Karina tak bisa menyembunyikan kekagumannya, lautan beragam macam sayuran terpampang di depannya. Kubis, wortel, tomat, Sawi, dan yang lainnya begitu memanjakan mata dengan warna-warni yang sangat indah.
"Indah banget" gumam Karina yang masih bisa didengar Juan disebelahnya
"Indah ya?? Aku berharap bisa melihat nya juga"
Wajah Karina seketika berubah, ahh dia lupa laki-laki disampingnya ini memiliki kekurangan
"Ya, sangat indah, mau kuceritakan warna apa saja yang ada disana?"
Juan tersenyum kecil, ikut melihat ke depan setelah puas melihat wajah gadis disampingnya, dimana hamparan sayuran menyambut Indra penglihatan.
"Kau beritahu pun aku tak akan bisa membedakannya, aku memang payah"
"Heeii, jangan begitu, kau istimewa. Aku yang normal saja tidak bisa memainkan piano sehebat kau, tak ada keahlian yang ku punya"
Juan kembali menatap Karina, jelas menemukan raut sedih di wajah mulus itu
"Kau yakin baru saja merendahkan diri Nona Karina Fiona Magenta??"
Karina tergelak, susah sekali menarik perhatian Juan, harusnya kan dia dihibur dengan kata-kata manis bukannya malah mempertegas kedudukan mereka. Karina kan pengen melupakan sejenak nama belakangnya.
"Baiklah baiklah, kita ke rumah mu saja" Karina berbalik dan kembali ke tempat mereka memarkirkan sepeda milik Juan disusul Juan dibelakang
"Kau yakin mau ke rumahku? Disana tidak ada AC loh"
Karina tak menjawab, duduk tenang dengan menyamping diantara tempat duduk dan stang sepeda, menunggu Juan ikut naik
"Kau sangat keras kepala ternyata" kata Juan begitu tidak mendapat tanggapan apapun dari Karina padahal ia sedang menakut-nakuti gadis itu.
"Well, kau akan tau lebih banyak tentang sifat ku nanti" Juan balas tak menanggapi, ia mencoba tidak berharap lebih atas ucapan gadis itu yang jelas menyiratkan jika akan ada pertemuan-pertemuan selanjutnya dan itu tentu akan berakibat buruk untuknya dan Karina.
"Kita sampai" Karina bersorak gembira begitu Juan memasuki halaman sebuah rumah sederhana dengan cat putih cerah, kebun sayur yang tidak terlalu luas yang terletak dibelakang rumah bisa terlihat dari depan.
"Kau tinggal sendiri disini?" Tanya Karina saat Juan mengeluarkan kunci rumah dari dalam sakunya
"Iya, dulu berdua dengan nenek tapi satu tahun lalu nenek meninggal, jadi tinggal sendiri" Karina mengangguk mengerti dan untuk sekian kali Juan terpana tak mendapati tatapan kasihan di mata bulat itu, entah Karina yang tak mempunyai rasa kasihan ataukah ia tau jika Juan tak suka dikasihani.
"Rumahmu bagus" komentar Karina begitu menapakkan kakinya ke dalam rumah berukuran 5×6 Meter itu. Warna putih yang cerah langsung menyambutnya di setiap sudut rumah, mulai dari tempat duduk, meja, lemari bahkan karpet pun berwarna putih.
"Nenek suka warna putih" Kata Juan tanpa ditanya
"Kebun itu punya kamu?" Karina membuka tirai gorden lalu menyembulkan kepalanya keluar jendela gue melihat kebun sayur di belakang rumah
"Iya, tapi tetangga yang menanam sayurannya, aku kan tidak bisa membedakan mana sayur yang siap panen dan mana yang tidak" Juan bukannya ingin memperjelas kekurangannya hanya saja ia merasa jika Karina tak akan menghina atau merendahkannya, setidaknya itu hal yang membuatnya nyaman-nyaman saja berteman dengan gadis itu diluar dari semua ketakutan-ketakutan akan bagaimana jika keluarganya tau jika Karina berteman dengan orang sepertinya yang sejak tadi menghantui pikirannya.

KAMU SEDANG MEMBACA
PILIHAN✓
Ngẫu nhiênKarina tau dimana posisinya, ia tau hidupnya telah ditentukan sejak ia lahir. Tak ada pilihan dalam hidupnya, semuanya sudah di susun oleh kedua orang tuanya. Hidup penuh kejutan?? Naaaahh tak ada kejutan dalam hidup Karina.