10 - 3

4.6K 472 38
                                    

Yin's POV

Tubuhku lunglai dan tersandar ke dinding setelah aku keluar dari ruangan dokter Bam. Aku masih sulit mempercayai apa yang dokter itu katakan. Tidak. Aku bahkan tidak ingin mempercayainya. Aku tidak ingin percaya bahwa War menderita gangguan mental setelah apa yang ku lakukan padanya. Aku tidak ingin percaya itu.

"Dammit!" Aku kesakitan. Langkah demi langkah yang ku ambil menuju kamar rawat War membuatku merasa sakit. "Apa yang harus ku lakukan?"

"Yin?"

Aku menatap lurus ke arah Prom yang berdiri mematung di depan kamar rawat War. Tatapan itu, aku tahu betul apa maknanya, Prom membenci tapi juga mengasihaniku. Meski begitu, selama berhari-hari ini sahabatku itu selalu disana, ada untukku dan membantuku untuk segalanya.

"Pergilah sementara aku yang menjaga War," katanya setelah hening menyapa kami.

Aku menggeleng. "Mulai sekarang, aku sendiri yang akan menjaganya. Aku akan membuatnya kembali seperti dulu sebelum ia mengalami semua kengerian ini," kataku.

"Kau harus mendengarku kali ini." Prom menepuk bahuku, tapi aku bersikeras tidak akan pergi sampai saat aku membuka pintu kamar rawat War dan melihat Bever disana.

"Bee.. aku takut.."

Bever tersenyum ke arah War. "Apa yang kau takutkan? Aku disini sayang," ia mengelus dan mengecup ringan pelipis War.

Perlakuan Bever itu membuatku mengerti mengapa War terus menyebut namanya, bahkan mengatakan bahwa ia mencintainya.

"Bee.. peluk aku.."

Begitu melepas tautan tangan mereka, Bever datang dan berbaring bersama War diatas tempat tidurnya, ia bahkan memeluknya dengan erat.

"Kau akan melewati rasa sakit ini, War. Jadi tolong, bertahan sedikit lagi."

Meski terdengar seperti sebuah bisikan, tapi aku masih bisa mendengar Bever mengatakan itu di telinga War sementara ia memeluknya lebih erat.

"Pergilah jika terasa menyakitkan untuk dilihat," bisik Prom di depanku.

"Lebih menyakitkan bagiku ketika harus melihatnya berteriak dan menangis seharian," kataku. "Lagipula sakit ku ini bukanlah apa-apa jika dibandingkan dengan yang War alami."

●●●

Aku duduk dengan menopang kepala pada kedua tangan yang ku letakkan diatas paha. Aku tidak beranjak sedikit pun dari depan kamar rawat War sampai Bever yang semalaman bersamanya keluar dari sana.

"Tidakkah kau berencana untuk pergi?" Bever datang dan menatap entah kemana meski ia bicara padaku. "Bukankah kau sudah melihat sendiri bagaimana War ketakutan saat ia melihatmu?"

"...."

"Aku tidak tahu apa sebenarnya maksudmu, aku bahkan tidak mengerti mengapa kau ada disini setelah menyiksanya dan membuatnya menjadi seperti itu. War bahkan hampir kehilangan bayinya," tatapan muak itu akhirnya Bever berikan padaku. "Pergilah, kumohon.." kata Bever pada akhirnya.

"Kenapa aku harus pergi sementara tujuanku ada disini?" tanyaku.

Alis Bever bertautan. "Apa maksudmu?"

"Mate-ku dan bayiku, mereka disini. Jadi mengapa aku harus pergi?"

Tawa keras Bever menggema di seluruh lorong rumah sakit. "Kau bercanda? Sejak kapan War menjadi mate-mu dan bayi itu, dia adalah anakku," kata Bever. "Sadarlah!"

"Tidakkah kau melihat cincin di jari manis War? Disana tertulis namaku."

"Apa?"

Aku bangkit dari dudukku. "Dan bayi itu, sejak kapan ia menjadi anakmu? Siapa yang ingin kau bodohi? Aku ayahnya!" Bever berusaha bicara lebih banyak sebelum aku menghentikannya dengan kalimat, "Apa aku harus memberikan tes DNA kami padamu?"

Beautiful NightmareTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang