Dear Brother

00.00

Netra cokelatnya menatap pemandangan menakjubkan didepannya. Sebuah danau dengan air jernih yang tampak tenang, langit biru dengan awan-awan putih yang berarak, rimbunan pepohonan disekitar danau, dan burung-burung kecil yang terbang untuk berpindah tempat. Tenang, satu kata untuk menggambarkan tempat yang kini tengah ia nikmati, tidak banyak yang berkunjung hingga membuat keasriannya masih terjaga.

Ia menghela nafas, memilih duduk di pinggir danau tepat dibawah sebuah pohon rindang yang menaunginya. Angin bertiup menerbangkan helai-helai rambut hitamnya, ia tersenyum merebahkan tubuhnya di atas rerumputan panjang dan menatap kearah cakrawala.

"Hai Re, bagaimana kabarmu?," Belah bibirnya bergerak menghantarkan suara tenang kepada langit biru diatasnya. Ia menghela nafas panjang, tangannya terulur keatas berusaha menggapai sesuatu diantara udara yang berhembus. Namun, sedetik kemudian ia menjatuhkan tangannya kembali keatas tanah.

"Kakak kangen kamu Re, biasanya kalau pagi suaramu yang pertama menyambut kakak tapi sekarang..." Ia berhenti, netra cokelatnya berembun dan sedetik kemudian setetes liquid bening jatuh membuatnya tertawa miris dan mengusap kasar wajahnya.

"Ah, maaf kakak nangis, habisnya kamu sih kenapa meninggalkan kakak secepat ini disaat kakak mau memperbaiki semua sikap kakak ke kamu," Ia kembali mengusap wajahnya menahan agar bulir-bulir bening tidak lagi jatuh membasahi pipinya. Namun, hasilnya nihil karena sekarang liquid bening itu semakin deras membasahi wajahnya diiringi sebuah isakan kecil.

Ia menghela nafas dan mengusap ujung matanya dengan lengan kaus yang ia pakai. Matanya kembali menatap nanar kearah cakrawala dengan awan-awan putih bak kapas yang berarak disana, sebuah senyum tipis merekah di atas wajahnya yang memerah. Tangannya kembali terulur seakan meraih sesuatu dari angkasa, belah bibirnya bergerak mengucap sesuatu disertai suara serak miliknya.

"Kakak sayang Rere,"