku," timpal Laila.

Para ibu-ibu saling berbisik-bisik dan menatap sinis pada Aisyah dari ujung kaki hingga ujung kepala seakan tengah menilai.

Sari masih tak percaya, ia mencoba untuk membela Aisyah hingga terjadi adu mulut antara dirinya dengan Minah dan juga Laila.

***
"Yur sayurrr!" seru penjual sayur keliling yang biasa mangkal di warung Bu Sari tapi kali ini warungnya terlihat sepi. Padahal jam seperti ini, biasanya para ibu-ibu tengah nongkrong sambil ngerumpi.

"Pada kemana ini?" Penjual sayur itu numpang duduk sambil menunggu para pembeli.

Baru saja duduk, penjual sayur itu mendengar keributan. Membuat ia penasaran. "Seperti di rumah Kafi," gumamnya.

"Pak Tejo!" seru penjual sayur itu saat melihat Tejo datang.

"Eh Pak Dadang. Mana para ibu-ibu? Biasanya udah ramai," ujar Tejo.

"Kayaknya lagi arisan di rumah Kafi," sahut Dadang.

Tejo tertawa. "Mana mungkin arisan disana, apalagi pagi-pagi seperti ini."

"Coba dengarkan itu, suara ribut-ribut berasal dari rumah Kafi. Pasti sedang arisan terus berebut kredit panci," ucap Dadang.

Tejo diam dan berusaha mendengarkan. "Sepertinya ada yang tak beres," gumamnya.

"Ayo lihat!" ajak Dadang yang juga penasaran.

Akhirnya Dadang dan Tejo memeriksa apa yang tengah terjadi di rumah Kafi.

Sampai di sana, Dadang dan Tejo terkejut karena ibu-ibu sedang bertengkar.

"Panggil Kafi cepat!" ucap Dadang.

"Iya, gawat ini." Tejo segera berlari menuju pos ronda untuk menemui Kafi. Ia sudah hafal, dimana Kafi biasa nongkrong.

Tak butuh waktu lama, Tejo sampai di pos ronda. "Kaf, Kafi!" seru Tejo terengah-engah.

"Jangan tagih hutang sekarang, aku belum punya uang," balas Kafi sambil asyik memainkan kartu remi bersama Furqon.

"Heleh, aku ke sini bukan buat nagih utang. Lagipula aku sudah tau kalau kamu kere," balas Tejo gemas.

"Lalu ada apa?"

"Istrimu....."

"Kenapa Ais?" Kafi langsung memotong ucapan Tejo dan membuang kartu reminya.

"Istrimu....."

"Ayo ke sana!" Kafi menarik Furqon untuk ikut.

"Dasar orang edan!" kesal Tejo yang ucapannya selalu di potong terus ditinggal pergi begitu saja tanpa mau mendengarkan ucapannya terlebih dahulu. Tetapi Tejo tetap mengikuti Kafi dan Furqon yang berjalan terlebih dahulu.


AFTER MARRIED (Aisyah &Kafi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang