Cahaya yang masuk melalui balutan gorden di pagi hari membuat Eve terbangun dari tidurnya, pipinya terasa sedikit hangat. Eve yang setengah sadar berusaha untuk menggerakan badannya dan membuka matanya namun ia sedikit malas karena tempat tidur yang sedang ia tiduri sehalus sutra dan terasa dingin dibandingkan dengan tempat tidurnya.
Apa? Seolah – olah langsung sadar, Eve langsung terbangun dan duduk di tempat tidur, ia memandangi sekelilingnya dan menemukan sebuah ruangan yang asing. Yang pasti itu bukanlah kamar tidurnya sendiri. Kepalanya sedikit sakit karena semalaman ia menangis tetapi secara garis besar ia masih merasa lebih baik. Yang perlu ia pikirkan saat itu adalah dimana ia berada dan apa yang sebenarnya terjadi.
Ia beruasaha menggali lagi memorinya, menemukan apa yang terjadi malam itu, ia ingat bahwa ia menemukan suatu rahasia yang disimpan oleh Dante, mengenai saudara perempuannya, kemudian ia pergi ke mall untuk mengalihkan pikirannya dari apa yang sedang terjadi, lalu kemudian, ia bertemu dengan Elliot, lalu ia ingat pria itu memeluknya dan ia menangis di pelukannya, lalu... lalu apa yang terjadi?
Eve tidak ingat apapun setelah itu, seolah – olah pikirannya tidak mau mengingatnya. Ia melihat dirinya sendiri di cermin dan menemukan bahwa gaun merahnya sudah diganti dengan sebuah piyama sutra warna putih yang sangat halus, ia juga menyadari bahwa ia sedang tertidur di sebuah Kasur yang jauh lebih empuk dari miliknya sendiri. Apa yang sebenarnya terjadi? Eve mulai sedikit panik, tetapi ia masih berusaha untuk menenangkan dirinya sendiri. Tidak ada gunannya baginya untuk panic, lagipula tidak ada siapapun yang berusaha untuk mengancamnya.
Kebingungannya tersebut tidak berlangsung terlalu lama, karena sesaat setelah ia bangun, pintu kamar mandi yanag ada di dalam kamar tersebut terbuka dan ia melihat Elliot berjalan keluar dengan sebuah handuk yang terikat di pinggangnya. Rambutnya masih basah dan ia bisa melihat tetesan air yang jatuh ke pundaknya.
"Elliot?" tanya Eve singkat. Pipinya sedikit memerah melihat tubuh setengah telanjang Elliot, itu adalah pertama kalinya. Bagaimanapun juga, Elliot tetaplah bossnya. Aneh melihat bossmu sendiri setengah telanjang, apalagi jika ia memiliki tubuh seperti salah satu dewa Yunani. Jika Dante adalah Ares, maka Elliot adalah Apollo. Tubuhnya tidak terlalu kekar atau besar, namun terbentuk dengan sangat baik.
Memang Eve bukanlah perawan yang pemalu dengan tubuh pria, namun tetap saja, kita membicarakan Elliot di sini. Dia dan Dante adalah dua pengecualian. Eve selalu memerah jika melihat Dante telanjang, begitu pula dengan Elliot.
"Eve, kau sudah bangun?" tanya pria itu dengan sebuah senyuman hangat. Ia berjalan mendekati Eve namun wanita itu mengulurkan tangannya dan meminta pria itu untuk berhenti di tempatnya. Jika ia lebih mendekat lagi, Eve akan dapat menghirup aromanya dan hal itu akan membuatnya semakin gila. Dia sudah cukup kebingungan dengan apa yang sedang terjadi.
"Elliot, tolong berpakaian terlebih dahulu." Elliot sepertinya tidak menyadari bahwa Eve merasa tidak nyaman melihat dirinya yang seperti itu. Ia mengangguk lalu masuk ke ruang gantinya untuk memakai pakaian. Ketika ia menghilang dari pandangan, Eve menarik nafas panjang dan berusaha untuk menenangkan dirinya.
"Tenang Eve, tenang. Tidak ada sesuatu yang buruk yang terjadi. Kau baik – baik saja." Ya, ia harus terus – terusan mengingatkan dirinya bahwa ia baik – baik saja. Karena semuanya terasa tidak baik – baik saja, namun mengakuinya, apalagi terus – terusan memikirkannya akan membuat kepalanya sakit dan hal terakhir yang ia butuhkan adalah menyakiti dirinya sendiri dengan pikirannya.
Tidak lama kemudian, Elliot berjalan keluar dari ruang gantinya dan ia sudah berpakaian. Ia mengenakan sebuah kaos warna putih yang kelihatannya terbuat dari kapas murni dan celana pendek kasual dengan ikat pinggang yang membuat dirinya tampak casually stylish. Satu hal yang Eve bisa simpulkan dari Elliot, walaupun ia hanya mengenakan pakaian casual, namun Elliot tetap terlihat sangat tampan dan stylish, seolah – olah dirinya memang terlahir untuk menjadi model, tetapi sebenarnya ia adalah seorang CEO, artinya, semua wanita pastilah tergila – gila dengannya. Yah, semua, kecuali Eve.
"Sudah, Eve. Aku sudah berpakaian. Kau bisa bernafas lega sekarang." Candanya sambil menunjukan barisan giginya yang putih bersih. Mata biru Eve menatap Elliot dengan ekspresi sedikit kebingungan.
"Elliot, apa yang sebenarnya terjadi semalam. Kenapa aku bisa berakhir di sini, tidak ada hal buruk yang terjadi, kan? Kita tidak melakukan apapun, kan?" tanya Eve dengan eskrpesi penuh harapan. Elliot hanya tertawa kecil.
"Tenang Eve, tenang. Kitatidak melakukan apapun, kok. Aku tahu kau pasti bingung, jadi biar kujelaskan. Tetapi pertama, bolehkah aku duduk di sampingmu?" Tanyanya dengan nada sedikit berharap. Eve berpikir sejenak lalu mengangguk. Elliot berjalan dan mulai duduk di sampingnya. Ia menatap Eve dalam – dalam.
"Kemarin, kau menangis di dekapanku. Aku tidak tahu alasannya, tetapi apapun itu, aku tidak menyukainya. Aku tidak suka melihatmu menangis seperti itu. Kupikir aku ingin menawarkan untuk mengantarmu pulang kemarin, tetapi setelah kau menangis, kau langsung pingsan. Aku berusaha membangunkanmu tetapi kau tidak ingin bangun. Akhirnya aku menggedongmu ke mobilku dan membawamu ke rumahku. Karena aku tidak bisa membiarkanmu tergeletak sendirian di lantai mall, bukan?"
Pingsan? Eve tidak pernah pingsan sebelumnya. Tidak peduli sestress apapun dirinya terhadap apapun yang terjadi, tetapi ia tidak pernah pingsan.
Lalu, pakaianku, apakah kau juga yang menggantinya?" tanya Eve dengan sedikit ragu. Ia menggelengkan kepalanya sambil tertawa kecil.
"Tidak perlu khawatir, aku menelepon salah seorang asisten rumah tanggaku untuk datang dan mengganti pakaianmu. Aku bersumpah aku tidak melihat apapun. Hanya saja, aku tidak bisa membiarkanmu dengan gaun mu itu, pasti akan terasa sangat tidak nyaman. Aku juga memiliki beberapa pakaian wanita dari saudari perempuanku yang waktu itu datang berkunjung ke sini, jadi kupikir kenapa tidak?" balasnya dengan santai. Eve merasa lega, paling tidak ia tahu bahwa tidak ada yang terjadi di antara mereka berdua.
Artinya Elliot masih menghargainya sebagai seorang wanita dan Eve sangat menghargai hal itu. Kebanyakan pria tidak akan berpikir dua kali dan berusaha mengambil kesempatan dalam kesempitan, tetapi tidak dengan Elliot.
"Terima kasih Elliot." Balas Eve dengan sebuah senyuman kecil. Untuk pertama kalinya sejak semalam, akhirnya ia bisa tersenyum kembali dan hal itu membuat Elliot senang. Sangat senang. Tetapi ia tidak dapat menunjukannnya kepada Eve. Karena ia takut akan memberikan pesan yang salah kepada wanita itu. Ia hanya mengambil sebagian dari rambut Eve dan mencium ujungnya.
"Aku akan melakukan banyak hal untukmu Eve, asalkan kau tidak sedih seperti kemarin lagi." Eve terdiam mendengar balasan pria itu. Bagaimana mungkin hal itu nyata? Ia sudah pernah menyakiti hati Elliot sebelumnya, kenapa pria itu masih mau membantunya? Eve tidak mengerti, apakah itu karena ia menangis kemarin atau apa?
"Elliot, kurasa aku harus kembali pulang sekarang, kita harus bekerja, ya Tuhan, sudah jam berapa sekarang?" Tanya Eve dengan panik.
"Jangan khawatir Eve, aku bossnya. Kau mandi saja dulu sekarang, aku sudah menyiapkan pakaian kerja untukmu, kau bisa memakainya nanti dan kita akan pergi ke kantor bersama. Aku yang akan mengantarmu." Kata Elliot santai.
"Tapi-" Sebelum Eve dapat menyelesaikan perkataannya, Elliot mengusap rambutnya sambil tersenyum lalu keluar dari kamar. Membiarkan Eve duduk terdiam disana dengan kebingungan.
Apa yang sebenarnya kau inginkan, Elliot?
***
Jangan lupa vote dan comment ya, author sangat menghargainya <3
KAMU SEDANG MEMBACA
The Devil Obsession
Romance"Apa yang kau mau, Dante?" Tanyanya pada pria itu. "Pertanyaan bagus, sayang" balasnya sesaat sebelum menempelkan bibirnya ke bibir wanita itu. Ia berusaha melawan namun pria itu jauh lebih kuat darinya. Hingga bibir mereka terpisah dan wanita itu m...