Sepuluh

4.4K 626 177
                                    

Kafi keluar kamar mandi setelah menyelesaikan aktivitasnya. "Gak tidur?" tanyanya pada Aisyah yang tengah duduk melamun di tepi ranjang.

"Maafin Ais, Mas."

Kafi mengembuskan napas kasar. "Mau gimana lagi, kamu belum bisa," ujar Kafi sembari menuju lemari pakaian dan mengambil kaos asal lalu memakainya.

"Mas marah sama, Ais?" Aisyah beranjak mendekati Kafi.

Kafi tersenyum tipis, mengusap lembut wajah Aisyah. "Tidak, Mas tidak marah. Hanya saja ya seperti itulah. Kurang puas." Kafi terkekeh.

"Bukan maksud Ais menolak ajakan, Mas. Tapi..."

"Sudahlah, aku tau kok." Kafi memeluk Aisyah.

"Terima kasih, Mas." Aisyah sedikit lega karena Kafi sangat pengertian.

"Mandi, ganti baju. Kita kerumahmu."

"Kita mau ke rumah Bapak sama Ibu?" tanya Aisyah antusias.

"Iya, Ibumu menyuruhku kesana tadi pas ketemu di pasar." Padahal itu alibi Kafi saja. Ia sengaja membawa Aisyah supaya tidak di ceramahi oleh mertuanya.

"Iya, Mas. Ais mandi." Aisyah segera ke kamar mandi untuk membersihkan diri lalu bersiap untuk pergi. Ia tak sabar ingin bertemu orangtuanya.

***

Setelah menunggu beberapa saat, Aisyah muncul menggunakan gamis berwarna ungu tua di padukan dengan jilbab ungu muda pemberian Kafi tadi.

"Istriku memang cantik. Ayo berangkat!" Kafi menggandeng tangan Aisyah. Ia tak mau Aisyah jauh darinya.

"Mas, Ais bisa jalan sendiri. Malu pada lihatin," bisik Aisyah pelan karena sepanjang jalan para tetangga berbisik-bisik melihat kemesraan mereka.

"Biarkan saja, lagipula kita sudah sah menjadi suami istri. Mereka itu cuma iri saja sama kita." Kafi tidak mau melepaskan tangannya dari Aisyah.

"Mau kemana? Gandengan gitu kayak mau nyebrang?" tanya Pak Tarjo baru pulang dari pasar setelah belanja untuk warung makannya.

"Romantis ini namanya. Emangnya situ sendirian, truk aja gandengan." Kafi terbahak melihat wajah cemberut Tarjo.

"Gayamu, Kaf." Tarjo melengos berlalu pergi.

"Mas, jail." Aisyah geleng-geleng kepala.

"Kenyataan begitu." Kafi tertawa.

***

"Assalamualaikum!" seru Kafi sambil mengetuk-ngetuk pintu rumah Aisyah.

"Waalaikum salam" Terdengar jawaban dari dalam lalu tak lama pintu terbuka. "Nak Kafi, Ais. Ayo masuk!" Abdullah mempersilahkan menantu dan putrinya masuk.

"Bapak apa kabar?" tanya Aisyah senang sambil menyalami tangan bapaknya.

"Alhamdulillah baik, lalu bagaimana kabarmu?"

"Ais jelas baik kalau sama aku. Gak ada yang bisa ganggu Aisyah. Kecuali mantan pacarnya yang menyebalkan itu," timpal Kafi.

"Mas." Aisyah memberi tatapan tak suka dengan sikap Kafi yang tak sopan.

"Tapi aku bicara benar kan? Kamu baik-baik saja bersamaku?" Kafi balas menatap Aisyah.

Abdullah tersenyum. Ia bisa menyimpulkan jika Aisyah memang baik-baik saja. Kafi memperlakukan putrinya dengan baik meskipun sikap Kafi kurang baik.

Aisyah memilih untuk tidak menjawab pertanyaan Kafi. "Dimana Ibu?" Aisyah melihat sekeliling mencari keberadaan ibunya.

"Ada, duduk dulu. Ibumu sedang mandi. Sebentar lagi keluar. Lalu kita sarapan bersama. Kalian pasti belum makan kan?"

"Iya Pak Tua. Aku belum makan. Tadi Ibu menyuruhku datang kemari."

"Mas." Aisyah mengembuskan napas perlahan dan beristighfar dalam hati. Ia jujur saja gemas dengan suaminya yang bicara tanpa berpikir apalagi basa-basi.

"Kenapa?" Kafi melihat kearah Aisyah tak mengerti.

"Bicaralah yang sopan pada orang tua."

"Apa yang salah? Aku berkata jujur. Apa kalau aku bilang belum makan itu tak sopan?"

"Bukan itu, Mas." Aisyah rasanya gemas sendiri.

"Lalu apa?"

"Mas tadi nyebut bapakku Pak Tua."

"Memangnya itu salah? Bapakmu kan memang sudah tua."

"Mas, ih."

"Sudah-sudah." Abdullah kembali tersenyum. Sepertinya Aisyah memang baik-baik saja bersama Kafi. Aisyah seolah tidak ketakutan dan sedih lagi seperti dulu.

"Tapi, Pak...."

"Bapakmu ini kan memang sudah tua." Abdullah memotong ucapan Aisyah.

"Tuh dengar, bapakmu saja mengakuinya. Jadi apa yang salah," ucap Kafi dengan wajah tanpa dosanya.

"Terserah Mas saja." Aisyah tak mau berdebat dengan Kafi. Karena sudah di pastikan, ia akan kalah. Kafi sangat pandai bicara.

"Kalian sudah datang?" ucap Siti.

"Assalamualaikum, Bu." Aisyah bangkit dari tempat duduknya kemudian menyalami ibunya.

"Waalaikum salam. Sehat, Nak?" Siti senang melihat Aisyah. Ia rindu dengannya. Sejak menikah, ini pertama kalinya Aisyah datang.

"Alhamdulillah, Bu. Bagaimana dengan Ibu?"

"Ibu juga sehat."

Pandangan Siti beralih ke arah Kafi yang seolah tak mau melihatnya. Dia justru ancang kaki sambil bersenandung kecil. Sungguh sangat tak sopan.

"Kamu tidak mau memberi salam pada Ibu mertuamu?" Nada Siti terdengar ketus.

"Assalamualaikum Bu Mer." Kafi tersenyum lebar.

"Waalaikum salam. Jadi sekarang bisa jelaskan apa yang kamu kerjakan di pasar?" Sinis Siti.

Kini semua melihat ke arah Kafi penasaran. Sedangkan Kafi masih tersenyum sambil garuk-garuk kepalanya yang tak gatal.

AFTER MARRIED (Aisyah &Kafi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang