Elliot sedang duduk di balkoni apartemennya sambil memegang cangkir kopi keempatnya hari itu. Ia telah menyelesaikan seluruh pekerjaannya dan saat itu adalah waktunya untuk relaksasi dan bersantai. Momen kecil seperti itu adalah hal yang membuat hidupnya menjadi lebih bermakna karena hidupnya bukan hanya tentang pesta yang mewah atau pertemuan bisnis, ia juga memiliki momen – momen santai di dalam hidupnya.
Tiba – tiba ketika ia sedang merenungkan kehidupan, pikirannya melambung menuju Eve. Ia tidak tahu kenapa, tetapi wanita itu selalu muncul di dalam pikirannya ketika ia sendiri. Seolah – olah ia ingin mendapatkan tempat di diri pria itu.
Anehnya, setiap kali ia memikirkan tentang Eve, jantungnya selalu berdetak dengan sangat kencang dan sebuah senyuman selalu muncul di wajahnya. Ketika ia membayangkan senyuman wanita itu, ia menemukan dirinya tersenyum juga, hingga mereka yang melihatnya dalam keadaan seperti itu menganggapnya gila.
Ya, tentang Eve, Elliot berpikir bahwa ia akan mengajak wanita itu untuk jalan – jalan bersamanya nanti. Kemana? Ia juga belum tahu, yang ia tahu hanyalah, ia ingin sekali bejalan dengan wanita itu lagi. Ia ingin bersama dengannya, menghabiskan waktu dengannya di luar jam kerja. Ia tidak bisa melakukan apapun dengan wanita itu di kantro karena ia harus bersikap professional, tetapi ketika mereka berada di luar, mereka bisa menjadi siapapun yang mereka mau.
Elliot baru saja akan mengambil handphonenya ketika seseorang meneleponnya. Ia melihat nama seseorang terpasang di sana dan ia sedikit terkejut, namun ia segera mengangkatnya dan mendengar suara wanita itu dari sisi lain.
"Halo, Elliot, aku sudah berada di lobby. Jemput aku sekarang juga." Sebelum dia dapat membalas, wanita itu sudah mematikan teleponnya. Elliot mengambil nafas panjang – panjang lagu menarik dirinya untuk turun ke lobby walaupun ia tidak tahu. Ia tidak tahu kenapa wanita itu memutuskan untuk datang hari itu juga, memang dia tidak pernah berubah, sejak dulu ia selalu datang tanpa diundang.
Ketika lift lobby terbuka, ia melihat wanita itu sedang duduk di sana dengan ekspresi dingin seperti biasanya, ia memang seperti itu ketika sendiri, pikirnya ekspresi itu baik untuk menjauhkan orang – orang yang ingin mengganggunya, tetapi ketika melihat Elliot, wanita itu langsung tersenyum dan matanya berbinar. Ia berdiri dari kursinya lalu menghampiri Elliot, membuka tangannya dan memeluk pria itu.
"Ah, Elliot, kau tidak berubah ya sejak beberapa tahun terakhir." Kata wanita itu sambil mengusap rambutnya. Elliot berusaha melepaskan dirinya dari wanita itu, namun dekapannya terbilang cukup kuat. Hingga beberapa saat kemudian wanita itu melepaskan pelukannya lalu menatap Elliot kembali.
"Lucinda, apa yang kau lakukan di sini? Kukira kau sedang berada di Melbourne?" tanya pria itu. Wanita itu hanya tertawa sambil mereka berdua berjalan menuju ke lift. Rambut dirty blonde nya jatuh ke pundaknya, matanya berwarna hijau pucat dan kulitnya berwarna tan yang ia dapatkan dari produk fake tanning nya. Wanita itu mengenakan sebuah gaun lengan panjang berwarna hijau dan sebuah topi warna taupe yang matching dengan tas dan sepatunya. Selera fashion nya memang tidak pernah berubah. Ia masih sama seperti yang dikenal Elliot.
Wanita yang sedang berjalan dengannya saat itu tidak lain adalah Lucinda "Lucy" Carliston. Dia adalah adik perempuan dari Elliot yang lebih muda satu tahun dari dirinya. Saat itu ia menetap di Melbourne bersama dengan suaminya dan mereka memiliki perusahaan marketing privat di sana. Walaupun mereka adalah saudara kandung, mereka memiliki fitur yang sangat berbeda satu sama lain. Elliot memiliki fitur yang lebih simetrikal dibandingkan Lucy, mereka berjalan menuju ke apartemen Elliot.
Lucy sedang duduk di sofanya sambil meminum segelas jus jeruk yang baru saja ia beli dari supermarket. Jujur saja ia tidak suka dengan jus semacam itu, mereka tidak pernah membuatnya fresh dan selalu ada aditif tambahan yang sebenarnya ia tidak butuhkan.
"Jadi apa sebenarnya tujuanmu ke sini, Lucy?" tanya Elliot sambil duduk di sofa yang berada di sampingnya.
"Kenapa? Memangnya aku tidak boleh mengunjungi kakakku sendiri?" balasnya. Elliot tertawa, walaupun saat itu dia sudah menikah, namun Lucinda tidak banyak berubah, bibirnya masih pandai berbicara. Elliot tahu itu bukanlah alasan sebenarnya dari kunjungan adik perempuannya itu. Lucinda bukanlah seorang yang terlalu family oriented, dia tidak akan jauh – jauh datang ke New York jika tidak ada apapun yang ia ingin lakukan di sana dan mengunjungi Elliot bukanlah alasan yang kuat.
"Oke, aku akan akui, sebenarnya aku ke sini untuk urusan bisnis, aku ingin berbicara kepada seseorang, aku sudah membuat janji dengannya untuk makan siang bersama besok. Tapi hari ini jadwalku cukup cerah, jadi kupikir kenapa aku tidak mengunjungi kakak ku saja." Tentu saja, Elliot tidak kaget mendengar hal itu, seorang seperti Lucy tidak akan terbang ke bagian lain dunia hanya untuk mengunjungi keluarganya, lagipula ia tidak pernah benar – benar merasa dekat dengan keluarganya, apalagi sekarang ia sudah membuat keluarga yang baru. Ya, memang ia belum memiliki anak karena pernikahan mereka baru berlangsung selama satu tahu, namun semuanya baik – baik saja dan mereka mengharapkan tambahan anggota keluarga baru tahun depan.
Ya, Lucinda sedang hamil tiga bulan, semua orang sudah tahu itu. Suaminya memang tidak membiarkannya untuk berjalan sendirian, tetapi semua orang tahu betapa keras kepalanya wanita itu. Jika ia sudah menginginkan sesuatu, tidak akan ada yang bisa menghentikannya.
Setelah meneguk habis jus jeruknya, ia mengalihkan perhatiannya kepada Elliot yang saat itu sedang membuka sesuatu di laptopnya.
"Kau masih terobsesi dengan pekerjaanmu ya? Elliot, memang bekerja itu baik, tetapi apakah kau tidak menaruh perhatian juga kepada aspek lain dalam hidupmu, entahlah, misalkan wanita? Aku sangat jarang mendengarmu berjalan bersama perempuan. Sampai kapan kau mau hidup single seperti ini terus?" tanya Lucinda. Memang dibandingkan dirinya, Elliot jauh lebih workaholic dan Lucinda merasa sebagai seorang wanita karir, dirinya sudah cukup workaholic, tetapi tidak ada yang bisa mengalahkan ambisi saudara laki – lakinya itu.
Ketika mendengar pernyataan dan pertanyaan saudarinya itu, Elliot tertawa kecil.
"Kau tahu, sebenarnya sudah ada seseorang yang menarik perhatianku, namun hanya ada satu masalahnya, wanita ini adalah sekretarisku." Mendengar itu, Lucinda menggelengkan kepalanya. Ia sudah lupa berapa banyak kisah semacam ini yang ia dengar dimana seorang direktur atau boss perusahaan besar jatuh cinta kepada sekretaris atau karyawannya sendiri dan berdasarkan pengalamannya, hal ini biasanya tidak berakhir dengan begitu baik.
"Kau tahu, wanita semacam itu biasanya hanya menginginkanmu untuk uangmu. Kau harus lebih hati – hati Elliot. Jangan biarkan dirimu jatuh ke dekapan seorang gold digger." Katanya dengan rasa khawatir yang terdengar jelas dari suaranya. Ketika mendengar itu, Elliot menggelengkan kepalanya.
"Tidak, Lucinda, kau harus melihat wanita ini sendiri. Dia berbeda, dia tidak seperti wanita materialistic diluar sana. Eve adalah wanita terbaik yang pernah aku temui dan sesuatu tentang dirinya begitu menarik untukku. Kau tidak perlu khawatir, aku akan baik – baik saja."
Perkataan Elliot itu justru membuat Lucinda semakin khawatir. Kenapa? Karena pria yang sedang jatuh cinta akan kehilangan seluruh kemampuannya untuk berpikir rasional.
Adiknya bukanlah pengecualian.
Ia hanya berharap yang dikatakannya benar.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Devil Obsession
Romance"Apa yang kau mau, Dante?" Tanyanya pada pria itu. "Pertanyaan bagus, sayang" balasnya sesaat sebelum menempelkan bibirnya ke bibir wanita itu. Ia berusaha melawan namun pria itu jauh lebih kuat darinya. Hingga bibir mereka terpisah dan wanita itu m...