"HADIRIN SEKALIAN ACARA SEBENTAR LAGI AKAN DIMULAI, JADI HARAP SEMUANYA KEMBALI KE TEMPAT DUDUK NYA MASING-MASING"
"Ayo Rin" Karina mengangguk, ia berjalan beriringan dengan Yoshi menuju tempat duduknya.
Tempat duduk disana disusun berbaris dimana dari depan sampai ke belakang diisi berdasarkan urutan tingkat keluarganya, terdapat sebuah panggung mini di depannya.
Karina duduk di barisan paling depan dengan Jeno di sisi kirinya dan Yoshi di sisi kanannya serta para petinggi-petinggi sekolah.
Para siswa berada di sisi kanan dan kiri panggung, Karina bisa melihat betapa semua siswa disana memiliki kekurangannya masing-masing.
Acara dimulai dengan penampilan bernyanyi grub yang Karina perkirakan semuanya tidak bisa melihat. Kemudian dilanjut dengan penampilan-penampilan berikutnya, seperti Tarian dari berbagai negara oleh sekelompok siswa yang tidak bisa bicara dan penampilan lainnya.
"Baiklah, kita semua telah melihat penampilan dari setiap ekskul yang ada di sekolah kami, nanti akan ada penampilan penutup dari salah satu siswa kami yang sangat berprestasi. Tapi sebelum itu, mari kita saksikan peresmian pembaharuan kontrak kerja sama sekolah ini dengan masing-masing sponsor, kepada yang bersangkutan harap hadir disini bersama saya"
Karina dan Jeno sebagai perwakilan segera maju ke depan, seperti yang sudah diwanti-wanti oleh ibu mereka, Jeno dan Karina berjalan menuju panggung dengan bergandengan tangan. Gaun biru muda Karina sangat serasi dengan kemeja biru tua Jeno yang dilengkapi dengan jas hitam dan dasi hitam, mereka terlihat seperti pasangan yang serasi.
"Pantes aja gue ngerasa aneh tiba-tiba ibu maksa banget harus make kemeja ini, ternyata ini alesannya" bisik Jeno, orang-orang yang melihatnya kian berbisik-bisik, mulai menerka-nerka apa gerangan yang Jeno bisikkan pada Karina dengan jarak sedekat itu.
"baru sadar? Padahal tadi kau yang repot-repot jemput"
Jeno tak menjawab lagi, ia mulai memusatkan langkahnya, ia menggenggam jemari Karina begitu sampai di undakan tangga untuk menaiki panggung, membantu gadis itu.
"Awww Jeno sangat gentleman"
"Karina begitu beruntung"
"Jika aku terlahir kembali, aku ingin menjadi Karina saja"
Karina mendengus dalam hati, apakah gadis-gadis itu sungguh tidak melihat jika Jeno sebenarnya sangat terpaksa melakukannya? Ayolah, berdekatan dengannya saja Jeno enggan apalagi dengan ikhlas menggenggam tangannya, sangat tidak mungkin.
"Berdasarkan kewajiban yang sudah diserahkan kepada kami, hari ini kami umumkan jika hubungan Genta dan Smith dengan Sekolah Luar Biasa diperpanjang sampai waktu yang akan didiskusikan kembali"
Tepuk tangan bergemuruh untuk mereka, Karina menampilkan senyum terbaiknya begitu juga Jeno yang tiba-tiba memeluk pinggang Karina dari samping, jangan tanya kenapa tentu saja atas desakan dari ibunya. karina sebenarnya kaget, tapi mencoba terlihat biasa saja.
Sial, Jeno terlalu berlebihan.
Setelah selesai, Jeno dan Karina kembali ke tempat duduknya tentu saja masih dengan keromantisan yang pura-pura.
"Baiklah untuk penampilan penutup, mari kita sambut JUAN"
Riuh tepuk tangan menyambut seorang laki-laki muda yang mengenakan seragam khas sekolah itu, dan saat ia memberikan sedikit sapaan, Karina terkejut saat mengingat jika ia pernah melihat senyum itu.
"Bukannya dia laki-laki dengan senyum menawan kemarin?" Gumam Karina kecil
"Kau mengatakan sesuatu?" Tanya Yoshi saat mendengar gumaman tidak jelas dari Karina
"Nggak, gue cuma heran, dia keliatannya normal-normal aja"
Yoshi melihat ke depan, dimana laki-laki itu alias Juan sudah duduk tegak di depan pianonya
"Gue denger dia buta warna total"
Karina membulatkan matanya "Beneran?? Benar-benar total??"
"Iya, padahal dia siswa yang sangat berprestasi"
Karina merasakan perasaan kasihan merayap pada hatinya, bagaimana mungkin seorang laki-laki yang terlihat sempurna ternyata memiliki kekurangan tidak bisa melihat warna-warni yang ada di dunia ini.
Juan mulai memainkan pianonya, bukannya terlihat serius ia malah terus tersenyum manis seakan hanya ada dia dan pianonya disana.
Karina merasa sangat tersentuh saat mendengar lantunan piano Juan.
Lagu Fur Elise - L.V.Beethoven ia mainkan dengan sangat sempurna membuat semua orang terpukau dengan kemampuannya memainkan piano.Saat lagu selesai kembali tepuk tangan riuh menggema, Juan terus tersenyum yang membuat Karina tak sadar ikut tersenyum.
Senyuman Juan benar-benar menenangkan , seakan Juan ingin mengatakan lewat senyumannya jika ia bahagia dengan kekurangannya dan senyumannya seakan memberi kekuatan untuk orang lain.
"Kayaknya lo suka banget ngeliat dia" Yoshi menyiku lengan Karina menyadarkan gadis itu
"Biasa aja"
Yoshi tersenyum menggoda, ia tau teman perempuannya itu sedang menyimpan kekaguman pada si pemain piano.
Setelah acara selesai, seperti semula Karina pulang bersama Jeno
"Aku pikir kau mengantar cewek itu dulu" Karina memecah keheningan setelah sejak berada dalam mobil mereka hanya diam saja
"Jessica itu mandiri, nggak kayak seorang gadis yang harus ada mengantar jemputnya"
Karina berdecih "Seperti dia tidak pulang dengan supir saja" sinis gadis itu
"Siapa bilang, dia pulang sendiri, mengendarai mobil sendiri" Jeno melirik Karina sekilas sedang yang dilirik mengalihkan pandangannya ke luar jendela mobil
"Orang tuanya tidak mampu bayar supir kali"
Jeno menggeram marah, ia menghentikan mobilnya begitu saja dipinggir jalan
"Silahkan turun, dan kita lihat apakah nona muda ini bisa pulang sendirian"
Karina menatap Jeno takjub
"Kau menurunkan ku disini cuma karena aku bilang pacar kamu nggak mampu bayar supir?"
"Nggak, tapi semakin dibiarkan kau akan semakin kelewatan"
Karina menghembuskan nafas berat, jalanan itu terlihat sepi dan rumahnya masih 2 Km lagi
"Tunggu apa lagi?? Masih tau cara buka pintu mobil kan?"
Dengan segenap tekad dan sedikit rasa takut Karina memberanikan diri membuka pintu mobil dan turun, berdiri di samping mobil Jeno.
"Kau yakin? Kau akan bayar mahal untuk ini"
Jeno menaikkan bahunya acuh
"Tak masalah, orang tua mu akan percaya apapun alasan ku"
Lalu begitu saja, Jeno pergi meninggalkan Karina di pinggir jalan tanpa rasa kasihan.
"Benar-benar laki-laki pengecut" gumam Karina mendesis marah
Lalu apa? Ia harus jalan kaki ke rumahnya? Yang benar saja, selama 17 tahun ia hidup, ia tidak pernah berjalan kaki sejauh 2 Km, 500 meter saja ia sudah ngos-ngosan.
"Tak ada taksi kah?" Ia mengedarkan pandangan, mencoba mencari peruntungan siapa tau ada taksi yang lewat.
Tapi setelah 30 menit hasilnya nihil, tak ada taksi atau mobil seseorang yang ia kenal. Perasaan takut dan was-was semakin menggelayutinya, bagaimana jika ada orang jahat yang berniat menculiknya lalu meminta tebusan milyar dollar pada orang tuanya, memikirkannya saja membuat bulu kuduk gadis itu meremang.
Tapi tunggu, sepertinya ia mengenal pengendara sepeda yang akan melintas itu.
Merapalkan doa dalam hati Karina berharap ia tidak salah orang
"JUAAANN"
Dan.... Ternyata benar, pengendara sepeda itu berhenti beberapa meter dari Karina.
-

KAMU SEDANG MEMBACA
PILIHAN✓
RastgeleKarina tau dimana posisinya, ia tau hidupnya telah ditentukan sejak ia lahir. Tak ada pilihan dalam hidupnya, semuanya sudah di susun oleh kedua orang tuanya. Hidup penuh kejutan?? Naaaahh tak ada kejutan dalam hidup Karina.