Sepulang sekolah Karina kembali mendatangi rumah yang kemarin ia datangi. Rumah Juan. Tapi kali ini tanpa menjemput dulu sang pemilik rumah.
Dengan kedok mengerjakan tugas, Karina bisa lepas dari pengawasan supir dan mendapatkan ijin untuk pulang terlambat. Sakura ia suruh pulang duluan.
Sesampainya di rumah sederhana Juan, tak ada seorangpun disana tentu saja karena Juan pasti masih berada di sekolah jadi Karina memutuskan untuk menunggu. Karina benci menunggu tapi untuk kali ini tak apa, hanya pada Juan dia begini, kalau Yoshi mah dia pasti ogah.
Tak berselang lama sebuah sepeda berhenti tepat di depan pagar, sang pemilik membuka pagar dan membawa masuk serta sepedanya ke dalam rumah.
"Kau datang lagi?" Tentu saja Juan terkejut saat sudah mendapati Karina duduk manis di kursi depan rumahnya
"Memangnya tidak boleh? Aku mau main disini" Karina berdiri, tangannya memegang tali tas dan memberikan cengiran paling aneh yang pernah Juan lihat. Cengiran di wajah dingin Karina bukanlah kombinasi yang pas malah terkesan buruk.
"Memangnya kau tidak bosan sendirian disini? Aku kan baik mau nemenin kamu"
Juan tak menjawab, ia mengambil kunci rumah di bawah pot Bunga disamping pintu lalu membuka pintu dan membiarkan Karina mengekor dibelakang.
"Tumben kamu bikin disitu kuncinya, biasanya kan dibawa"
"Biasanya juga disitu, kemarin kelupaan aja kebawa kuncinya" Juan menuangkan air putih kedalam gelas lalu meminumnya hingga tandas.
"Isiin lagi" Karina mengambil gelas bekas Juan dan memberi kode untuk mengisinya kembali
"Ambil yang baru, itu kan bekasku"
Karina tak menjawab, ia akhirnya mengambil alih teko dan mengisi sendiri gelasnya lalu meminumnya tanpa beban, tak menanggapi pelototan Juan.
"Di rumah, kamu juga sering gitu?" Karina menaikkan sebelah alisnya "gitu gimana?"
"Ya gitu, minum dari bekas orang lain"
"Gak, gak pernah. Baru pertama"Karina merenung, baru menyadari kenapa dia melakukan hal tadi.
"Oh oke, kamu mau makan apa? Aku yang masak" Juan mencoba mengalihkan suasana saat merasa perasaan Karina sepertinya tiba-tiba berubah.
"Pancake yang kemarin saja" Juan mengangguk "kalau begitu aku ganti baju dulu" ia lalu memasuki kamarnya dan Karina memilih tetap di meja makan menunggu Juan selesai.
"Jadi, hanya pancake? Kau tidak ingin yang lain?" Juan kembali lagi beberapa saat kemudian, pakaiannya sudah berganti menjadi kaos hitam dan celana pendek selutut
"Kau bisa masak apalagi?" Karina mendekati Juan, kini berdiri tepat disamping cowok itu yang berada di depan kulkas.
"Ehmm bagaimana dengan Nasi goreng?"
"Kurasa tidak, nasi goreng dan Pancake bukan perpaduan yang baik"
"Kenapa kita tidak membuat perubahan saja? Berbeda bukan berarti tidak bisa bersatu kan? Kalau orang bilang keduanya tidak bisa disatukan, kenapa kita harus mengikuti mereka? Toh kita yang akan merasakannya nanti"
Karina mengerjab, ia menatap Juan yang juga menatapnya dengan pandangan yang sulit diartikan
"Kamu mau kan, membuat perubahan itu?" Karina tau perkataan Juan bukan lagi sebatas masalah nasi goreng dan Pancake tapi sudah mencapai diluar daripada itu
"Kenapa tidak? Mari kita coba" Karina menjawab tegas, ia membungkukkan badannya dan mengambil bahan-bahan yang mereka butuhkan dari dalam kulkas lalu membawanya ke meja pantry
"Aku tau kau akan mengatakan itu" Juan mengambil bahan yang Karina belum ambil melangkah ke tempat Karina berdiri memandangi bahan-bahan itu.
"Seperti yang kau tau, aku tidak pernah bersentuhan dengan pisau dan sejenisnya jadi daripada aku mengiris jariku nanti sebaiknya kau yang melakukan hal itu"
"Baiklah, kau hanya perlu membersihkan apa yang sudah aku kerjakan"
Karina menggigit pipi dalamnya. Kenapa sekarang kata-kata mereka memiliki makna tersirat semua ya.
"Nih cuci dulu" Karina menerima wadah berisi bahan yang sudah Juan potong-potong dan membawanya ke wastafel.
"Berarti rajin ya kamu masak tiap hari"
"Kadang kalau malas masak aku biasanya beli"
"Oh ya? Di daerah sini ada yang jualan makanan?" Setelah mencuci bersih Karina membawanya kembali kepada Juan dan mencuci bahan selanjutnya
"Ada, agak jauh sih. Kalau naik sepeda bisa 30 menitan lah"
Selesai berkutat dengan bahan-bahan membuat nasi goreng Juan berpindah ke kompor dan mulai memanaskan wajan. Dengan cekatan tangannya memasukkan bumbu-bumbu yang dibutuhkan. Karina hanya diam memandangi dari samping Juan, sesekali dia tersenyum kecil saat melihat wajah serius Juan. Dengan apron berwarna biru muda itu membuat Juan tampak manis dan semakin tampan.
Selesai dengan acara masak-masak Karina dan Juan makan bersama dalam diam. Karina tak banyak mengomentari perpaduan makanan aneh yang sedang mereka santap. Tapi diam-diam mereka sudah mengetahui satu hal yang mereka dapatkan hari ini tapi mereka masing-masing hanya menyimpannya dalam pikiran.
***
Karina benar-benar menghabiskan waktunya dengan Juan. Mereka menanam bunga bersama dan Karina membantu Juan membersihkan rumahnya. Terlihat sederhana tapi ini adalah pengalaman pertama bagi Karina. Bisa merasakan bagaimana keseharian dari orang biasa seperti Juan adalah momen yang sangat Karina nikmati.
Memetik sendiri bunga yang akan dijadikan hiasan meja, membersihkan kaca rumah Juan dan memotong rumput di halaman. Juan mampu membuat Karina lupa dengan kehidupan yang sedang dijalaninya, dengan Juan, Karina seakan lupa pada semua masalah-masalah nya. Lupa pada perjodohannya dan juga melupakan sejenak masalahnya dengan Jeno.
Tapi semua kebahagiaan Karina hari ini harus selesai dia nikmati. Saatnya kembali ke istana dan menjadi putri penurut sepenuhnya.
"Ibu sudah berdiskusi dengan Mamanya Jeno, urusan pesta pernikahan itu urusan keluarga kita sedangkan undangan, gaun, cincin dan yang lainnya urusan keluarga mereka. Bulan depan Jeno sudah mulai ujian akhir kan? Jadi masih ada waktu 2 bulan lagi setelah Jeno lulus, cukuplah untuk semuanya"
Karina yang duduk disamping ibu Airin di sofa ruang keluarga hanya diam menanggapi, matanya menyorot lurus pada televisi di depan sana.
"Besok Tante Tiffany akan mengirimkan katalog Foto-foto gaun pernikahan, kamu tidak perlu ikut memilih biar ibu dan mama Jeno saja, desain undangan dan cincin juga mama Jeno yang mengurus. Kamu dan Jeno tinggal terima beres saja" Karina mengangguk malas
"Berarti mulai besok perawatan kamu ibu tingkatkan, kamu tidak boleh keluar dari rumah lagi. Pokoknya saat hari H kamu harus jadi pengantin paling cantik" tak ingin dibantah seperti biasa, begitulah ibunya.
"Oh iya besok malam keluarga kita akan berkunjung ke rumah Jeno" Tanpa mendengar jawaban Karina, Airin bangkit berdiri dan meninggalkan Karina sendiri yang kini menutup matanya lelah.
"Bu, Karina belum mau nikah. Karina gak cinta sama Jeno, Karina masih mau bebas masih mau melanjutkan cita-cita. Kenapa Ibu dan Ayah tidak pernah mendengar permintaan Karina, kenapa kalian semua egois" senyap, tak ada yang menjawab lirihan gadis itu. Tak ada yang mau mengerti dan tak ada yang mau sekiranya hanya bertanya apa yang dia inginkan, tak ada yang mau tau bagaimana perasaannya kini dan tak ada yang peduli semua kesedihannya. Hanya ruang hampa yang setia menemani, hanya kesunyian yang peduli dan hanya udara yang tak meninggalkan. Dia benci hidup seperti ini.
-
KAMU SEDANG MEMBACA
PILIHAN✓
DiversosKarina tau dimana posisinya, ia tau hidupnya telah ditentukan sejak ia lahir. Tak ada pilihan dalam hidupnya, semuanya sudah di susun oleh kedua orang tuanya. Hidup penuh kejutan?? Naaaahh tak ada kejutan dalam hidup Karina.