Chapter 29

803 34 1
                                    

Dante sedang duduk sendirian di kamarnya yang gelap. Ia bahkan tidak menyalakan lampu sama sekali. Kegelapan itu mempresentasikan hatinya. Ia menggores garis rambutnya dengan jarinya, menunjukan rasa frustrasi yang sedang ia rasakan saat itu. Dante tidak tahu bagaimana caranya Eve bisa menemukan lukisan itu. Ia tidak mengerti apa yang salah. Memang seharusnya ia menutup dan mengunci pintu kamarnya rapat – rapat agar Eve tidak bisa ke sana, namun ia tidak melakukannya dan sekarang ia harus membayar harga dari kecerobohnannya.

Ia masih mengingat ekspresi wajah Eve ketika ia pertama melihat lukisan itu. Dia terlihat kecewa sekali. Awalnya Dante tidak berpikir bahwa hal semacam itu akan terjadi, ia tidak menyangka bahwa Eve akan berpikir sejauh itu, walaupun Eve tidak mengatakannya secara langsung, namun ia tahu bahwa Eve pasti menganggap bahwa Dante hanya memberikan perhatian kepadanya karena dia mirip dengan Sofia.

Memang itu tidak sepenuhnya salah, karena pada awalnya, Eve menarik perhatiannya karena fitur yang ia miliki benar – benar mirip sekali dengan Sofia. Makanya saat ia masuk ke ruangan untuk pertama kalinya, matanya langsung tertuju kepada Eve.

Namun setelah ia mengenal Eve lebih lama, ia mulai bisa membedakan wanita itu dnegan saudara perempuannya dan semua emosi, perasaan dan kasih sayang yang dimilikinya untuk wanita itu memang benar – benar nyata untuk diri Eve sendiri. Bukan lagi karena ia mirip dengan Sofia. Maka dari itu, ia menyembunyikan lukisan Sofia yang selama ini sudah menemaninya tidur selama bertahun – tahun. Ya, lukisan Sofia adalah salah satu hal yang menurutnya sangat berharga. Ketika ia bertemu dengan Eve, ia mulai bisa melupakan rasa rindunya kepada Sofia dan mulai menyayangi Eve dengan benar.

Hanya saja Eve menemukan lukisan itu pada waktu yang tidak tepat. Tentu saja Dante tidak pernah memiliki niat untuk menghancurkannya, karena bagaimanapun juga dirinya sangat mencintai Sofia sebagai saudari kesayangannya tetapi ada alasan kenapa ia mulai meletakan lukisan itu di ruang kosong dibandingkan memajangnya di kamarnya, semuanya untuk menghindari hal itu.

Sekarang Dante benar – benar frustrasi, di tengah kegelapan otaknya berusaha untuk berpikir, bagaimana caranya ia bisa menjelaskan semua ini kepada Eve tanpa membuat wanita itu semakin kesal dengannya. Di saat yang bersamaan emosinya juga meluap – luap. Ia benar – benar tidak mengerti kenapa semua itu harus terjadi ketika semuanya berjalan dengan lancar. Harus sekali Eve menemukan lukisan itu, tetapi tidak ada gunannya menangisi susu yang sudah tumpah. Yang harus ia lakukan sekarang adalah memikirkan caranya meminta maaf dan mendapatkan Eve kembali. Betapa ironis, ia bahkan tidak pernah meminta maaf kepada siapapun sebelumnya. Lalu kenapa dengan Eve, ia melakukan hal yang tidak biasa ia lakukan?

Cinta itu memang gila. Cinta membuat seseorang melakukan banyak hal baru yang tidak akan mereka lakukan sebelumnya, benar – benar emosi yang kuat, seperti pedang bermata dua, jika digunakan dengan benar dapat menjadi kekuatan yang mendorong seseorang untuk menjadi lebih baik lagi. Jika digunakan dengan salah, maka cinta itu dapat berubah menjadi mesin penghancur.

Pertanyaannya sekarang adalah, dimanakah Dante berada diantari kedua mata pedang itu? Cintanya kepada Eve begitu dalam, walaupun mereka belum mengenal satu sama lain begitu lama, namun Eve merupakan sosok yang spesial dalam hidupnya dan ia tidak ingin kehilangan wanita itu. Tidak lagi. Sudah cukup baginya kehilangan seseorang yang ia sayangi, ia tidak akan merasakan hal semacam itu lagi. Tidak kali ini.

Tiba – tiba sebuah ide muncul di benaknya. Itu adalah salah satu ide tergila yang pernah ia pikirkan. Sebelumnya ia tidak pernah berpikir untuk melakukan hal itu, tetapi ada pertama kali untuk segalanya, bukan? Untuk Eve, ia akan melakukan apa saja, agar wanita itu bisa kembali ke dalam pelukannya.

Ya, yang perlu ia lakukan saat itu hanyalah mengatur jadwalnya, ia akan mengosongkan satu minggu. Hanya satu minggu. Itu akan menjadi satu minggu penentuan, jika berhasil, maka tentu saja Eve akan kembali ke dalam pelukannya. Jika tidak, maka ia akan menjadi gila. Itu saja yang ia tahu untuk saat itu.

Untuk menghilangkan rasa resahnya, ia tahu bahwa ia tidak boleh sendirian saat itu. Ia harus melakukan sesuatu untuk mengalishkan pikirannya karena ia tahu bahwa saat itu ia tidak bisa melakukan apapun, belum waktu yang tepat, ia harus membiarkan kemarahan Eve reda terlebih dahulu, baru ia bisa melakukan rencanannya.

Sementara itu, ia tidak ingin sendirian di sana malam itu, tempat tidurnya terasa begitu dingin dibandingkan dengan suasana hatinya yang panas, ia harus keluar dari sana.

Dante mengambil kunci mobilnya dan langsung berangkat ke sebuah bar lounge yang cukup dekat dengan penthousenya. Ia tidak ingin mabuk – mabukan, karena ia tahu bahwa ia harus menyetir mobil saat pulang. Ia hanya akan minum sedikit lalu kembali, setidaknya itu akan membuatnya lebih nyaman. Ketika ia sampai, ia langsung masuk dan mencari tempat duduk yang kebetulan cukup dekat dengan bar tempat minumannya. Ia memesak segelas whiskey dengan dua potong es, seperti kesukaannya. Suasana bar malam itu bisa dibilang cukup ramai, banyak orang berdatangan dan tempat itu terlihat sedikit gila karena memang itu bukanlah bar lounge kelas atas. Jadi banyak orang dari kelas menengah yang berada di sana. Dapat dikatakan beberapa dari mereka terlihat berantakan.

Tiba – tiba saat Dante sedang meneguk whiskey, seorang wanita datang menghampirinya, wanita itu mengenakan sebuah gaun mini warna merah dengan garis – garis hitam vertikal yang dapat dikatakan cukup ketat, terlihat jelas bahwa pakaiannya itu sebenarnya terlalu kecil dan ketat untuk dirinya sendiri. Belahan dadanya terekspos dengan jelas. Wanita itu juga mengenakan salah satu sepatu yang disebut dengan "stripper's heels" yang memiliki bagian depan yang tebal dan terlihat murahan. Wanita itu memiliki rambut hitam lurus yang jatuh tepat di bawah dadanya dan sepertinya ia baru mendapatkan injeksi bibir baru karena bibirnya terlihat lebih bengkak dari bibir wanita normal, sangat tidak proporsional dengan bagian lain dari tubuhnya.

"Halo sayang, apakah kau mau bersenang – senang denganku malam ini?" tanya wanita itu dengan nada manja. Sepertinya ia menyadari dari penampilan Dante bahwa ia adalah pria kaya, maka wanita itu berusaha menggodanya demi mendapatkan sesuatu sebagai balasan, namun ia salah orang dan salah waktu karena suasana hati Dante saat itu sedang benar – benar buruk.

"Pergilah, wanita jalang!" katanya dengan nada sangat kesal. Wanita itu terkaget – kaget mendengar balasan Dante, ia tidak menyangka pria itu bisa bersikap begitu kasar terhadapnya, dengan ekspresi kesal, ia berdiri dan meninggalkannya sendiri.

Dante benar – benar muak dengan kehidupan seperti itu. Mungkin itu adalah karma karena dulu dirinya sering bermain dengan wanita demi kesenangan pribadi. Sekarang ia harus mendapatkan balasannya.

Semakin lama ia di sana. Suasana hatinya juga semakin memburuk. Akhirnya setelah meneguk habis whiskeynya, ia berjalan keluar dari sana dan mengendarai mobilnya untuk kembali pulang. Malam itu Dante tidak bisa tidur. Ia tetap resah walaupun tubuhnya sudah mulai hangat karena whiskey.

Yang ada di pikirannya hanyalah Eve. Ia membayangkan mata Eve, bibirnya yang menggoda, senyumannya yang manis dan sentuhannya yang hangat.

Ia merindukan semua itu.

Ya, ia tidak peduli. Bagaimanapun caranya, ia harus mendapatkannya kembali.

***

Jangan lupa untuk vote dan comment ya!

The Devil ObsessionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang