Sesuai dengan perkataan Erlio tadi ditaman kepada Morgan, kini mereka berdua pun sudah ada diruang bertarung lengkap dengan pakaian yang memang dipakai untuk bertarung. Keduanya menatap tajam satu sama lain. Menganggap itu pertarungan sungguhan. Suasana sepi karena memang sekarang jadwal belajar sudah selesai.
Mereka bersiap untuk saling menyerang.
Erlio mulai menyerang dengan airnya tapi Morgan berhasil menghindar karena air itu berubah menjadi es. Tak ingin menyerah, Erlio mulai menyerang Morgan dengan brutal menggunakan apinya. Tapi, berkali-kali Morgan berhasil menghindar dan mematikan api itu.
Oke, sepertinya ini saatnya Morgan menyerang Erlio. Erlio tepat berada jauh didepannya, dengan segera, Morgan menyentuh air yang ada dibawahnya dan tak lama, es dengan ujung yang tajam mulai merambat kearah Erlio. Erlio yang mendapat serangan tak terduga, hanya bisa menghindar padahal dirinya bisa menggunakan api untuk mencairkan es itu.
"Gala, keluarlah," ucap Erlio memanggil partnernya. Tak lama, keluarlah ular besar dengan kepala tiganya menatap Morgan.
"Kau ingin menyerangku dengan ular beracun itu?," Morgan menatap tak percaya kearah Erlio.
"Pertarungan tetaplah pertarungan, Kak," jawab Erlio dengan nada santainya.
Ular itu mulai mendekati Morgan. Morgan yang tau nyawanya terancampun langsung memanggil partnernya, "Ten, mari kita mulai," keluarlah kuda hitam dengan sayapnya. Morgan mulai menaiki kuda itu dan segera bergerak terbang.
"Erlio, kau harus terima jika kepala ular itu berkurang satu atau tidak bersisa sama sekali," teriak Morgan pada Erlio dari arah atas.
Secepat kilat sebuah pedang dengan permata biru dipegangannya, muncul ditangan Morgan. Pedang itu adalah pemberian ayahnya. Dia jarang sekali menggunakan itu karena sekali digunakan, pasti musuh akan langsung kalah.
Dengan lihai, Morgan mulai mendekati ular itu. seberapa keras ular itu mencoba menyerangnya, tetap saja Morgan dapat menghindar karena instingnya yang sangat kuat. Dia mulai mengangkat pedangnya dan langsung memotong salah satu kepala ular itu. Hingga cairan merah mulai mengalir dan ular itu mulai menghilang masuk ke dalam tanda kerajaannya.
Melihat itu, Morgan langsung memerintahkan Ten untuk turun. Setelahnya, Ten pun langsung masuk kembali ke dalam tanda kerajaan Morgan.
Morgan langsung menghampiri Erlio yang menatapnya dengan sedikit kesal.
"Bisakah Kakak mengalah sekali saja? Setiap kali kita bertarung, Kakak yang selalu menang," ujar Erlio sedikit tidak terima.
"Hahaha, santai saja lah, itu tadi hanya latihan. Ouh iya, ngomong-ngomong, ular itu tak apa-apa kan?," tanya Morgan memastikan. Pasalnya, ketika mereka bertarung kemarin, Morgan tak sengaja menyengat partner Erlio yang satu lagi, hingga akhirnya partner itu tidak bisa dikeluarkan selama beberapa minggu.
"Tidak, nanti juga kepalanya akan tumbuh kembali," jawab Erlio.
Keduanya mulai berjalan keluar ruang latihan itu, kemudian lekas pergi ke kantin karena makan malam akan segera dimulai.
Ketika sampai di kantin, kondisinya sudah sangat ramai. Mereka menatap sekekeliling mencoba mencari tempat. Hingga sebuah lambaian tangan dari Aseelah mulai menarik perhatian Erlio.
"Disana saja Kak," ajak Erlio pada Morgan untuk menghampiri Aseelah.
Dua kursi memang sudah Aseelah siapkan untuk Erlio dan Morgan. Setelah pembelajaran tadi selesai, Aseelah tidak sengaja melihat mereka berdua diruang latihan. Karena sudah hafal bagaimana kebiasaan mereka jika sedang bertarung, akhirnya Aseelah berinisiatif untuk menyisakan dua kursi itu.
Ketika Erlio dan Morgan sudah duduk dikursinya, mata keduanya mulai menatap orang-orang yang ada dimeja itu. ada Ameera, Aseelah, Letizia, Ryce, Alan dan Owen. Kelima orang itu kecuali Ameera, menatap Erlio dan Morgan.
"Kak Morgan menang lagi," Erlio yang mengerti tatapan mereka berlima akhirnya menjawab dengan malas. Tak lama, kelima orang itu mulai memasang wajah mengejek.
"Sudah kuduga sih. Kak Morgan kan memang tak tertandingi," jawab Owen sambil menatap Morgan salut.
"Kak Morgan the best," Aseelah berkata sambil mengacungi jempolnya kearah Morgan. Sedangkan Morgan hanya tersenyum.
Setelah pembicaraan itu selesai, merekapun akhirnya fokus pada makanan yang sudah disajikan. Memang sudah menjadi etika untuk tidak berbicara saat sedang makan.
Tak lama, setelah mereka selesai makan, mereka pun melanjutkan obrolan lagi meskipun orang-orang mulai pergi menuju asrama. Mereka asik mengobrol, tapi hanya Ameera yang diam saja. Dia tiba-tiba saja memikirkan sesuatu.
"Ameera kenapa diam saja daritadi?," tanya Aseelah yang membuyarkan pikiran Ameera dan menjadikan dia menjadi pusat perhatian yang ada di meja itu.
"A-ah, tidak apa-apa kok. Hanya memikirkan keadaan ibu dirumah," Ameera menjawab sembari menampilkan senyum paksanya. Ya, pikirannya memang memikirkan sang ibu, tapi bukan itu yang utama.
"Tenang Ameera, bibi pasti baik-baik saja kok. Ya sudah, ayo kita ke asrama saja," Aseelah memutuskan. Akhirnya, mereka semua mulai membubarkan diri.
Ditengah perjalanan, Ameera pamit untuk ke kamar mandi sebentar, padahal dia bisa memakai kamar mandi yang ada di kamar. Awalnya Aseelah menawarkan untuk menemani, tapi Ameera menolak. Karena nyatanya, dia tidak ke kamar mandi tetapi pergi ke rooftop.
Ameera menatap bintang-bintang yang bersinar terang. Memejamkan matanya sembari menikmati angin malam yang berhembus. Menghela nafas kasar hingga sebuah suara membuatnya berbalik terkejut.
"Kau memikirkan perkataanku saat ditaman?," tanya orang itu,
"Tidak kok, Erlio. Hanya sesuatu yang membuatku sangat penasaran," ya, dia, orang yang berada disana bersama Ameera adalah Erlio.
"Apa itu?,"
Hei, kenapa Erlio berubah menjadi sosok yang ingin tau urusan orang lain seperti ini? Bukankah sosok Erlio adalah sosok yang acuh pada orang lain?
"Hem, kau ingin mendengarnya?," Ameera memastikan. Dan Erlio? Tanpa dia sadari, dia menganggukkan kepalanya.
"Ibuku pernah bercerita tentang sebuah kerajaan yang memiliki pengaruh yang besar untuk kerajaan-kerajaan lain," Ameera mulai bercerita sambil memandang bintang-bintang, "Dan aku sangat penasaran akan kerajaan itu. kau tau sesuatu tentang itu? kau kan salah satu anggota dari kerajaan," tanya Ameera.
"Kau sudah melihat bagaimana pangerannya," jelas Erlio dan Ameera menatapnya bingung, "Kerajaan yang ibumu ceritakan adalah Kerajaan Aralla. Dan Kak Morgan berasal dari sana," lanjut Erlio.
"Tapi, keadaan Kerajaan Aralla sekarang mulai tenggelam karena kejadian beberapa tahun yang lalu," Ameera menatap penasaran kearah Erlio, "Kejadian saat sang Ratu dan anak perempuan beliau yang baru lahir dikabarkan menghilang. Dan sampai saat ini, Ratu dan Putri tidak pernah ditemukan," Ameera terkejut mendengar cerita yang Erlio ceritakan.
Sosok Morgan yang selalu tersenyum manis dan terlihat baik-baik saja ternyata memiliki luka yang mendalam. Ibu dan adiknya yang menghilang, pasti membuat Morgan merasa sangat sedih.
"Hem, sudah. Ayo masuk, mulai dingin disini," Erlio mengajak Ameera untuk kembali ke asrama.
Tanpa mereka sadari, seekor kupu-kupu biru dengan sinarnya, muncul ketika Erlio selesai menceritakan kisah itu.
Kupu-kupu biru sudah menemukan tuannya. Salah satu tanda kegelapan yang mulai muncul.
🏹🏹🏹
Fyi,
Buat tanda kerajaan Erlio sama Morgan itu bentuknya kayak pin gitu loh. Jadi, otomatis nempel di seragam.
Wee oo wa wa wa
Wee oo ya ya ya yaSekian dan terimakasih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Miracle Academy
Fantasy⚠️ Hiatus ⚠️ [Miracle Academy; The Real of Princess] Miracle Academy. Sebuah sekolah sihir yang sangat dipercaya oleh kerajaan mana pun untuk mengembangkan sihir anak mereka. Tak jarang, muncul banyak serangan pada sekolah tersebut. Hingga saat tan...