°°°
"Iya, pelanggan benar. Memang aku yang memerintahkan bayangan untuk meletakkan bom di sana. Memang aku yang melakukannya, dengan sengaja dan terencana. Rencana ini, katanya sudah aku rancang tiga bulan lalu, ingatanku tumpang tindih jadi sedikit ... error? Haha, aku harus menyingkirkan setiap kemungkinan yang akan membuatku kesulitan dan juga orang-orangnya, aku tahu itu dengan pasti. Pelanggan, aku tidak akan membunuhmu, juga tidak akan menyakitimu. Kau adalah kepunyaanku dan kau akan membantuku mencapai tujuanku."
Kata-kata Chello terus terngiang-ngiang di kepala hingga aku tidak bisa tidur, pejamkan mata saja sudah sangat berat. Tentu saja aku merasa lega karena dia bilang tidak akan membunuh dan menyakitku, tapi kenapa dia bilang begitu?
Klik-
Aku mendengar suara dari arah jendela kamar, suara apa? Bayangan? Tidak biasanya saat mengawasi bayangan akan menimbulkan suara. Aku sedikit memanjangkan leher dan menajamkan mata untuk melihat ke arah luar jendela yang gelap, jelas saja, sekarang pukul dua pagi. Bagian luar rumah hanya diterangi sinar bulan.
Ketika aku mencoba lebih dekat ke jendela sebuah tangan melambai ke arahku, hampir saja aku berteriak dan terjungkal dari kasur karena kaget. Tidak lama, aku bisa melihat wajah terpingkal seseorang dari balik jendela - G. Aku berdecap kesal, ingin sekali aku meninju orang ini kuat-kuat! Tidak tahu dia kalau aku baru saja berpacu dengan kematian?
Pandanganku menyipit dengan kening berkerut, menunjukkan rasa kesal. G masih terlihat tertawa sebelum menggerakkan tangannya memintaku membuka jendela, aku menghela napas dan menurutinya.
"Ada apa ... hei? Kau terluka?" tanyaku kebingungan, dari balik jendela aku tidak bisa melihat darah yang mengalir dari pelipis kanannya, mungkin karena berdebu dan jamur yang tebal. G tertawa karena pertanyaanku lalu mengangguk. Ia membuka penutup kepalanya dan menunjukkan luka menganga yang cukup dalam di bagian kepalanya itu. Aku meringis.
"Tidak diobati? Kau mau kehabisan darah lalu mati?"
"Bayangan yang gagal tidak diizinkan mengobati lukanya sendiri apa lagi ke dokter. Kau tidak tahu peraturan itu? Aku tidak akan mati hanya karena luka ringan begini, waktu jariku dipotong dan tidak diobati dengan segera, aku baik-baik saja. Memang sih setelahnya aku demam, tapi itu lebih baik dibanding harus terima hukuman lagi," terang G sembari menunjukkan tangannya dengan jari yang tidak lengkap, telunjuknya tidak ada.
Aku diam mendengarkan, teori memang selalu lebih menyenangkan dibanding praktik. Teori memang jauh lebih mudah dibanding harus mengalaminya sendiri. Aku menghela napas lagi.
"Masuklah, aku tidak pandai mengobati tapi setidaknya aku bisa bantu menutup lukamu itu dengan kain atau perban yang ada. Kau tidak mengobati dirimu sendiri, tidak juga diobati oleh dokter, jadi tidak akan dihukum lagi." Aku beranjak pelan dari atas kasur dan dengan sangat hati-hati membuka satu persatu laci yang ada di kamar Zeavan. Kalau besok dia marah, aku akan memeluknya dan bilang maaf, he he.
"Kenapa kau mau membantuku? Kau suka padaku ya?"
"Tolong jangan bicara sampah, begini-begini aku punya selera. Aku membantumu karena kau itu anakku yang bodoh ... maksudku, kau mirip dengan anak angkatku yang bodoh." Aku menelan ludah, hampir saja aku kelepasan lagi. Beruntung kali ini aku berhadapan dengan G, jika aku sedang berhadapan dengan Zeavan, aku pasti sudah ditendang keluar.
Aku menemukan kain kasa, plester dan juga salep antibiotik di laci terakhir. Zeavan memang sigap, dia menyimpan banyak peralatan berguna dalam lacinya. Berbalik pelan dan mataku menangkap sosok G yang duduk di atas ranjang dengan wajah diam menunggunya, kalau diperhatikan lebih lama dan mengingat bagaimana G ini aku jadi merasa simpati padanya. Hah, anakku yang malang.
Biarkan ibumu berusaha agar kau tetap hidup hingga halaman terakhir, aku tidak tahu apa yang akan terjadi jika ceritanya berubah. Namun, aku juga merasa ada yang aneh dalam alur cerita ini. Sudahlah, nanti saja pikirkan itu.
"Pertama, bersihkan dulu luka dan darahmu dengan air. Aku tunggu di sini, jangan ribut dan jangan merusak, kau tahu kamar siapa ini."
G menatapku yang mengoceh sebelum tersenyum menyebalkan.
"Aku tahu, kau suka dengan Zeavan 'kan?"
Sepertinya sah-sah saja kalau aku menambah luka di kepalanya itu dengan pecahan botol atau balok kayu. Bagaimana mungkin aku suka dengan anakku sendiri!? Ingin sekali aku meneriakinya tapi tertahan, jadi hanya mataku saja yang melotot karena ucapannya. G terkekeh dan melangkah menuju kamar mandi.
Awalnya aku begitu percaya diri pada kemampuanku, aku menganggap aku akan melewati semuanya dengan mudah karena aku benar-benar tahu dan sangat paham seluk beluk Allegra juga tokoh-tokohnya. Ketika menulis, aku mendalami semua karakter yang kubuat, dari Chello hingga Yeina, dari G hingga Aire. Aku bahkan butuh satu sampai tiga bulan lebih untuk lakukan riset pada masing-masing bab.
Pada kenyataannya nihil, bukan berarti apa yang aku tahu tidak membantu. Namun, apa yang aku alami tidak sesuai dengan dugaan awalku, rasa takutku pada Chello, masalah ledakkan yang harusnya tidak terjadi di kafe dan saat aku tiba-tiba saja berpindah ke halaman ekstra. Kepalaku akan pecah rasanya, untuk bertahan hidup pun berat sekali rasanya. Semuanya samar sampai membuatku berpikir, apa aku benar-benar masuk ke dalam novel yang kubuat?
"Sudah selesai, apa yang kau pikirkan sampai wajahmu jadi jelek begitu? Oh! Kau takut kalau besok-besok Kashira menggantungmu di bawah tanah ya? Haha!" G tertawa, aku menggeram dan melemparnya kesal dengan botol salep.
"Tidak tahu malu sekali, aku sudah baik mau mengobatimu tapi kau malah mendoakan aku mati?"
G tersenyum lebar sembari memungut botol salep di lantai, melangkah pelan dan duduk di hadapanku.
"Semua yang ada di sini bisa mati kapan saja, sekarang, besok, lusa atau bulan depan. Lewat tangan Kashira, lewat tangan musuh atau karena tangan sendiri. Kematian itu bukan hal yang harus ditakuti, sudah berani hidup kenapa takut mati? Bukan berarti harus menantang mati, bagus juga kalau bisa terhindar dari kematian dan terus bernapas hingga esok hari. Tapi untuk kami yang bahkan tidak punya keluarga yang akan merasa sedih saat kami mati, atau seperti Zeavan yang hidup berdasarkan keinginan Kashira, kematian itu seperti kentang goreng dingin, tidak menyenangkan tapi tetap harus dikunyah karena lapar."
Kembali aku tertegun, kembali aku merasa aku hanya seseorang yang tidak bertanggung jawab. Padahal dulu, aku selalu merasa hidup di dunia novel itu akan menegangkan dan menyenangkan karena alur yang berbeda dari kehidupan nyata. Kembali aku merasa samar dengan apa yang kutulis.
"Kenapa? Kau ini, sudah diberi berkah yang agung tapi pasang wajah begini. Tidak tahu terima kasih! Bukankah Kashira sudah bilang tidak akan membunuh dan menyakitimu? Kau harusnya senang, kata-kataku tadi sudah jelas hanya bercanda. Dasar tidak seru, jadi, lukaku mau diobati atau tidak?"
"Sudah dibersihkan? Aku sebenarnya lupa, lukanya ditekan dulu baru dibersihkan atau dibersihkan dulu baru ditekan ya? Haha."
"Gadis bodoh ini sok-sok membantu padahal tidak tahu apa-apa ya!? Wah, bodoh sekali! Aku sudah curiga awalnya, sudahlah, sudah pasrah aku. Kalau lukaku bengkak dan kepalaku harus diamputasi, kutuntut kau sampai ke neraka!" ucap G dengan setengah berteriak, membuatku benar-benar ingin menyumpal mulut besarnya dengan bantal. Kalau Zeavan sampai terbangun karena teriakannya, aku tidak mau ikut campur.
"Sudah diam, kau mau Zeavan bangun ya? Diam dan jangan bergerak, biar aku oleskan salepnya terlebih dahulu," ocehku kesal dengan sedikit berdiri agar bisa menjangkau pelipis G dengan mudah.
"Kenapa tidak tidur? Kashira belum bilang padamu kalau dia akan mengajakmu pergi?" tanya G lebih pelan. Aku menggeleng dengan bingung.
"Pergi? Pergi ke mana? Kencan?"
"Haha, sayangnya bukan. Kashira dapat tugas, mencari putra mahkota Inggris yang hilang, dan dia akan mengajakmu untuk tugas itu."
Oh, mencari putra ... siapa!?
°°°
KAMU SEDANG MEMBACA
Garden Of Mirror [ Noir ] [ COMPLETE - TERBIT E-BOOK ]
Fantasy[ Daftar Pendek The WattysID 2021 - Nominasi Pemenang ] Gadis itu sudah mati, pria itu masih hidup. *** "Jadi, Anda ini apa? Anda semacam dewi? Penguasa? Bagaimana bisa Anda terjebak di sini? Bahkan sepertinya, Anda mudah sekali untuk dihabisi." ...