11. Why?

359 46 0
                                    

Pagi ini Karina bangun dengan mata sembab. Matanya sedikit bengkak dan menghitam yang mengharuskannya untuk menghilangkan mata pandanya sebelum berangkat ke sekolah, terima kasih pada Sakura yang sudah standby di depan kamarnya dengan es batu.

"Maaf ya sakura, aku jadi menambah pekerjaanmu saja"

"Tidak masalah nona, ini sudah tugas saya" Sakura meletakkan kembali kompresan yang berisi es batu ke dalam mangkuk, ia mengambil handuk kering dan mengelap mata Karina, sedikit lebih baik.

"Memang belum hilang sempurna, tapi nanti Riana akan membuat riasan mata anda sedikit lebih tebal untuk menyamarkan warnanya"

Karina mengangguk tak semangat. Pikirannya masih dipenuhi seputar pernikahannya dengan Jeno.

"Sakura bagaimana menurutmu? Apa aku harus diam saja dan menerima pernikahan itu?"

Sakura meletakkan kembali handuk ditangannya, ia menatap prihatin pada nona mudanya itu.

"Saya tidak tau nona. Nona yang tau apa yang terbaik untuk hidup nona, jika nona merasa tidak akan sanggup menerima pernikahan itu lakukan saja apa yang bisa nona lakukan, saya akan selalu mendukung nona"

Karina menatap sakura sendu, tidak mungkin dia mengorbankan hidup satu-satunya sahabat yang ia punya hanya untuk kebebasan nya semata, dia akan sangat egois.

"Maaf ya sakura jika berteman denganku membuatmu hidupmu tidak tenang, ditambah ayah membuat hidupmu jadi bahan taruhan denganku"

Sakura mengambil sebelah tangan Karina dan ia genggam erat.

"Harusnya saya yang minta maaf, karena saya nona tidak punya pilihan lain. Andai tidak ada saya nona pasti bisa dengan mudah melarikan diri"

"Apa yang kau bicarakan, jika kau tidak ada maka akan bagaimana hidupku? Hidup sendirian di rumah ini akan membunuhku secara perlahan"

Sakura tersenyum tipis, dia tau Karina begitu begitu memikirkan dirinya. Jika itu orang lain, Sakura yakin dia tidak akan berpikir dua kali untuk melarikan diri dan tidak memikirkan orang lain. Tapi ini Karina, nona-nya yang diluar nampak tidak peduli tapi di dalam punya sisi yang tidak pernah tega pada siapapun. Hati nonanya ini selembut kapas dan seputih salju.

"Saya yakin nona bisa menghadapi ini semua. Kebahagiaan itu akan selalu menunggu nona, nona hanya perlu sedikit berjalan lagi"

Karina mengangguk, ia menyeka air di sudut matanya lalu beralih memeluk Sakura. Dia sudah memutuskan, dia akan keluar dari semua ini tanpa menyakiti siapapun, termasuk sakura.

Di sekolah kabar pernikahan Karina dan Jeno sudah tersebar luas. Semua orang membicarakannya. Dan Karina tau jika dibelakangnya banyak yang membicarakan dirinya sekarang.

"Gue denger Jeno dan Karina bakal nikah. Sayang banget, padahal gue lebih suka Jeno sama Jessica"

"Iya, Jessica tuh udah cantik pinter pula, sedangkan Karina kan nggak bisa apa-apa, gue denger peringkatnya bahkan yang terendah di kelas VIP"

"Iya sih Karina lebih cantik dari Jessica, tapi buat apa cantik tapi nggak punya wawasan sama sekali"

"Tapi kita bisa apa, bagaimanapun Karina lebih kaya dari Jessica, tentu saja Karina yang keluarga Smith pilih"

Karina menghembuskan nafas dalam, Sakura yang berada disampingnya tak bisa berbuat apa-apa.

"Anggap saja nona tidak mendengar mereka, mereka hanya iri pada nona" hibur sakura dan Karina mengangguk saja, pikirannya kacau. Mereka berbicara seolah Karina begitu menginginkan pernikahan itu. Mereka tidak tau saja betapa kerasnya usaha Karina untuk menolak.

"Nona itu Tuan Yoshi" Karina mengerjab, ia melihat arah tangan Sakura menunjuk dan benar saja Yoshi berjalan didepannya, kenapa dia tidak menyapanya lebih dulu.

"YOSHII"

Yoshi berbalik, tidak ada raut terkejut dari matanya.

"Apa?" Karina mengernyit, tidak biasanya Yoshi berkata dengan nada datar padanya

"Kau kenapa?" Yoshi menghembuskan nafas, tanpa aba-aba dia menarik tangan Karina dan membawa gadis itu entah kemana.

"Kita mau kemana Yoshi" Karina melihat ke belakang dimana Sakura hanya menatapnya diam, sama sekali tidak berniat menghentikan Yoshi.

Ternyata Yoshi membawanya ke perpustakaan

"Lo bener-bener akan nikah sama Jeno?"

Karina menghela nafas, ternyata karena ini Yoshi tak mengacuhkannya tadi.

"Entahlah, gue nggak tau"

Yoshi menaikkan sebelah alisnya "kenapa nggak tau? Bukannya lo yang akan nikah?" Tanyanya bingung, padahal dia sudah bersiap-siap jika Karina benar-benar akan menikah. Maksudnya menyiapkan hati dan perasaannya tentu saja.

"Iya, tapi lo tau kan gue nggak pernah setuju sama pernikahan itu? Ini semua keinginan Ayah"

Entah karena hal apa, Yoshi bernafas lega

"Jadi lo nggak bener-bener bakal nikah kan?" Yoshi memegang bahu Karina, satu harapan tersirat di matanya.

"Nggak, maksud gue ya, nggak tau deh gue bingung. Gue nggak tau caranya gimana ngehujat dari ini semua. Suka nggak suka gue harus nurut" Karina mengedarkan pandangannya ke sembarang arah, tak berani menatap balik Yoshi.

"Kalau lo nggak bahagia, Lo nggak perlu nurutin semua perintah ayah Lo itu. Gue bisa bawa lo kabur kalau lo mau"

Karina tau Yoshi serius. Bertahun-tahun mengenal laki-laki itu Karina cukup mengenal Yoshi sebagai orang yang bertanggung jawab, jika dia mengatakan akan membawa apa saja permintaan Karina saat bepergian, apapun yang terjadi Karina akan mendapatkan yang dia inginkan. Sedalam itu Yoshi menyukai Karina dan Karina tau itu.

"Gue tau. Tapi gue nggak bisa membahayakan orang lain cuma karena keegoisan gue, bakal gue lakuin cara lain dan lo tenang aja. Gue nggak akan menikah, setidaknya nggak dalam waktu deket ini" Perkataan Karina belum bisa menenangkan Yoshi, jantungnya masih bergemuruh ribut di dalam sana meneriakkan ide-ide agar membawa Karina kabur saja.

"Baiklah, gue percaya Lo nggak akan nyerah semudah itu. Lakukan apapun itu, gue akan selalu ada disamping elo"

Karina mengangguk. Dia percaya Yoshi tak akan meninggalkannya.

"Ingat! Kebahagiaan lo adalah yang utama. Sekali-kali tolong egois lah Karina, nggak semua orang juga punya belas kasih kayak lo. Pikirkan diri lo sendiri, jangan melulu lo mengikuti hati nurani lo, dengerin juga pikiran lo dan rasional lah" ini adalah pertama kali Yoshi berbicara seserius ini pada Karina. Jika sebelumnya dia hanya berperan sebagai sahabat yang selalu ceria dan menempel pada Karina kapanpun dan di manapun, maka kali ini Yoshi harus tegas pada gadis itu.

Karina dan sifat tidak tegaannya adalah satu-satunya kelemahan gadis itu. Karina tidak akan pernah tega melihat ibunya menangis dan dia akan pasrah menuruti apapun yang ibunya suruh. Karina tidak akan pernah tega mengatai-ngatai orang yang membicarakannya, nanti mereka terluka itu yang selalu ia katakan jika Yoshi menegur gadis itu yang hanya diam saat dibicarakan terang-terangan di belakangnya.

"Lo bisa Karina. Gue yakin lo bisa"

Untuk pertama kalinya Karina tersenyum lembut. Senyum yang belum pernah Yoshi terima. Tidak ada yang tau betapa ringannya perasaan Yoshi saat ini setelah sebelumnya hanya ada kehampaan di relung hatinya. Ini yang dia butuhkan. Saat ada seseorang yang mempercayainya, seseorang yang menyuruhnya untuk memilih. Pilihan pertama yang Karina pilih akan menjadi pilihan yang mungkin saja bisa mengubah hidupnya nanti. Dan dia senang ada seseorang yang bersedia berdiri disampingnya, menemaninya untuk menentukan pilihan itu.

"Terima kasih Yoshi" sekali lagi Karina berikan senyum itu pada laki-laki yang kini menatapnya berbinar itu. Raut tegas yang beberapa waktu lalu terdapat di wajahnya kini sirna dan digantikan wajah berseri dan mata yang bersinar cerah.

"Teruslah tersenyum Karina"

-

PILIHAN✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang