10. Pertengkaran

886 147 12
                                    

cuma mau bilang,
beberapa orang egois
menikmati tanpa mengasihi
ditatap tak berarti
lalu mengkritisi tanpa henti.

aku tak bilang aku pengemis
tapi cobalah berkaca
siapa yang haus akan cerita-cerita yang disuka
memohon agar untuk tersedia lagi dan lagi
walau cuman dalam hati

aku tak bilang aku pengemis tapi cobalah berkacasiapa yang haus akan cerita-cerita yang disukamemohon agar untuk tersedia lagi dan lagiwalau cuman dalam hati

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Ayah denger kamu berantem gara-gara cewe di Cafe."

Sang Ayah menyuapkan daging panggang yang telah dipotong untuk ia lahap.

Tak menatap langsung pada mata hitam sang anak lelaki satu-satunya, ia berbicara.

"Kapan kamu mau berhenti malu-maluin nama keluarga? Berhenti selagi Ayah masih ngomong baik-baik sama kamu."

Brak!

Bromo menaruh sendok ke atas meja dengan keras. Menyentak sang Ibu dan Meru yang ada di sampingnya. Sedang sang Ayah masih tetap tenang, tak memperdulikkan Bromo yang wajahnya sudah keruh.

"Aku mau main sama temen. Makasih Bunda, makanannya. Aku udah kenyang."

Lalu Bromo bangkit dan berjalan tenang menuju pintu.

"Kapan kamu berhenti malu-maluin nama keluarga?"

Tiba-tiba saja pertanyaan itu berlarian di otaknya, membuatnya berdecak malas saat memegang gagang pintu.

"Bromo."

Nada mengintimidasi sang Ayah terdengar. Seorang lelaki terhormat itu mengusap pinggir bibirnya dengan sapu tangan yang tersedia di atas meja.

"Kamu anak satu-satunya yang Ayah punya. Kamu akan jadi penerus perusahaan Ayah. Seharusnya kamu ngerti, betapa pentingnya image buat—"

"Aku gak pernah bilang aku mau Ayah!"

Bromo berbalik garang. Ia menggigit bibirnya, frustrasi sambil mengacak rambutnya.

"Aku gak pernah bilang aku mau,... Ayah paling ngerti aku gak suka berdiri di atas gunung yang tanah nya bahkan gak kenal siapa aku."

Bromo melirih, matanya sudah berkaca-kaca. Ia benci pembahasan seperti ini.

Pembahasan penentuan jati diri untuk ke depannya. Tapi maaf, Bromo sudah bebas dari sana nya, ia benci terikat dan mengikat.

Jaga image? Demi kesuksesan? Sekali lagi maaf, itu akan membuatnya tersiksa.

Impiannya adalah hidup bahagia. Dan bahagianya ada pada kebebasan.

Sang Ayah menghela napas.

"Kamu terima atau nggak, Ayah nggak perduli. Yang Ayah mau cuman—"

"Yang Ayah mau cuman bikin aku tersiksa! Selalu begitu! Ayah selalu jadi orang yang ngerampas bahagia aku dengan kalimat 'Ayah gak perduli.' 'Ayah cuman mau.'!"

KARMA ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang