Chapter 1

9.7K 349 23
                                    


25 Juni 2018

"Anda akan mulai bersekolah besok. Semua perlengkapan yang Anda butuhkan telah disiapkan. Saya harap Anda mengerti dengan keputusan ini."

Suara dingin seorang pria bersetelan rapi kembali bergema dalam benaknya, mengusik ketenangan yang selama ini nyaris ia jadikan sebagai tameng. Camora menatap kosong ke luar jendela, membiarkan cahaya senja yang merayap di kaca membentuk siluet samar dirinya. 

Kenapa ayahnya tiba-tiba mengutus ajudannya untuk menyampaikan ini? Mengapa tidak seperti biasanya, cukup melalui Marie—kepala pelayan yang selama ini menjadi perantara antara dirinya dan mereka? 

Tidak perlu berpikir keras untuk mengetahui jawabannya. Xavier Luxemberg tidak pernah melakukan sesuatu tanpa alasan. 

Camora tahu posisinya di rumah ini. Ia bukan putri yang dinanti, bukan seseorang yang dicintai, melainkan hanya sekadar keberadaan yang harus diatur, diawasi, dan dikendalikan. Tapi walau begitu, ia telah terbiasa. Ia hidup dalam sunyi yang dingin, terbungkus dalam rutinitas yang monoton. 

Marie, para pelayan, dan bodyguard yang selalu berjaga di rumah ini adalah satu-satunya interaksi yang ia miliki. Setidaknya, mereka membuatnya tidak benar-benar sendirian. Setiap kebutuhannya dipenuhi tanpa cela—makanan, dokter pribadi yang datang seminggu sekali, serta guru privat yang mengajarinya pelajaran dasar. 

Namun, rumah ini bukan rumah. 

Rumah ini lebih seperti sangkar emas, tempat ia dijaga, tapi tak pernah benar-benar dimiliki. Setiap sudut dipenuhi kamera pengawas, dan setiap langkahnya selalu diawasi. 

Camora menarik napas pelan, sebelum akhirnya menutup buku yang sedari tadi hanya ia pandangi tanpa benar-benar membaca. 



~



"Nona, waktunya makan malam." 

Suara Marie yang lembut menyadarkannya. Tanpa menjawab, Camora hanya mengangguk kecil sebelum bangkit dari kursinya, melangkah keluar perpustakaan menuju ruang makan di lantai bawah. 

Meja makan panjang yang dipenuhi berbagai hidangan sudah menantinya. Namun, seperti biasa, hanya ada makanan berbahan dasar sayur. Camora diam, tidak menunjukkan ketidaksukaannya meski di dalam hatinya ia menghela napas. 

Ia benci sayur. 

Sama seperti ia membenci vitamin yang selalu disiapkan Marie di akhir makanannya. Rasa pahitnya seperti pengingat bahwa bahkan dalam hal sekecil ini pun, dunia tak berpihak padanya.

Sebuah kenangan samar melintas di benaknya, tentang sepotong kue yang pernah ia curi dari anak seorang pelayan. Manisnya begitu berbeda dari makanan yang ia dapatkan setiap hari. Namun, kebahagiaan kecil itu berujung dengan menghilangnya sang pelayan dan sang anak keesokan harinya. 

Sejak saat itu, Camora tidak lagi melakukan sesuatu di luar batasan. Walau tidak ada yang melarangnya secara langsung, secara naluriah ia sadar bahwa ia tak sengaja melewati garis yang telah dibuat.

Setelah menelan vitamin terakhirnya, ia berdiri, siap meninggalkan ruangan. Namun, suara Marie menahannya. 

"Nona, besok Anda akan berangkat ke sekolah baru Anda pukul 8 pagi." 

Hening sejenak, lalu suara datar Camora terdengar, "Ya." 

Jawaban singkat itu menjadi penutup percakapan mereka. 

Shadowlight In Bloom Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang