Eve menarik nafas dalam – dalam sambil berjalan menuju kantornya hari itu, sealaman ia sudah menyiapkan seluruh dokumen yang ia butuhkan dan membangun narasi dan kumpulan dialog yang mungkin terjadi serta membuat balasan dari semuanya itu. Dengan kata lain, ia sudah mempersiapkan dirinya dengan sangat baik untuk hari itu.
Ya, hari itu Eve akan memberikan surat pengunduran diri kerja. Ia benar – benar tidak tahan dengan perlakuan Dante terhadap dirinya. Pria itu membuatnya takut dan marah di saat yang bersamaan, baru dua minggu sejak pria itu datang, namun Eve sudah tidak tahan lagi dengannya. Jadi setelah memikirkannya matang – matang selama tiga hari penuh, ia membulatkan keputusannya untuk keluar dan tidak aka nada yang bisa menghentikannya. Kemarin malam ia sudah membuat CV yang baru dan mengirimkannya kepada beberapa perusahaan yang ia yakin pada akhirnya akan menerimanya, karena Eve tahu bahwa ia adalah wanita yang berkualitas, tentu saja perusahaan pasti akan memberikannya pekerjaan.
Tiga tahun yang lalu ketika ia pertama melamar kerja di sana, ia tidak pernah menyangka bahwa ia akan keluar secepat itu. Ketika ia masih menjadi sekretaris Noah, ia sangat senang bekerja di sana walaupun tidak semuanya berjalan dengan mulus, tentu saja. Tetapi setidaknya ia nyaman di sana, kini kenyamanan itu menghilang, digantikan dengan kepahitan yang betubi – tubi. Hatinya tidak sanggup lagi menghadapi hal ini.
Akhirnya ia mengumpulkan keberanian dalam dirinya dan berjalan memasuki kantor. Jnatungnya berdegup sangat kencang. Ia tidak tahu bagaimana respon Dante nanti, yang ada dipikirannya hanyalah perasaan lega yang akan ia rasakan setelah semua ini berakhir. Ya, ia hanya perlu mengumpulkan keberanian saja untuk melakukan hal ini.
Ia melihat Dante sudah datang dan duduk manis sambil menandatangani dokumen – dokumen penting. Sambil menarik nafas sekali lagi, ia masuk ke dalam ruangan itu dan berjalan menghampirinya. Melihat Eve yang terlihat cantuk, sebuah senyuman muncul di wajah Dante.
"Bacakan jadwalku untuk hari ini, Eve." Perintah pria itu.
"Aku tidak kesini untuk itu, Dante. Ada yang harus kubicarakan denganmu. Aku ingin resign dari perusahaan ini." Kalimat itu membuat senyuman yang ada di wajah Dante seketika menghilang. Ia mengangkat wajahnya untuk menatap Eve dengan ekspresi tidak percaya.
"Apa maksudmu? Itu bukan bercandaan yang lucu, Eve." Suara Dante mulai terdengar rendah dan gelap, kelihatannya pria itu mulai emosi.
"Kau mendengar perkataan ku dengan baik, Dante. Aku ingin resign. Aku sudah menyiapkan semua dokumen yang dibutuhkan. Mulai hari ini aku bukan sekretaris mu lagi." Eve meletakan surat pengunduran dirinya di meja Dante dan pria itu menatapnya lagi.
"Tapi kenapa? Apa yang salah? Kau tidak suka kerja di sini lagi, hah? Atau ini adalah cara licikmu supaya aku menaikkan gajimu?" Dante sekarang benar – benar terdengar kesal. Ia berdiri dan kini ia benar – benar berhadapan dengan Eve.
"Dante, jujur saja, aku sudah tidak tahan dengan perlakuanmu yang semena – mena kepadaku. Aku tidak tahan dengan sikapmu yang panas dingin denganku. Sehari kau baik sekali, kemudian tiba – tiba kau bersikap seperti seorang monster." Eve mengakui, ia mengeluarkan semua isi hatinya, semua hal yang sudah disimpannya sejak lama.
"Tidak, aku tidak akan membiarkanmu pergi begitu saja." Ia mengambil surat pengunduran dirinya lalu merobek kertas itu hingga berkeping keeping kemudian menggumpalnya menjadi sebuah bola dan melemparkannya ke tempat sampah.
"Aku tidak peduli, Dante. Ketahuilah, mulai hari ini, aku berhenti." Ia mendeklarasikannya kemudian berbalik untuk keluar dari ruangan namun sebelum ia bisa beranjak pergi, Dante langsung mendekapnya dari belakang secara tiba – tiba, yang mengejutkan Eve, ia berusaha untuk melepaskan dirinya namun Dante jauh lebih kuat dari dirinya, mereka berdua jatuh ke sofa yang ada di sana dan Dante membuka bibirnya.
"Eve, aku mohon, jangan pergi. Aku minta maaf atas sikapku sebelumnya. Aku hanya tidak suka melihatmu bersama pria lain. Itu membuatku marah. Aku tidak tahu kenapa aku bisa merasakan emosi yang kuat seperti itu." Kini suara Dante tidak lagi terdengar marah, namun ada kesan memelas di suaranya yang membuat Eve berhenti sejenak. Ia memandang ruang hampa di udara
"Tapi aku mohon. Jangan tinggalkan aku. Tetaplah bekerja untukku. Aku membutuhkanmu. Aku tidak ingin sekretaris lain. Aku akan berusaha memperbaiki sikapku mulai sekarang, asal kau jangan pergi." Bisik pria itu di telinganya. Eve benci ketika pria itu bertingkah seperti itu. Ia berani bersumpah pria itu menderita bipolarisme. Eve tahu ia seharusnya pergi saja, namun mendengar Dante berkata seperti itu membuat niatnya yang tadi sudah bulat dan kuat menciut.
Tetap saja, ia berusaha untuk memikirkan hal buruk yang sudah pria itu lakukan dan melepaskan dirinya dari pelukan pria itu. Sambil memandanginya lagi.
"Tidak, Dante, Cukup adalah cukup. Aku tidak akan bekerja di sini lagi. Sekarang tolong jangan berbuat seperti itu atau aku akan melaporkanmu karena pelecehan seksual." Eve tahu dirinya tidak serius ketika ia mengatakan itu. Namun perkataannya itu membuat wajah Dante semakin gelap. Sebelum sesuatu yang tidak mengenakan terjadi, ia keluar dari ruangan itu dan berjalan keluar dari bangunan. Ia tidak memperdulikan pandangan teman kerjanya yang menatapnya dengan tatapan aneh. Eve hanya ingin pulang ke rumahnya dan menenangkan diri. Keluar dari kerja bukanlah hal yang mudah untuknya, banyak rasa takut dan ragu yang bercampur menjadi satu dalam dirinya, maka dari itu ia tidak ingin memikirkan apa – apa lagi hari itu. Yang ia ingin lakukan hanyalah bersantai dan menikmati harinya sebelum ia harus fokus mencari pekerjaan lagi.
Ketika ia sampai rumah, pikirannya langsung melayang kepada apa yang dikatakan oleh Dante tadi. Ia tidak mengerti kenapa dia bersikap seperti itu. Ia masih bisa merasakan tangan kuat Dante yang membalut dirinya, ketika jemarinya menempel pada tangannya. Ketika ia meletakan wajahnya di pundak Eve. Ia bisa merasakan nafas pria itu di lehernya yang membuat dia merinding. Semuanya itu terasa begitu nyata. Butuh beberapa waktu bagi Eve untuk sadar bahwa yang tadi ia alami itu adalah kejadian nyata dan bukan sebuah mimpi. Mantan boss nya baru saja memeluknay dan emmintanya untuk tinggal. Itu sebuah kenyataan yang cukup gila.
Ia tidak berani untuk membalikan badanya setelah ia mengucapkan kata – kata yang terakhir karena ia tidak ingin melihat ekspresi Dante setelah ia membuatnya marah. Ia tahu seharusnya ia lega sekarang karena ia sudah terputus dari pria itu, namun Eve tidak mengerti kenapa, ia tidak merasa lega sama sekali. Masih ada sesuatu yang mengganjal di hatinya. Sesuatu yang tidak pernah ia rasakan sebelumnya.
Jantungnya berdebar sangat kencang, ia meletakan telapak tangannya di dada dan mengambil nafas dalam – dalam. Wajah tampan Dante selalu terbayang di benaknya. Sekilas ia melihat seluruh ekspresi Dante yang sudah ia lihat dalam dua minggu, senyunmya, ekspresi marahnya, wajahnya ketika ia sedang sedih, kecewa, tertawa. Semuanya bermain di kepalanya seperti sebuah slide presentasi.
Entah kenapa Eve merasa bahwa ini adalah awal dari sesuatu yang tidak akan ia sukai.
Ya Tuhan, apa yang sedang terjadi kepadaku.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Devil Obsession
Romance"Apa yang kau mau, Dante?" Tanyanya pada pria itu. "Pertanyaan bagus, sayang" balasnya sesaat sebelum menempelkan bibirnya ke bibir wanita itu. Ia berusaha melawan namun pria itu jauh lebih kuat darinya. Hingga bibir mereka terpisah dan wanita itu m...