00.09. : Sirkus

1.3K 242 9
                                    

Hujan baru saja reda beberapa jam yang lalu, dan malam ini tampaknya tidak banyak orang yang keluar, berbanding terbalik dengan apa yang Rere lakukan. Kakinya melangkah menyusuri jalanan aspal yang masih basah dan dihiasi genangan. Tujuannya tidak lain adalah taman kompleks, tepatnya di samping warung langganan tempat ia biasa beli sarapan.

Masih kosong, hanya ada Pak Dul pemilik warung dan juga Marten yang sedang sibuk menyeruput kopi hitamnya. Rere tersenyum, semakin mempercepat langkahnya.

"Halo Re," Sapaan khas Pak Dul membuat Marten menoleh dan mendapati Rere yang tersenyum lebar kearahnya dan juga pemilik warung tersebut.

"Oh, baru sampai Re?,sini duduk dulu," Marten menepuk space kosong di sebelahnya, memberi instruksi pada Rere untuk menempatinya.

Rere menurut, duduk di samping Marten dan mulai menggosokkan kedua tangannya untuk mencari kehangatan. Marten tersenyum kecil melihatnya dan tanpa sadar mengusap lembut puncak kepala Rere.

"Pak Dul teh anget satu ya sama mie rebus pakai telur dua,"

"Siap,"

Rere mengerjap, menatap Marten walau kemudian meringis kecil karena merasa dirinya kembali merepotkan orang lain.

"Maasih ya kak dan aaf kalau Rere uka nglepotin," Marten tertawa kecil, memasukkan ponsel yang sedari tadi ia mainkan sambil menggelengkan kepala pelan.

"Biasa aja sama gue," Rere tersenyum sebagai tanggapan. Ia mengalihkan tatapan menuju keluar. Sepi, hanya ada beberapa orang yang baru saja pulang dari masjid selepas jamaah, itupun tidak banyak.

"Nah, ini silahkan dinikmati," Pak Dul meletakkan pesanan Marten di atas meja.

"Ayo makan re, biar tambah gendut badan kok kayak tengkorak lab. Biologi gini," pria berkumis lebat itu tersenyum jenaka dan mengusap lembut puncak kepala Rere sebelum berlalu kembali  menuju dapur setelah sebelumnya berkata demikian pada Rere.

Marten terkekeh sedangkan Rere hanya meringis kecil dan meraih sendoknya dan mulai memakan mie rebus di depannya.

"Abis ni kita emana kak?,"

Marten mendongak menatap Rere yang masih sibuk memakan mie rebusnya. Pemuda itu melirik kearah layar ponsel hitamnya yang menyala menampilkan empat digit angka yang tertera disana.

19.15

"Eum...Fantasy Island?," Marten menjawab lirih. Sedangkan Rere mengernyitkan dahinya ketika salah satu taman bermain kota di sebut.

"Makan dulu nanti gue jelasin oke?," Marten tersenyum tipis menunjuk mie di depan Rere yang baru dimakan sedikit. Rere mengangguk pelan kembali fokus pada mie rebusnya.

Beberapa menit kemudian piring berisi mie rebus itu hanya tinggal menyisakan kuah dan beberapa sayuran yang memang tidak di sukai oleh Rere.

"Udah selesai?," Marten mengangkat alisnya saat melihat bocah didepannya itu kini sedang menyeruput teh hangat dengan hati-hati.

Rere mengangguk menaruh gelas berisi cairan kecoklatan yang tinggal setengah dan segera berdiri ketika Marten juga berdiri. Sambil menunggu Marten yang membayar ia keluar lebih dulu dari warung. Matanya menatap ke langit, menatap bentangan gelap tanpa bintang disana.

"Kuy berangkat," bahunya dirangkul membuat dirinya yang sedang menikmati suasana sepi didepan warung sedikit tersentak. Namun, tidak bertahan lama karena pada akhirnya ia ikut melangkah menyamai Marten.

"Lo gak apa-apa kan dapat kerja sedikit..." Marten menggaruk kepalanya yang tidak gatal sementara Rere menatapnya dengan kening berkerut.

"Eum...intinya agak sedikit malu-maluin buat anak SMA kayak lo," ucapnya final.

Dear BrotherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang