23. BUKA BERSAMA

724 57 8
                                    

Sore pun tiba, sore hari ini mereka akan ngabuburit ke sebuah toko.

Mereka akan membeli kado untuk pernikahan Zara yang dilaksanakan 2 hari yg akan datang. Mereka membeli bersama.

"Sayang, kamu emang tau mau beli apa?"

"Tau, kamu diem aja di belakang aku."

Gara menuruti apa yang dikatakan oleh Muthia. Dia mengikuti Muthia dari belakang sambil memainkan handphone nya dan merekam kegiatan mereka dalam durasi yang singkat.

Karena toko yang lumayan ramai, alhasil mereka tidak bisa memilih terlalu lama. Sumpek jika mereka berlama-lama disini.

Setelah keluar dari toko itu, mereka menuju pulang untuk membungkus kado yang telah di beli. Sebelumnya, mereka akan membeli kertas kado dan selotip terlebih dahulu.

Sesampainya di rumah, mereka langsung bersama-sama membungkus kado itu dengan cepat. Karena sebentar lagi mereka akan menuju ke sebuah rumah makan.

Tinggal mereka yang belum berada disana. Hafidz, Chaca, Abdi dan Mecca serta keluarga besarnya menanti kedatangan mereka berdua.

Terlebih, keluarga besarnya yang sangat penasaran dengan bentukannya Gara yang berhasil memikat hati seorang gadis dingin plus judes itu.

"Kamu siapin motornya dulu. Aku mau naroh ini sama kunciin rumah. Bibi udah kesana duluan tadi sama Ayah."

Dengan cepat, Gara turun dan menyiapkan motornya.

Langsung otw tanpa membutuhkan waktu yang lama.

"Eh, itu Muthia!"

"Waduh, pantesan Muthia jatuh cinta. Orang cowonya kayak begini, gimana ndak meleleh ini gadis."

"Hehehehe, ini namanya Gara, Budhe."

Disitulah mereka berkenalan dan menyambut hangat kedatangan Gara.

Terlihat di pojok sana, Hafidz dan Chaca yang tersenyum lebar melihat mereka berdua. Juga ada Abdi dan Mecca yang sedang mengobrol disana.

Mereka berdua menghampirinya.

"Oy, buat apa tu?" Tanya Muthia dengan nada seperti Kak Ros dalam serial Upin Ipin.

"Hai," sapa Mecca kepada Muthia.

Namun, Muthia hanya diam saja karena belum tahu dia siapa.

"Ha? Siapa kau? Tak kenal saya."

Gara yang mendengar itu langsung menyenggol. "Hush! Itu Mba Mecca."

"Kok kamu bisa tau, sih, Bang? Curiga jadinya, kan.."

"Ya dia pernah cerita sama aku tentang dia. Aku sama Abang kamu sekarang kan jadi partner curhat, dia yang minta, sih.. bukan aku."

Muthia langsung menatap Mecca.

Tatapan itu tergolong tatapan yang sinis. Padahal, Muthia merasa itu tatapan biasa saja. Itu membuat Mecca takut dengan Muthia, dan dia bersembunyi dibalik badan Abdi.

"Adek! Dasar durhaka."

"What's wrong with me?" Tanya Muthia bodoh.

"Tatapan kamu itu maksudnya apa?!"

"Abdi!" Gertak Hafidz.

"Adek mu itu kan emang dasarnya judes mukanya, tatapannya sinis. Dari dulu juga kayak begitu," sambungnya.

"Ya tapi.. ah! Ya udah."

"Kenalin, aku anaknya Pak Hafidz," ucap Muthia memperkenalkan diri.

"Hehe, aku juga anaknya Pak Hafidz," ucap seseorang dari belakang.

ABDINEGARA KUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang