5. Kejadian Malam

976 128 17
                                    

HENING melanda mereka, tangisan pilu mengiringi suasana malam itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

HENING melanda mereka, tangisan pilu mengiringi suasana malam itu. Seolah memanfaatkan sekitar, Gilang segera melompat ke arah Arkan dan mengeluarkan sesuatu dari balik jaketnya.

Menuntun sebuah benda tajam untuk menggores wajah Arkan yang mulus.

Arkan terkejut, ia menjauh dari Gilang dan menyempatkan diri untuk memukul wajahnya hingga pemuda itu lagi-lagi tersungkur.

Mengusap darah di pipi yang mengalir deras, Arkan meringis kecil.

Tak menyangka bahwa Gilang akan menggunakan cara yang sangat kotor.

Lagipula adiknya di depan sana sedang memerlukan dirinya, apa Gilang sejahat itu untuk sama sekali tidak perduli dengan apa yang adiknya katakan?

"Anjir, itu adek lo butuh lo bego! Malah maen sabet aja si bangst."

Arkan berujar tak percaya dengan apa yang dilakukan Gilang. Dimana pun, bertarung dengan senjata sama saja seperti melukai harga diri. Setidaknya itu yang dikatakan Bromo.

"Gue nggak perduli. Lagi pula, gue bukan sodara dia, yang anak Bunda kan cuman dia, bukan gue."

Percakapan yang berakhir curhat itu terasa sedikit canggung di telinga Suwa.

"Bunda nggak pernah ngomong gitu!" Laki-laki tadi masih menangis, namun kali ini ia bangkit lalu mengusap mata. Benar-benar seperti anak kecil.

"Iya! Bunda ngomong gitu dengan tingkahnya yang cuman sayang sama lo!"

"Bunda juga sayang sama Kakak!"

"Lo tau darimana hah?!"

Gilang menghempaskan adiknya hingga terpojok di salah satu gang. Mencengkram kerah adiknya yang masih menggunkan seragam.

"Denger ya Trian Lucas Pradinata, jangan pernah anggep gue Kakak lo, jangan pernah anggep gue keluarga lo, jangan pernah anggep gue punya hubungan darah sama anak lemah maca-"

Sebelum Gilang menyelesaikan omongannya, Arkan lebih dulu menghempaskan badan yang lebih tinggi menghadapnya, melayangkan tinjunya dari kanan dan kiri.

"Jangan pernah bilang keluarga lo nggak ada hubungan darah sama lo."

Satu pukulan dihantarkan.

"Dan satu hal lagi, jangan pernah bilang keluarga lo lemah."

Lalu pukulan terakhir terasa lebih keras. Menghatam pelipis Gilang dengan tembok di belakangnya.

"Lo emang sepengecut itu buat ngaca kalo diri lo sendiri nggak punya nyali. Bukan adek lo yang lemah, tapi lo yang sok keras. Berkelahi aja pake senjata, lo emang gatau diri banget."

Arkan berbicara berbahaya, matanya menusuk tepat di bagian paling dalam mata milik Gilang.

Sebentar, mata Gilang bergetar, seolah-olah mengakui bahwa dirinya memang sepengecut itu untuk mengakui bahwa adiknya memang lebih baik dari dirinya sendiri.

KARMA ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang