Page eighteen

663 177 35
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


°°°

"Menurutmu begitu? Menurutku, Zeavan bukan tidak punya kehidupan. Bukan juga tidak ingin hidup, hanya saja dia tidak punya alasan. Jika dia punya, dia bisa jadi dewa kematian yang sesungguhnya untuk Archello. Zeavan hanya membiarkan dirinya mati di tangan Chello, sebagai pembuatnya ... kau tidak merasakan hal itu sama sekali?"

Sekilas aku kembali teringat kalimat yang Aylene ucapkan padaku kala itu, tepatnya ketika ceritaku baru saja berakhir. Dia mengatakannya dengan wajah serius dan aku hanya bisa tertawa.

Aku mengira Aylene terlalu mencintai Zeavan hingga berkata demikian, tapi jika aku bandingkan dengan kehidupanku di sini sekarang ... mungkin saja hal itu benar adanya.

Roti dan kopi sudah habis, sementara Zeavan masih sibuk dengan ponsel miliknya yang berdering tanpa henti. Apa begini rasanya jadi kekasih orang penting? Kalau aku sih tidak mau, aku mau pacarku mengelilingiku seperti matahari, he he.

"Sepertinya Tuan Integra mengirimi hadiah, Archello tidak akan suka ini," ucap Zeavan dengan nada sedikit cemas, alisnya bertaut dan bibirnya berdecap seksi.

Aduh air liurku.

Tunggu sebentar, hadiah katanya? Hadiah dari pimpinan ASIS? ... mata-mata!?

Aku mendelik dan menatap Zeavan dengan mulut setengah terbuka, Zeavan mengangguk seolah sudah tahu apa yang akan aku ucapkan.

"Dugaanmu benar ... jika kau pintar. Tapi aku yakin kau paham, hm ... kita sudahi dulu makan paginya. Aku akan temui Chello, kau kembali ke mobil sekarang." Zeavan beranjak dari kursi, aku mengangguk setuju.

"Tidak perlu, aku sudah turun. Ada apa? Wajah kalian ... terlihat cemas?" tanya Chello dengan senyum manis sembari menuruni tangga. Sepasang mata hitamnya menatap kami lurus, menunjukkan kesan santai yang terlihat tidak terganggu sama sekali.

"Baguslah, kita sudah cukup buang waktu di sini. Lebih baik pergi sekarang, dan Chello ... " kata Zeavan tidak tersambung. Mereka saling bertatapan seperti sedang melakukan telepati. Chello mengangguk, bibirnya masih tersenyum.

"Aku tahu dan aku setuju, kita berangkat sekarang." Chello menatap jam tangannya lalu menatapku penuh tanya. "Pelanggan sudah kenyang? Sudah bisa bekerja?" tanyanya.

Aku hanya tersenyum bodoh dan mengangguk. "Sudah, aku benar-benar terisi penuh. Aku bisa mulai berkonsentrasi, tanya saja Zeavan. Aku bicara banyak dengannya tadi, ya 'kan?" tanyaku dengan melirik ke arah Zeavan agar terlihat meyakinkan.

Zeavan tidak segera menjawab, hanya tersenyum setengah tertawa lalu mengangguk. Kami bertiga berjalan pelan meninggalkan kafe, bisa kulihat Chello dan Zeavan melenggang tanpa bicara sementara aku menikmati pemandangan sekitar kafe. Melihat orang-orang yang lalu lalang, anak-anak kecil yang berjualan kue atau majalah dan beberapa bangunan kecil tapi unik di sekitar sini. Safron, kami sudah sampai di kota tujuan.

Garden Of Mirror [ Noir ] [ COMPLETE - TERBIT E-BOOK ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang