Ketika Eve baru saja berjalan masuk ke apartemennya ia sedikit bingung karena tempat itu jauh lebih sepi dari biasanya. Bahkan di lobby tidak banyak orang yang duduk dan menunggu di sana walaupun biasanya ada beberapa orang yang menunggu. Namun Eve tidak terlalu memperdulikan hal itu, karena pikirnya mungkin memang semua orang sedang sibuk. Mau bagaimana, dia kan tinggal di New York, semuanya bisa saja terjadi di kota itu.
Ia naik ke lift dan berjalan ke lorong apartemennya, ia merasa lelah namun senang hari itu, karena paling tidak ia mendapatkan boss yang baik seperti Elliot. Ya, ia masih tidak bisa mempercayai apa yang baru saja terjadi, tetapi ia yakin ada suatu arti dibalik kebetulan tersebut.
Ia memasukan kunci dan masuk ke dalam rumahnya, namun ia menyadari ada sesuatu yang berbeda, karena lampu ruang tamunya menyala. Ia mulai deg – degan. Ia berani bersumpah bahwa ia telah mematikan lampu sebelum berangkat kerja tadi pagi, lagipula ruang tamunya dipenuhi oleh matahari karena ia memiliki jendela kaca yang terbilang cukup besar jadi ia tidak pernah menyalakan lampu saat pagi.
Dengan sangat hati – hati, ia berjalan masuk ke dalam ruang tamunya dan betapa terkejutnya ia ketika ia melihat seseorang sedang duduk di ruang tamu. Lebih buruknya, pria yang sedang duduk di sana tidak lain adalah pria yang sudah ia hindari selama ini. Seseorang yang ia tidak ingin berurusan lagi.
Dante Winston.
Dia terlihat seperti baru selesai bekerja di kantor. Rambutnya memang sedikit berantakan, namun secara garis besar ia masih terlihat cukup rapi. Dia masih mengenakan jas kerja nya, ada sedikit lingkaran gelap dibawah matanya. Dia terlihat lelah dan sedikit kesal. Ia tidak tahu bagaimana caranya pria itu bisa masuk ke dalam apartemennya. Yang ia tahu adalah, ia sangat takut.
"Dante, apa yang kau lakukan di sini?" tanya Eve. Dante berdiri dari sofanya dan berjalan menghampiri Eve yang mengambil beberapa langkah mundur ke belakang. Mata mereka berdua bertemu. Jantung Eve berdegup sangat kencang. Wajah Dante masih sama seperti terakhir kali ia melihatnya dan bayangan tentang apa yang sebelumnya terjadi kembali ke pikiran Eve. Ketika Dante memeluknya waktu itu.
"Aku tidak suka kau keluar begitu saja, Eve. Aku tidak pernah mengizinkanmu untuk pergi." Wajahnya terlihat gelap. Eve merasa takut. Punggungnya sudah menempel pada tembok. Ia merasakan déjà vu yang sangat kuat, kali itu Dante benar – benar muncul di apartemennya seperti seorang iblis.
"Eve, kembalilah bekerja untukku, kali ini aku janji aku akan memperlakukanmu dengan lebih baik. Bekerjalah denganku lagi." Eve tidak mengerti kenapa Dante begitu terobsesi dengannya. Eve tidak pernah melakukan apapun yang membuat pria itu bisa jatuh cinta atau tergila – gila dengannya. Selama ini ia selalu bersikap professional. Ia tidak pernah sekalipun berusaha menggodanya. Entah kenapa Dante tidak dapat membiarkannya sendiri.
"Dante, tolong, aku tidak bisa melakukan hal itu. Aku sudah bekerja di tempat lain sekarang." Ketika mendengar perkataan itu, matanya menjadi lebih gelap, ia menggelengkan kepalanya seolah – olah ia tidak mengerti apa yang wanita itu sedang katakan. Tidak, ia mengerti, hanya saja ia tidak ingin menerimanya.
"Kalau begitu keluar saja, kembalilah bekerja kepadaku. Aku akan menaikkan gajimu tiga kali lipat, kau tidak akan pernah kekurangan lagi. Selain itu aku juga akan sering mengajakmu makan bersama sehingga kau tidak perlu membayar makan sama sekali." Ia berkata dengan senyuman gila yang dipaksakan, seolah – olah ia berharap bahwa perkataannya itu akan membuat Eve kembali bekerja untuknya.
Namun sayangnya, keputusan Eve sudah bulat, ia menggelengkan kepalanya sambil berusaha keluar dari pojok tembok dimana Dante sudah menyudutkannya. Karena badan Eve masih terbilang mungil, ia masih bisa meloloskan diri dan ia segera berjalan menjauh darinya.
"Tidak, aku tidak bisa melakukan itu, Dante. Sekarang kumohon keluarlah. Aku tidak tahu bagaimana caranya kau masuk ke sini. Tapi kumohon pulanglah." Eve berusaha tetap tegar dan tidak terlihat ketakutan, namun sulit baginya untuk melakukan hal itu ketika Dante berada di sana, memang pria itu tidak memegang alat berbahaya apapun yang bisa melukainya, tetapi ia tetap takut, tubuhnya sedikit gemetar karenanya dan Dante menyadari hal itu.
"Kau... apakah kau takut padaku?" Eve menatap wajah Dante dan menemukan sebuah kesedihan di tatapannya. Wajah kasar Dante berubah menjadi suram dan ia membalikan punggungnya menghadap Eve sambil mendengus dan tertawa ironis di saat yang bersamaan.
"Baiklah.... Baiklah kalau begitu. Aku tidak akan mengganggumu lagi, Eve. Aku harap kau akan bahagia." Balasnya berusaha untuk tetap tersenyum, namun Eve bisa melihat penderitaan di wajahnya ketika ia mengatakan hal itu.
Saat itu, dengan perlahan, Dante berjalan keluar menuju pintu, namun sebelum ia bisa menyentuh gagangnya, tiba – tiba ia membeku di tempat, beberapa detik kemudian, Dante terjatuh ke lantai, mengeluarkan suara kencang ketika punggung dan kepalanya membentur lantai. Semuanya terjadi begitu cepat, Eve buru – buru menghampiri pria itu lalu membantu membalikan badannya, ketika kulitnya menyentuh kulit Dante, ia baru sadar kalau suhu tubuhnya panas sekali. Dante berusaha untuk membuka matanya, nafasnya memendek dan Eve merasakan udara panas yang keluar dari sekitar tubuhnya.
"Yatuhan, badanmu panas sekali." Ia tahu persis dengan keadaan seperti itu Dante tidak mungkin menyetir pulang ke rumahnya. Jadi satu – satunya hal yang bisa ia lakukan adalah membiarkan Dante tinggal di apartemennya untuk sementara. Di saat yang bersamaan, ia juga tidak bisa membiarkan pria itu tergeletak di lantai ruang tamunya begitu saja,
Jadi walaupun kesulitan, ia mengangkat pria itu sekuat tenaganya dan meletakannya di sofa, karena itu adalah tempat terdekat dan Dante sangat berat, tubuhnya mayoritas terbentuk dari otot, sedangkan Eve, walaupun badannya tidak terlalu kurus, tetap jauh lebih kecil dibandingkan Dante yang bertubuh cukup besar, ia berani bersumpah mengangkat pria itu rasanya seperti berusaha mengangkat hulk.
Setelah berhasil, ia membaringkan Dante di sofa, lalu segera mengambil kain dengan air es untuk menurunkan suhu badannya, ia juga menyelimuti pria itu dan mengusap keringat yang keluar dari dahinya. Eve sendiri bahkan belum berganti pakaian tetapi entah kenapa ia takut jika terjadi sesuatu kepada Dante. Pria itu terlihat baik – baik saja beberapa saat yang lalu, namun dalam sekejap dia jatuh seperti sebatang pohon.
"Apa yang harus kulakukan denganmu?" tanya Eve. Dia sedikit kebingungan karena ia tidak tahu pasti apa yang harus ia lakukan setelah itu. Pakaian yang dipakai oleh Dante terlihat tebal dan panas, ia tahu ia harus melepaskannya supaya pria itu bisa berkeringat dengan bebas dan menurunkan suhu badannya, namun di saat yang bersamaan, ia juga tidak tahu apakah ia boleh melakukannya.
"Ah, masa bodoh." Akhirnya ia memutuskan untuk melakukannya juga, perlahan - lahan ia mulai membuka lapisan jasnya dan pria itu memakai beberapa lapis pakaian yang membuat Eve sedikit kesulitan membukanya. Namun ketika berhasil, matanya kaget melihat apa yang ada di hadapannya.
"Ya Tuhan..."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Devil Obsession
Romance"Apa yang kau mau, Dante?" Tanyanya pada pria itu. "Pertanyaan bagus, sayang" balasnya sesaat sebelum menempelkan bibirnya ke bibir wanita itu. Ia berusaha melawan namun pria itu jauh lebih kuat darinya. Hingga bibir mereka terpisah dan wanita itu m...